Unity: PHK Massal, Email 5 Pagi, dan Hilangnya Kepercayaan
Pernahkah kamu merasa hari kerjamu tiba-tiba berubah jadi mimpi buruk? Nah, sepertinya para karyawan Unity baru saja merasakan hal itu, tapi dalam skala yang jauh lebih besar. Bayangkan, kamu bangun, buka email, dan… "Selamat pagi! Kamu dipecat." Ya, begitulah cara Unity, raksasa game engine, menyampaikan kabar buruk ke beberapa karyawannya.
Sejak awal tahun fiskal ini, Unity sudah mengeluarkan dana sebesar $205 juta untuk merumahkan seperempat dari total pegawainya. Dan sepertinya, ini belum berakhir. Kabar dari para mantan karyawan (yang sekarang sudah tidak bekerja di sana lagi) menyebutkan gelombang PHK masih terus berlanjut di berbagai divisi.
Sebuah unggahan di forum dari Shanee Nishry, yang dulu memimpin tim Behavior, mengungkapkan bahwa seluruh timnya ikut terkena dampak PHK. Behavior adalah alat visual untuk mengontrol NPC dan objek dalam game. Nishry bahkan menciptakan alat ini di waktu pribadinya sebelum akhirnya diakui sebagai fitur inti Unity.
Nishry juga meminta Unity untuk membuka source code alat tersebut, tapi belum ada kejelasan apakah permintaan itu akan dipenuhi. Miris sekali, ya?
Gelombang PHK, Apakah Ini Akhir dari Segalanya?
Tidak hanya Nishry, lead game designer Unity, André de Miranda Cardoso, juga mengalami hal serupa. Ia mengatakan pemecatan terjadi "tiba-tiba." Bahkan, ada cerita dari Peter Roe, seorang senior technical artist, yang menerima kabar buruk melalui email pukul 5 pagi dari alamat "noreply@unity." Coba bayangkan betapa menyakitkannya.
"Saya kena dampak PHK di Unity hari ini, bersama dengan banyak rekan kerja yang berbakat dan pekerja keras," tulisnya di LinkedIn. "Meskipun berita ini berat, saya sangat bersyukur atas hampir tiga tahun yang saya habiskan di perusahaan." Tapi ia juga menambahkan kritiknya: "Cara Unity berkomunikasi tentang PHK ini benar-benar buruk. Menerima email 5 pagi dari ‘noreply@unity' yang memberitahu saya bahwa peran saya ‘dihilangkan' dan saya akan kehilangan akses sistem pada akhir hari terasa sangat tiba-tiba dan tidak pribadi. Unity harus melakukan yang lebih baik dalam memperlakukan pekerja mereka di saat-saat sulit seperti ini."
Tahun lalu, Unity mengklaim bahwa restrukturisasi ini akan menghasilkan pertumbuhan pendapatan yang "menarik" dan keuangan yang sehat. Langkah ini diambil setelah mantan CEO John Riccitiello mundur pasca kontroversi Runtime Fee. Riccitiello kemudian digantikan oleh CEO saat ini, Matthew Bromberg, yang memutuskan untuk membatalkan Runtime Fee yang kontroversial itu, seolah-olah ingin mendapatkan kembali kepercayaan komunitas pengembang.
Karyawan, Korban Atau Pion Dalam Permainan Bisnis?
Pertanyaan besarnya, sebenarnya apa yang terjadi di balik layar? Apakah ini sekadar strategi untuk meningkatkan keuntungan, atau ada masalah mendasar yang lebih besar yang sedang dihadapi Unity? Atau malah, apakah karyawan hanya menjadi pion dalam permainan bisnis yang kejam?
Kita semua tahu, industri game adalah dunia yang keras. Persaingan ketat, target yang tinggi, dan tekanan untuk terus berinovasi adalah bagian dari rutinitasnya. Namun, mengorbankan karyawan demi keuntungan sepertinya bukan cara yang paling bijak.
Noreply dan Ketidakpedulian, Standar Baru?
Cara Unity berkomunikasi dengan para karyawannya juga menjadi sorotan. Mengirim email tanpa pengirim pribadi, apalagi di pagi buta, menunjukkan betapa kurangnya rasa hormat terhadap mereka yang telah bekerja keras membangun perusahaan. Apakah ini representasi baru dari standar perusahaan di era modern?
Ini bukan hanya tentang PHK. Ini tentang bagaimana perusahaan memperlakukan orang-orang yang telah berkontribusi pada kesuksesan mereka. Dan jika Unity ingin mendapatkan kembali kepercayaan komunitas game dan karyawannya, mereka harus menunjukkan bahwa mereka peduli – lebih dari sekadar angka dalam laporan keuangan.
Masa Depan Unity, Masihkah Ada Harapan?
Tentu saja, perusahaan bisa bangkit dari keterpurukan. Perubahan kepemimpinan, strategi bisnis baru, dan fokus pada kesejahteraan karyawan bisa menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan. Tapi, apakah Unity bersedia melakukan semua itu?
Waktu akan menjawabnya. Kita semua hanya bisa berharap Unity belajar dari pengalaman ini dan kembali menjadi perusahaan yang lebih baik, bukan hanya untuk pemegang saham, tapi juga untuk mereka yang membuat mimpi menjadi kenyataan.