Stop Ngomongin Cinta, Sekarang Saatnya Bicara Kekerasan!
Gini nih, kalau lagi ngobrol santai sama teman, topik cinta memang selalu jadi starter pack yang asik. Tapi, coba deh sekali-kali kita geser pembicaraan ke hal yang lebih serius, yang dampaknya terasa langsung di kehidupan sehari-hari. Misalnya, soal kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jangan salah, isu ini tuh nggak kalah complicated dan butuh perhatian kita semua, bukan cuma pas hari perempuan atau hari anak aja.
Biar nggak cuma wacana, mari kita buka mata dan telinga lebar-lebar. Polisi Republik Indonesia (Polri), baru-baru ini, menunjukkan keseriusan mereka dengan menggandeng Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Tujuannya jelas, buat memberantas kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di negeri ini. Langkah ini patut diapresiasi, karena menunjukkan bahwa masalah ini sudah dianggap krusial dan butuh penanganan yang terstruktur.
Polri: Pahlawan Keselamatan atau Cuma Pencitraan?
Komisaris Jenderal Wahyu Widada, sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, menegaskan komitmen mereka melalui penandatanganan nota kesepahaman dengan Kementerian PPPA. Beliau bilang, kerjasama ini bertujuan meningkatkan kinerja Polri dalam menangani kasus kekerasan dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi perempuan dan anak-anak. Keren banget, kan?
Bahkan, Bareskrim sudah punya Direktorat Tindak Pidana terhadap Perempuan dan Anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang. Salut deh buat Pak Polisi. Ini bukti nyata bahwa Polri nggak cuma basa-basi. Mereka benar-benar peduli dan mau melindungi kelompok yang rentan. Tapi, kita juga nggak boleh langsung jumawa.
Satu dari Empat Perempuan Alami Kekerasan? Serius Lu?
Menteri PPPA, Arifatul Choiri Fauzi, juga nggak mau ketinggalan. Beliau berharap, kerjasama ini bisa menurunkan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sesuai dengan hasil survei Kementerian PPPA tahun lalu, yang bikin kita geleng-geleng kepala.
Bayangin, satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik, psikis, atau seksual. Gila, parah banget. Itu baru yang ketahuan, belum yang nggak dilaporkan. Fakta ini seharusnya bikin kita semua miris dan bertanya-tanya, kenapa sih kekerasan ini nggak habis-habis?
Anak-anak Juga Nggak Aman? Astaga!
Yang bikin lebih nyesek lagi, ternyata anak-anak juga nggak luput dari kekerasan. Bahkan, satu dari dua anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual. Ya Tuhan, ini bukan cuma angka statistik, tapi realita pahit yang harus kita hadapi. Kita sebagai masyarakat, seolah-olah membiarkan generasi penerus bangsa dibayangi rasa takut dan trauma.
Menteri Fauzi optimis, dengan kerjasama dengan Polri, pihaknya bisa mengambil tindakan yang lebih efektif dan membawa pelaku kekerasan ke meja hijau. Semoga aja beneran efektif, ya. Tapi, kita sebagai masyarakat juga nggak boleh cuma berharap sama pemerintah dan aparat penegak hukum.
Keterlibatan Kita yang Lebih Penting?
Kita semua punya peran penting dalam memberantas kekerasan terhadap perempuan dan anak. Mulai dari hal-hal kecil seperti: ikut menyuarakan isu ini di media sosial, mengedukasi diri sendiri dan orang sekitar, sampai melaporkan jika melihat atau menjadi korban kekerasan. Jangan pernah diam aja.
Jangan ragu untuk berbicara. Jangan takut untuk bertindak. Kekerasan itu nggak boleh dibiarkan. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi? Jangan biarkan mereka merasa sendiri.
Udah saatnya kita berhenti jadi penonton dan mulai jadi agen perubahan. Mari kita ciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan tanpa kekerasan bagi perempuan dan anak-anak. Ayo kita kawal terus kinerja Polri dan Kementerian PPPA, jangan sampai semangat mereka hanya menjadi macan kertas.
Memang, mengubah dunia itu nggak gampang, tapi bukan berarti nggak mungkin, kan?