Dark Mode Light Mode

Why Don’t We: Sengketa Hukum Manajer Berdampak pada Penggunaan Nama Band oleh Anggota

Akhir Sebuah Nama: Kisah Pilu Why Don't We dan Perang Dingin Industri Musik

Mungkin kamu pernah dengar, atau bahkan jadi salah satu penggemar setia boyband Why Don't We. Nah, baru-baru ini, drama panjang antara mereka dan mantan manajemennya, Signature Entertainment, akhirnya mencapai babak akhir. Tapi, endingnya nggak seindah lagu-lagu mereka, sih. Lebih mirip plot twist sinetron, deh.

Kenapa Nama "Why Don't We" Akan Jadi Kenangan?

Jujur saja, putusan pengadilan kali ini cukup bikin geleng-geleng kepala. Empat personel Why Don't We harus membayar ganti rugi simbolis $4 (atau sekitar 60 ribu rupiah) kepada mantan manajer mereka. Tapi, konsekuensinya? Mereka kehilangan hak untuk menggunakan nama "Why Don't We" lagi. Jadi, kalau kamu kangen mereka manggung bareng, siap-siap aja denger nama "Formerly known as Why Don't We". Miris, kan?

Mantan Manajer vs. Para Anak Band: Siapa yang Lebih Drama?

Selain itu, ada juga drama soal pencemaran nama baik. Anggota band menuduh sang manajer, David Loeffler, melakukan kekerasan. Tapi, mereka kalah dalam gugatan ini. Signature, di sisi lain, kena denda $400.000 karena melanggar tugas fidusia. Ibaratnya, saling sikut, deh.

Bisnis Itu Kejam, Bung!

Mantan manajer mereka, Randy Phillips, juga kena getahnya. Dia harus membayar $3 juta kepada mantan rekan bisnisnya karena dianggap mengganggu hubungan bisnis. Phillips bahkan bilang, "Anak-anak muda harus hati-hati kalau tanda tangan kontrak." Speechless, deh.

"Financial Abuse"?: Ketika Uang Mengendalikan Segalanya

Perseteruan ini bukan cuma soal uang. Why Don't We juga menuduh Loeffler melakukan "kekerasan mental, emosional, dan finansial." Mereka bahkan mengaku mengalami eating disorder karena kurang gizi dan merasa seperti "sandera" di rumah sendiri. Ngeri, ya?

Daniel Seavey: Sang Nakhoda di Tengah Badai

Salah satu anggota band, Daniel Seavey, juga punya cerita sendiri. Dia mengaku punya andil besar dalam penulisan dan produksi album The Good Times and the Bad Ones, tapi malah harus berbagi keuntungan dengan orang lain. Menurut Seavey, percakapan tentang pembagian keuntungan saat konflik memanas, menjadi sangat tidak masuk akal.. "Saya hanya ingin apa yang adil," katanya.

Persahabatan di Atas Segalanya (atau Tidak?)

Terlepas dari semua drama ini, Jonah Marais, salah satu anggota band, tetap optimis. "Tidak peduli apa yang terjadi, saya senang proses ini akhirnya selesai," tulisnya di media sosial. "Yang tidak dipahami mantan manajemen kami adalah, ini keluarga dan kami akan tetap bersama, tanpa peduli ‘brand' atau logo." Cinta memang buta, ya?

Kilas Balik: Dari Debut Album ke Bubar Jalan

Why Don't We dibentuk pada tahun 2016 dan merilis album debut mereka, 8 Letters, dua tahun kemudian. Album mereka yang terakhir menampilkan produksi dari musisi-musisi top seperti Travis Barker, Skrillex, dan Timbaland. Tapi, setelah perseteruan hukum ini, mereka memutuskan untuk hiatus dan akhirnya berpisah.

Masa Depan Sendiri-Sendiri: Daniel Seavey Siap Bersinar Lebih Dulu

Kabar baiknya, Daniel Seavey akan menjadi anggota pertama yang merilis album solo. Albumnya, Second Wind, akan dirilis pada 7 Maret mendatang. Semoga sukses, ya, Daniel! Mungkin ini saatnya personel lain menyusul dan membuktikan diri.

Kisah Why Don't We ini jadi pengingat, bahwa di dunia hiburan, nggak semua hal selalu indah dan penuh kemewahan. Seringkali ada harga mahal yang harus dibayar, entah itu nama baik, kebebasan, atau bahkan persahabatan. Semoga, ke depannya, mereka bisa menemukan jalan masing-masing yang lebih baik.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Lenovo Ungkap ThinkPad X9 Aura Edisi Bertenaga Intel Core Ultra: Pertanda Transformasi Laptop Profesional

Next Post

Pembatalan Pertunjukan Cahaya Turis di Terasering Sawah Jatiluwih, Bali