Tak Ada Lagi Tanah untuk Kita? RUU Hak-Hak Adat yang Telatnya Kebangetan
Bayangin, kamu punya rumah, tapi tiba-tiba pemerintah bilang, "Eh, tanahnya bukan punya kamu" . Sakitnya tuh di sini, kan? Nah, itulah realita yang dialami banyak komunitas adat di negara ini. Untungnya, ada secercah harapan datang dari parlemen. Mereka katanya mau ngebut sahkan RUU Hak-Hak Adat yang udah ngendon lebih dari 14 tahun. Mau sampai kapan nunggu, sih?
RUU ini masuk daftar prioritas tahun 2025—yang artinya, mungkin tahun depan baru beres ya, kalau nggak ada halangan. Tujuannya sih jelas: menggantikan aturan yang selama ini nggak jelas juntrungannya buat ngamanin hak-hak tanah masyarakat adat. Selama ini, banyak banget praktik land grabbing atau perampasan tanah. Akibatnya, mereka terusir dari tanah leluhurnya, kelaparan, dan hidupnya makin susah.
Janji Tinggal Janji: Sudah Lama Tapi Tak Ada Realisasi
RUU ini, konon, akan memberikan hak-hak hukum yang jelas atas tanah dan sumber daya alam. Menurut para pendukungnya, ini penting banget. Bahkan salah satu anggota DPR dari partai PKB, Arzeti Bilbina, bilang kalau komunitas adat ini udah lama banget hidup dalam ketidakpastian hukum. Ya, iyalah! Makanya, mereka nge-push banget supaya RUU ini bisa disahkan tahun ini. Tapi, apakah ini cuma lip service belaka?
Bicara soal data, sekitar 12 juta hektare tanah adat udah diakui secara resmi. Tapi, masih ada sekitar 62,4 juta hektare lagi yang belum diakui sampai tahun 2024 ini. Gede banget, kan? Artinya, masih banyak saudara kita yang hidupnya masih belum aman. Mereka bisa sewaktu-waktu kehilangan tanahnya, kehilangan identitasnya, dan kehilangan segalanya.
Gaji Udah Naik, Kok RUU Masih Mandek?
Coba deh, bayangin para wakil rakyat kita yang enak duduk di kursi empuk, dapat gaji gede, fasilitas mewah, tapi kok RUU penting kayak gini malah ngaretnya minta ampun? Apa jangan-jangan mereka lebih sibuk mikirin urusan lain, ya?
RUU ini bukan cuma soal tanah. Ini juga soal keadilan, hak asasi manusia, dan keberlanjutan lingkungan. Komunitas adat punya pengetahuan lokal yang berharga, mereka juga punya peran besar dalam menjaga ekosistem. Kalau mereka terusir, siapa yang akan merawat alam kita?
Jangan Cuma Janji Manis: Aksi Nyata Itu Penting!
Kita sebagai masyarakat, juga punya peran penting, lho. Kita harus terus mengawal dan menuntut agar RUU ini segera disahkan. Jangan mau cuma dikasih janji-janji manis. Kita harus pastikan para wakil rakyat kita benar-benar mendengarkan suara rakyat, bukan cuma suara kantong mereka sendiri. Masa iya, kita mau terus-terusan jadi penonton pas komunitas adat makin terpinggirkan?
Jadi, mari kita kawal terus RUU ini. Jangan biarkan para wakil rakyat kita main mata. Hak atas tanah itu hak asasi manusia. Jangan sampai, di negeri yang katanya merdeka ini, kita malah kehilangan hak untuk hidup di atas tanah kelahiran kita sendiri.
Jangan Sampai Telat: Kesempatan Terakhir?
Apakah ini kesempatan terakhir bagi kita untuk mengembalikan hak-hak komunitas adat? Ataukah kita akan terus membiarkan mereka berjuang sendirian? Waktu akan menjawabnya. Tapi satu hal yang pasti, kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus terus bersuara, terus berjuang, sampai keadilan benar-benar ditegakkan. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari.