Siapa yang berani protes kalau Semarang lagi-lagi meraih penghargaan? Juara kearsipan tingkat Jawa Tengah, bro! Nggak main-main, nilai 94,42 itu bukan hasil instan, tapi buah dari kerja keras. Tapi tunggu dulu, biar prestasinya gemilang, bukan berarti nggak ada yang perlu dikritisi. Ada hal-hal yang masih bisa lebih baik, sob. Arsip itu bukan cuma sekadar catatan dokumen, tapi juga soal akses, inovasi, dan dampak buat masyarakat. Mari kita teliti lebih dalam.
Pertama, soal aksesibilitas arsip. Oke lah, Semarang udah leading dengan aplikasi digital seperti Srikandi, tapi apa kabar masyarakat biasa yang nggak ngerti soal sistem ini? Arsip digital, kalau hanya dinikmati oleh kalangan internal pemerintahan aja, apa gunanya buat publik? Mestinya, ada langkah nyata buat bikin arsip-arsip penting ini mudah diakses oleh masyarakat luas, biar nggak cuma jadi “prestasi kearsipan”, tapi juga bermanfaat langsung untuk rakyat.
Kedua, soal pengelolaan anggaran. Ya, memang betul, dengan anggaran Rp 1 miliar lebih yang dikucurkan buat Dinas Arpus, kearsipan Semarang sukses melompat ke posisi puncak. Tapi, nih, apa semua anggaran itu sudah digunakan seefektif mungkin? Kita belum banyak denger inovasi lain selain digitalisasi arsip. Digitalisasi oke, tapi inovasi harus lebih dari itu, kan? Seharusnya, ada program pengarsipan yang bisa menggandeng masyarakat, pendidikan, bahkan sektor swasta, biar arsip benar-benar “hidup” dan berkembang.
Ketiga, kritik soal kesadaran publik soal arsip. Buat sebagian besar masyarakat, arsip itu mungkin masih dianggap sepele, nggak lebih dari setumpuk kertas atau file yang disimpan entah di mana. Nah, di sinilah peran penting edukasi masyarakat. Dinas Arpus dan Pemkot Semarang seharusnya punya kampanye besar-besaran untuk meningkatkan pemahaman warga tentang pentingnya arsip. Ngapain menang kearsipan kalau warganya sendiri nggak paham arti penting arsip?
Keempat, soal kolaborasi antar daerah. Semarang boleh juara di tingkat Jawa Tengah, tapi gimana kalau kita ngomongin soal berbagi ilmu dengan daerah lain? Seharusnya, dengan status juara ini, Semarang bisa jadi mentor buat daerah-daerah lain yang masih tertinggal di urusan arsip. Biar prestasi ini nggak cuma berhenti di piagam, tapi bisa jadi alat bantu buat membangun kearsipan yang lebih baik di seluruh provinsi.
Saran kelima, buat Dinas Arpus dan Pemkot Semarang: Jangan cepat puas, sob! Nilai 94,42 itu udah luar biasa, tapi apa udah bener-bener maksimal? Nggak ada salahnya buat terus ngevaluasi dan cari tahu kelemahan apa yang masih ada. Mungkin tahun ini jadi yang terbaik di Jawa Tengah, tapi bisa nggak Semarang mempertahankan posisi ini bertahun-tahun ke depan? Kalau cuma jadi juara satu kali, habis itu tergerus oleh daerah lain, buat apa?
Terakhir, kritik buat infrastruktur arsip. Digitalisasi itu memang jalan masa depan, tapi pastikan juga sarana dan prasarananya memadai, dong. Konektivitas, server yang memadai, keamanan data, itu hal-hal yang harus diperhatikan. Jangan sampai nanti ada kebocoran arsip atau file digital yang hilang begitu saja karena nggak ada back-up yang layak. Juara kearsipan bisa jadi senjata makan tuan kalau nggak hati-hati soal ini.
Jadi, selamat buat Semarang, tapi jangan lupa, juara kearsipan itu bukan akhir dari segalanya. Tetap ada ruang buat terus berkembang dan bikin kearsipan ini relevan nggak cuma di kalangan pemerintah, tapi juga buat masyarakat luas. Kearsipan bukan cuma soal dokumen, tapi soal sejarah, identitas, dan kemajuan bangsa. Keep improving, Semarang!