Dark Mode Light Mode

RICHIE KOTZEN Ungkap Proses Kolaborasi dengan ADRIAN SMITH: ‘Ada Sedikit Metode dalam Kegilaan Kami’

Antara Iron Maiden, Gitar, dan Curhat: Ketika Legenda Rock Berkolaborasi

Pernah ga sih kamu ngerasa, kok musisi idola tuh kayaknya hidupnya asik banget? Rilis album, konser keliling dunia, fans teriak histeris. Tapi, di balik gemerlap itu, ada juga kan perjuangan, ide-ide yang harus terus dikembangin, kecuali kalau kamu cuma numpang tenar doang. Nah, kali ini kita intip sedikit dapur rekaman dua legenda rock, Adrian Smith (gitaris Iron Maiden) dan Richie Kotzen (vokalis The Winery Dogs), yang baru aja mau ngerilis album kolaborasi kedua mereka, "Black Light / White Noise".

"Ngulik" Musik ala Smith/Kotzen: Lebih dari Sekedar Nge-jam Bareng

Kamu mungkin mikir, bikin album kolaborasi itu tinggal nge-jam bareng, terus jadi deh. Eits, tunggu dulu. Ternyata, Smith dan Kotzen punya cara unik. Mereka nggak cuma asal main musik. Prosesnya kayak “masak” di dapur rekaman. Semua instrumen udah siap "nge-mic", biar ide bisa langsung direkam kapan aja. Bahkan, drum fill aja bisa diubah-ubah kalau ada yang kurang sreg. Kreativitas tanpa batas, guys!

Cara mereka menulis lagu juga seru. Adrian bawa ide dari laptopnya, terus Richie nambahin ide lain. Habis itu, mereka "adu" ide, mana yang paling cocok. Prosesnya bisa makan waktu berminggu-minggu cuma buat bikin satu "template". Mereka bahkan bisa bikin lagu pakai kata-kata "ngasal" dulu, biar ada gregetnya.

Dari "Heavy Weather" sampai "Black Light": Inspirasi Datang dari Mana Saja

Ngomongin inspirasi, kadang ide itu muncul dari hal-hal yang nggak terduga sama sekali. Contohnya, lagu "Heavy Weather". Awalnya, Richie cuma "nyanyi" pakai kata-kata yang nggak jelas. Terus Adrian bilang, "Eh, kayaknya kamu nyanyi ‘heavy weather' deh." Jadilah lagu tentang badai yang harus dihadapi. Kreativitas emang suka muncul dari celah-celah yang lucu, ya. Atau lagu "Black Light", menceritakan tentang penipuan dan bagaimana kebenaran tersembunyi bisa terungkap. Lagu ini bahkan jadi judul album, karena emang se-berpengaruh itu.

Kolaborasi Itu Bukan Cuma Soal Skill, tapi Juga Saling Mengisi

Nah, yang bikin kolaborasi Smith/Kotzen ini menarik, adalah mereka bisa saling melengkapi. Adrian cenderung lebih ke musik hard rock atau blues ala Inggris, sementara Richie punya sentuhan soul dan fusion. Hasilnya? Musik yang kaya rasa dan beda dari yang lain. Mereka nggak mau terjebak di zona nyaman. Mereka pengen bikin sesuatu yang baru.

Album "Black Light / White Noise " ini, katanya, bakal jadi masterpiece. Ada banyak solo gitar yang bikin merinding, vokal bluesy yang khas, dan sentuhan soul yang bikin nagih. Intinya, album ini bukan cuma buat fans Iron Maiden atau The Winery Dogs saja, tapi buat semua pecinta musik yang pengen denger sesuatu yang segar.

Album ini juga kabarnya memuaskan penggemar seperti halnya kolaborasi sebelumnya. Kita bakal denger karakter musik mereka yang kuat. Ada DNA Smith/Kotzen yang kuat, tapi tetap nyaman buat didengerin. Bahkan, istri Richie, Julia Lage, juga ikut main di album ini. Keluarga musisi emang asik ya. Album sebelumnya aja laris manis, apalagi yang ini, nih.

Masa Depan Rock ‘N' Roll: Kolaborasi adalah Kuncinya?

Dari semua cerita ini, ada satu hal yang bisa kita ambil: musik itu nggak melulu soal skill individu. Kolaborasi itu penting. Dengan saling berbagi ide, kita bisa menciptakan sesuatu yang lebih besar. Apalagi di era sekarang, di mana genre musik udah makin beragam, kolaborasi kayak gini bisa jadi angin segar buat industri musik.

Kita bisa jadi saksi, kok. Kita bisa denger mereka bikin gebrakan di industri musik. Mereka bisa jadi role model buat musisi-musisi muda sekarang. Mereka bisa menginspirasi semua musisi yang ingin berkarya. Gimana, penasaran kan sama album barunya? Mari kita tunggu tanggal mainnya!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Maksimalkan Kamera Mirrorless Anda: Rahasia Produksi Film Profesional

Next Post

Mortal Kombat 2 Tiba di Konsol 90-an Impian Setelah 32 Tahun: Sebuah Mahakarya Terwujud di Indonesia