Slipknot: Lebih Sekadar Topeng dan Musik, Ini Soal Dendam?
Konser Slipknot di Melbourne beberapa waktu lalu menjadi perbincangan hangat. Bukan hanya karena aksi panggung mereka yang selalu bertenaga, tapi juga karena mereka memainkan lagu "Gematria (The Killing Name)". Corey Taylor sendiri sempat berpikir lagu ini tidak akan pernah mereka mainkan secara langsung. Kita semua tahu band ini punya sejarah panjang. Sudah banyak album, tur dunia, dan tentu saja, penggemar fanatik. Tapi, ada satu hal menarik yang membuat penampilan kali ini berbeda.
Lagu "Gematria" ini bukan lagu sembarangan. Lagu ini bahkan sempat dianggap ‘tabu'. Ini bukan cuma masalah teknis atau preferensi musikal. Ada cerita di baliknya yang ternyata menyimpan sedikit drama band. Taylor, sang vokalis, mengaku sangat ingin membawakan lagu ini sejak lama. Tapi, beberapa rekan bandnya punya pandangan berbeda.
Pada dasarnya, ‘Gematria' adalah refleksi perjalanan band. Bukan hanya sekadar kumpulan nada dan lirik. Lagu ini seperti membuka kembali lembaran lama yang selama ini coba mereka tutup rapat-rapat. Ada semacam "resentment" atau dendam yang tersembunyi di balik proses kreatifnya. Bukan dendam yang eksplisit, tapi lebih ke arah ketidaksepakatan yang membekas.
Rahasia Tersembunyi di Balik Lagu
Apa sih yang sebenarnya terjadi? Kabarnya, ada beberapa "odious", atau hal-hal yang kurang mengenakkan, dalam proses pembuatan dan rekaman lagu ini. Taylor bahkan menyebutkan kalau beberapa anggota band enggan memainkan lagu ini karena alasan tersebut. Tentu saja, kita sebagai penggemar hanya bisa menebak-nebak. Tapi yang jelas, ada sesuatu yang menarik di balik keputusan ini.
Bayangkan, lagu yang begitu disukai sang vokalis ternyata dianggap bermasalah oleh sebagian anggota band. Kita semua punya pengalaman ‘aneh' yang sama, kan? Mungkin ada momen-momen di mana kamu merasa pendapatmu tidak didengar atau idemu ditolak mentah-mentah. Hanya saja, ini terjadi di ranah band rock terkenal.
Namun, Taylor sendiri mengaku sangat menyukai lagu ini. Baginya, ‘Gematria' adalah sebuah "burner". Sebuah lagu yang membakar semangat dan mampu membuat pendengarnya "histeria". Ia bahkan mengungkapkan ia bisa mendengarkan lagu itu sepanjang hari. Tapi, terlepas dari semua itu, tetap butuh waktu bagi band ini untuk akhirnya memutuskan membawakannya secara live.
Ketika Dendam Hilang, Musik Tetap Menggema
Akhirnya, setelah sekian lama, "Gematria" akhirnya mengudara di panggung Australia. Apakah ini tanda bahwa dendam itu mulai menguap? Atau justru sekadar pilihan setlist yang berani? Apapun alasannya, penampilan ini menjadi momen penting bagi Slipknot.
Konser mereka di Australia menjadi pembuktian. Mereka bukan hanya sekadar band yang memainkan musik, tapi juga sekelompok musisi yang mampu mengatasi konflik internal. Kita semua tahu, perjalanan karir band rock tidak selalu mulus. Ada pasang surut, ada perbedaan pendapat, bahkan mungkin ada sedikit drama.
Mungkin ini juga pertanda baik untuk ke depannya. Slipknot sendiri sebenarnya masih memiliki beberapa jadwal konser di Australia dan Selandia Baru. Selain itu, Slipknot juga punya beberapa jadwal konser di Eropa dan Amerika Utara.
Slipknot: Menyaksikan Sejarah yang Terus Berlanjut
Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Yang jelas, Slipknot telah membuktikan bahwa mereka mampu bertahan dan terus berkarya. Lagu-lagu mereka akan terus dimainkan, topeng mereka akan terus dikenakan, dan semangat mereka akan terus membara.
Melalui musik mereka, Slipknot mengajak kita semua untuk merenung. Tentang persahabatan, tentang kesulitan, tentang bagaimana cara kita menghadapi perbedaan. Tentang bagaimana kita belajar menerima dan move on dari masa lalu. Siapa tahu, mungkin akan ada lebih banyak kejutan dari Slipknot.