Dark Mode Light Mode

Pilihan yang Menekankan Implikasi: Ujian Nasional SMA Berubah: Pemerintah Indonesia Siapkan Sistem Penilaian Baru

Ujian Nasional: Selamat Tinggal atau Sampai Jumpa di Lain Waktu?

Gedung sekolah kembali bergejolak, bukan karena tawuran atau drama percintaan ala remaja, melainkan karena kabar burung tentang ujian yang akan datang. Kali ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) punya jurus baru untuk menguji kemampuan para siswa. Sebuah tes yang katanya lebih wah dan kekinian akan menggantikan ujian-ujian lama yang sudah menemani perjalanan belajar kita. Apakah ini langkah maju atau sekadar ganti baju?

Bulan November mendatang, anak-anak SMA bakal jadi kelinci percobaan pertama. Mereka akan berhadapan dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA), yang digadang-gadang lebih komprehensif dari ujian-ujian sebelumnya. Jadi, siap-siap ya, calon mahasiswa! Materi ujiannya meliputi Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan dua mata pelajaran pilihan lainnya. Kayaknya sih, mau ambil jurusan apa aja, bekalnya ya sama.

Ujian ini hadir sebagai pengganti Asesmen Nasional (AN) yang sempat menuai pro dan kontra. Ada yang bilang AN itu revolusioner, ada pula yang menyebutnya bikin semangat belajar anak-anak anjlok. Nah, sekarang, Kemendikbud pengin kasih yang lebih "personal", dengan menilai kemampuan tiap siswa secara individual. Katanya sih, biar lebih adil dan setara.

Tapi, jangan khawatir berlebihan, karena nilai TKA ini nggak akan menentukan kamu naik kelas atau nggak. Mantap, ya? Tapi tenang, Ujian ini akan jadi penentu untuk masuk ke jenjang universitas melalui jalur prestasi. Jadi, kalau kamu punya nilai bagus, kesempatanmu buat kuliah di kampus impian semakin terbuka lebar.

Tetapi, ternyata ujian ini juga bakal dipakai buat seleksi masuk SMP dan SMA, meski baru akan diterapkan tahun depan. Wah, berarti anak-anak SD dan SMP juga harus siap-siap nih. Ini seperti, ujian masuk SD sudah selesai, eh ada lagi ujian masuk SMP, selesai SMP ada lagi ujian masuk SMA, dan ini ujian masuk universitas. Capek, gak sih?

Takutnya, Cuma Ganti Nama dan Format?

Nisa Felicia dari Pusat Kajian Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) mengatakan bahwa TKA ini bakal jadi pelengkap jalur masuk sekolah dan universitas yang berbasis prestasi. Jalur prestasi ini juga baru banget diluncurkan, namanya SPMB. Sistem ini menggantikan sistem PPDB yang katanya kurang adil karena pakai sistem zonasi. Zonasi kadang bikin kita nggak bisa milih sekolah yang bener-bener kita mau, sih.

SPMB ini katanya lebih menekankan pada nilai rapor siswa. Tapi, Nisa mengingatkan kalau standar penilaian tiap sekolah bisa berbeda-beda. Nah, di sinilah peran TKA, katanya sih, untuk menyamaratakan standar penilaian.

Namun, Nisa juga punya kekhawatiran. Walaupun TKA ini nggak wajib dan nggak menentukan kelulusan, ujian model begini bisa saja berdampak buruk pada proses belajar siswa. Apalagi kalau persiapan dan sosialisasi ke guru dan siswa nggak matang.

Guru Juga Manusia: Harapan dan Tantangan

Iman Zanatul Haeri dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga ikut menyuarakan pendapatnya. Ia khawatir, waktu persiapan yang mepet bisa bikin guru dan siswa kebingungan. "Guru itu kan ujung tombak, kalau ada apa-apa, yang ditanya ya guru," katanya. Jadi, pemerintah harus dengerin suara guru, nih.

Iman juga mengingatkan pemerintah soal teknis. Jangan sampai ujiannya bocor, atau sekolah-sekolah di daerah terpencil nggak punya fasilitas yang memadai. Kalau nggak, TKA ini malah bisa jadi bumerang, memperlebar kesenjangan pendidikan. Jangan sampai niatnya baik, malah hasilnya nggak karuan, ya.

Ujian, Oh Ujian: Antara Harapan dan Realita

Sebenarnya, TKA ini punya potensi bagus. Ia bisa jadi cara yang lebih baik untuk mengukur kemampuan siswa, dan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi mereka. Tapi, semuanya kembali lagi ke bagaimana cara pemerintah meramu dan menjalankannya.

Jangan sampai niat baik ini malah jadi beban baru bagi siswa, guru, dan orang tua. Soalnya, ujian itu kan seharusnya jadi sarana untuk mengukur, bukan untuk menghakimi. Pendidikan bukan cuma soal nilai, tapi juga soal karakter dan kompetensi yang nggak bisa diukur cuma lewat tes standar. Setuju, nggak?

Semoga saja, TKA ini bisa jadi angin segar dalam dunia pendidikan. Soalnya, kita semua kan pengin pendidikan yang lebih baik untuk masa depan. Kalau belum siap, jangan dipaksakan, deh. Karena kualitas pendidikan, bukan kuantitas ujian, yang akan membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Mantan Direktur NetEase Dirikan Studio Baru, Pastikan "Manajemen Lindungi Kreator"

Next Post

Video Musik Street Fighter 6 Unik Rilis, Penuh Referensi & Easter Egg Tema Spesial Baru (Bahasa Indonesia)