Pemerintah di US bilang TikTok adalah spyware Tiongkok yang berbahaya buat keamanan nasional. Tapi apa respons generasi kita? “Oke, ambil aja. Tapi kami bakal cari mainan baru. Oh, dan by the way, ini juga buatan Tiongkok.”
Serius, ini salah satu momen paling lucu dan penuh poetic justice yang pernah terjadi. Generasi kita nggak sekadar nerima kenyataan; kita malah ngasih balasan yang bikin pemerintah nggak bisa tidur nyenyak.
TikTok: Mainan yang Nggak Mereka Suka
Pemerintah sering pakai alasan “keamanan nasional” untuk membatasi atau memblokir sesuatu. Termasuk TikTok. Tapi mari kita jujur: alasan sebenarnya jarang banget murni soal keamanan. Mereka nggak suka karena kita pakai platform ini buat ngobrol, belajar, bahkan ngasih kritik tajam ke para petinggi.
Dan yang bikin mereka makin frustasi? TikTok itu nggak cuma bikin kita produktif, tapi juga bikin mereka nggak dapet untung. Semua data, semua waktu, semua iklan, larinya ke aplikasi ini—dan bukan ke platform seperti Facebook atau Instagram yang selama ini mereka “restui.”
TikTok Diblock? Generasi Kita Bilang, “Santai Aja”
Saat TikTok dilarang di beberapa tempat, pemerintah mungkin berpikir kita bakal panik atau, lebih lucu lagi, balik lagi ke aplikasi kayak Facebook. Tapi kita lebih pintar dari itu. Kita bilang, “Oke, ambil aja TikTok. Tapi kami punya penggantinya.”
Dan yang bikin ngakak? Penggantinya juga aplikasi Tiongkok. Orang-orang langsung loncat ke aplikasi seperti Lemon8 atau Rednote—dan yang paling epik, aplikasi-aplikasi ini langsung jadi nomor satu di App Store dalam hitungan kurang dari satu hari.
Kenapa Ini Lucu?
Karena ini kayak nonton sandiwara politik dengan plot twist yang nggak disangka. Pemerintah bilang TikTok itu bahaya karena buatan Tiongkok, tapi malah menciptakan situasi di mana orang-orang dengan senang hati pindah ke aplikasi Tiongkok lainnya. Ini bukan cuma membuktikan bahwa generasi kita nggak mudah diatur, tapi juga bahwa alasan mereka membatasi TikTok mungkin nggak sepenuhnya tulus.
Toh, alasan sebenarnya bukan soal “keamanan nasional,” tapi soal kontrol. TikTok itu tempat orang bebas ngomong, bebas belajar, dan bebas mengorganisasi diri. Dan kebebasan itu bikin pihak-pihak tertentu merasa nggak nyaman.
Kita Tetap Cari Tempat Ngobrol
Apa yang terjadi setelah TikTok dihapus? Ya, generasi kita tetap cari tempat baru buat ngobrol. Kita nggak akan balik ke platform yang rasanya seperti museum sosial media, seperti Facebook. Sebaliknya, kita eksplor aplikasi baru, belajar bahasa baru (hei, Mandarin ternyata asyik juga), dan bahkan memperluas komunitas.
Sederhananya, kalau mereka coba ngatur kita, kita malah bilang, “Lihat nih, kami justru lebih bebas dari sebelumnya.”
Generasi kita nggak cuma pinter cari solusi, tapi juga tahu kapan harus melawan. Larangan TikTok malah jadi senjata makan tuan. Sebagai respons, kita nggak sekadar pasrah, tapi memberi pelajaran kecil bahwa kontrol mereka nggak sekuat yang mereka pikirkan.
Dan kalau TikTok hilang, jangan khawatir. Kami akan selalu menemukan tempat baru untuk berbagi cerita, mengorganisasi diri, dan ya… bikin mereka makin bingung.