Legenda Hidup: Stephen Stills dan Kisah Bangkitnya dari Bekas Jerat
Siapa yang sangka di balik gemerlap panggung dan dentuman musik rock, justru ada perjuangan yang tak kalah kerasnya? Mungkin kamu pernah dengar nama Stephen Stills. Bagi generasi yang lebih tua, dia adalah dewa. Sementara buat kita, ah, mungkin cuma nama di daftar panjang musisi legendaris. Tapi, kisah hidupnya lebih dari sekadar status selebriti. Ini adalah tentang jatuh, bangun, dan menemukan kembali diri sendiri.
Dulu, Stephen Stills itu ikon. Dijuluki dua kali masuk Rock and Roll Hall of Fame membuktikan betapa pentingnya peran dia dalam sejarah musik. Buffalo Springfield dan Crosby, Stills & Nash, dua kelompok musik yang namanya harum di era keemasan rock, turut membesarkan namanya. Bayangkan betapa meriahnya panggung saat itu, sorak sorai penonton, lampu yang menyilaukan, dan tentu saja, party yang mungkin tak pernah berakhir.
Namun, sebagaimana banyak cerita lain, ada sisi gelap yang menyertainya. Kehidupan yang penuh hingar bingar ternyata membawa Stills ke dalam jerat alkohol. Kondisi ini perlahan mulai menggerogoti performanya. Publik mulai menyadari, ada yang berbeda dari sosok yang dulu begitu bertenaga di atas panggung. Bahkan, banyak forum online ramai membahas kemampuan Stills yang disebut-sebut menurun drastis.
Suara yang Hilang dan Penyesalan
Beberapa ulasan bahkan menyebut kualitas vokalnya sudah tak bisa diperbaiki lagi. Sakitnya tuh di sini, mungkin itu yang dirasakan penggemar beratnya. Mereka yang dulu begitu mengagumi, kini harus menerima kenyataan pahit. Bayangkan, idola yang dulu begitu piawai memainkan gitar dan menyanyikan lagu-lagu legendaris, kini suaranya terdengar serak dan tak bertenaga.
Meski begitu, Stills tidak menyerah. Ada tekad kuat untuk kembali, berjuang melawan ketergantungan. Dalam sebuah wawancara, pria berusia 80 tahun itu mengaku sudah tiga tahun berhenti minum alkohol. "Aku benar-benar nyaman dengan kesadaran," katanya. Kebiasaan buruknya itu perlahan dia tinggalkan. Berkat itu, Stills bisa kembali terhubung dengan gairah bermusik yang dulu sempat redup.
Mungkin, ini seperti ketika kamu akhirnya bisa melepaskan toksik relationship yang selama ini menguras energi. Kebebasan itu memungkinkannya kembali menjadi sosok yang ramah dan menyenangkan, seperti dirinya sebelum semua "kegilaan" dimulai. Dia kini mengaku merindukan saat-saat awal kariernya ketika segalanya masih terasa begitu istimewa, sebelum popularitas dan tekanan merusak segalanya.
Kembalinya Sang Legenda
Beruntungnya, keputusan Stills untuk berhenti dari tur pada 2018, justru menjadi momentum untuk comeback-nya. Dengan kepala yang jernih, dia mulai tampil di berbagai acara. Salah satunya adalah FireAid pada Januari lalu, di mana dia reuni dengan rekan bandnya di CSN, Graham Nash. Mereka kembali membawakan "Teach Your Children," penampilan pertama sejak 2016.
Stills menggambarkan momen itu seperti memakai sepatu lama yang sudah sangat nyaman. Persahabatan yang sudah terjalin puluhan tahun membuat penampilan itu terasa begitu alami dan istimewa. Dia juga tampil membawakan "For What It's Worth" bersama band rock Dawes dan gitaris Mike Campbell. Bisa jadi, inilah momen kebangkitan dari sang legenda.
"FireAid membantuku untuk memeriksa dan melihat apakah doronganku masih berfungsi," kata Stills sambil bergurau. Dia merasa semakin aktif dan terbuka dengan kemungkinan untuk tampil di lebih banyak acara. Bahkan, beberapa penampilan sudah dijadwalkan, termasuk perayaan ulang tahun Judy Collins ke-85 dan acara amal Light Up the Blues.
Renungan Seorang Legenda
Kini, di usianya yang tak lagi muda, Stills mulai merenung. Ia berencana menulis memoar, mungkin akan ada banyak kisah yang akan terungkap. Stills bahkan menggali arsip lama, membaca artikel koran lawas untuk menyusun kembali sejarah hidupnya. "Aku melakukannya satu kata pada satu waktu," katanya. "Dan aku harus mengatakan, ini jauh lebih mudah sekarang karena aku sudah sober."
Hidup memang selalu punya kejutan. Kita bisa belajar banyak dari kisah Stephen Stills. Bahwa bahkan seorang legenda pun bisa terjerumus dalam lubang yang dalam, namun selalu ada harapan untuk bangkit. Ini adalah pengingat bahwa kita semua, dalam perjalanan hidup yang terkadang berliku, punya kekuatan untuk menemukan kembali diri sendiri.