Bisakah Kita Prediksi Nasib Kanker dengan Melihat Rambut? (Eh, Hampir)
Pernahkah kamu bertanya-tanya, apa yang bisa memprediksi masa depan? Ramalan bintang? Kartu tarot? Atau mungkin, teknologi super canggih yang bisa membaca "rambut" genetik kita? Nah, para ilmuwan dari Fred Hutch Cancer Center dan The University of Texas MD Anderson Cancer Center mungkin punya jawabannya. Mereka menemukan penanda biologis baru yang bisa memprediksi agresivitas tumor otak (meningioma) dan kanker payudara. Keren, kan?
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science ini mengungkap bahwa jumlah enzim tertentu, yaitu RNA Polymerase II (RNAPII), pada gen histon, sangat berkaitan dengan seberapa ganas dan seringnya kanker kembali. Semakin tinggi kadar RNAPII, semakin ngebut sel kanker berlipat ganda, bahkan bisa menyebabkan perubahan kromosom. Jadi, kalau dianalogikan, RNAPII ini seperti ‘turbo' buat sel kanker.
Kenapa Kita Gak Pernah Tahu? Jangan-Jangan Kita Ketinggalan Zaman…
Selama ini, kita seringkali melewatkan peran penting gen histon. Penyebabnya? Metode pengurutan RNA yang ada sekarang nggak bisa mendeteksi RNA histon karena strukturnya yang unik. Ibaratnya, kita punya peta, tapi sebagian kotanya hilang karena peta itu nggak lengkap. Akibatnya, ekspresi gen histon di tumor seringkali dianggap remeh, seolah-olah mereka cuma figuran dalam drama kanker.
Untungnya, ada teknologi baru bernama Cleavage Under Targeted Accessible Chromatin (CUTAC) yang dikembangkan oleh tim peneliti ini. Teknologi ini memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari ekspresi gen dari sampel jaringan yang sudah disimpan bertahun-tahun. Bayangkan, biopsi yang disimpan dari zaman before-before bisa dianalisis lagi. Ini seperti menemukan harta karun di loteng rumah nenek. Hebat, kan?
CUTAC: Teknologi yang Bikin Dokter Jadi Detective Kanker
Teknologi CUTAC ini bekerja dengan memfokuskan pada urutan DNA kecil dan nggak mengkode, tempat RNAPII melekat. Dengan begitu, mereka bisa langsung mengukur aktivitas transkripsi gen dari DNA. Hasilnya? Lebih akurat dan informatif dibanding metode sebelumnya. Ketika teknologi CUTAC digunakan pada berbagai jenis kanker, ekspresi gen histon selalu lebih tinggi pada sampel tumor dibanding jaringan normal.
Protein histon itu sendiri berfungsi sebagai "spool" tempat DNA melilit. Ia penting dalam struktur kromosom. Karena sel kanker berlipat ganda dengan sangat cepat, mereka membutuhkan lebih banyak histon untuk menyokong DNA-nya. Makanya, ekspresi histon jadi sangat tinggi. Ini seperti kebutuhan makan seorang atlet dibandingkan dengan kita-kita yang hobinya rebahan.
RNAPII dan Prediksi Masa Depan Kanker
Para peneliti kemudian menggunakan teknologi CUTAC untuk memetakan RNAPII, yang menerjemahkan DNA menjadi RNA. Mereka menganalisis 36 sampel meningioma dan menggabungkannya dengan data klinis yang tersedia secara publik. Hasilnya? Tingkat RNAPII pada gen histon bisa membedakan antara sampel kanker dan normal. Bahkan, bisa memprediksi kemungkinan kanker datang lagi. Wow!
RNAPII pada gen histon juga terkait dengan tingkatan klinis dalam meningioma. Teknologi ini juga berhasil memprediksi agresivitas kanker pada sampel tumor payudara dari 13 pasien. Jadi, sepertinya RNAPII ini bukan cuma penanda, tapi juga penentu. Ia seperti cenayang yang bisa melihat masa depan kanker. Atau mungkin lebih tepatnya, peramal nasib sel kanker.
Upgrade untuk Dunia Medis, Tapi Apakah Cukup?
Penemuan ini membuka harapan baru untuk diagnosis dan pengobatan kanker. Dengan mengidentifikasi mekanisme yang sebelumnya terabaikan, para ilmuwan berharap bisa menciptakan tes baru untuk mendeteksi kanker lebih awal. Tapi pertanyaannya, apakah ini cukup? Apakah kita sudah cukup agresif dalam melawan kanker?
Kita perlu terus mengembangkan teknologi dan metode pengobatan yang lebih efektif. Kita nggak bisa hanya bergantung pada satu penanda biologis. Kita butuh pendekatan yang lebih holistik. Mari kita dukung penelitian dan inovasi di bidang medis. Siapa tahu, suatu hari nanti, kita bisa memprediksi dan mengalahkan kanker sepenuhnya, bahkan sebelum ia sempat muncul.