Jeritan Hiu Thresher: Antara Emas Hitam dan Harapan di Alor
Pernahkah kamu membayangkan hiu sebagai rockstar laut? Bukan hanya karena giginya yang tajam atau ekornya yang seperti cambuk, tapi juga karena statusnya yang kini terancam punah akibat ulah manusia. Artikel kali ini akan membahas tentang nasib pilu hiu thresher di Indonesia, terutama di Kepulauan Alor, serta upaya penyelamatan yang dilakukan. Siap-siap, karena kita akan menyelam lebih dalam ke dunia konservasi yang penuh drama sekaligus harapan.
Pelagic thresher shark, atau hiu thresher pelagis, adalah spesies hiu yang dikenal dengan ekornya yang panjang seperti cambuk. Mereka adalah traveler ulung, seringkali berpindah dari satu tempat ke tempat lain di perairan tropis dan subtropis Indo-Pasifik. Sayangnya, popularitas mereka di dunia perikanan justru menjadi malapetaka. Populasi hiu ini mengalami penurunan yang mengkhawatirkan, bahkan mencapai 79% dalam tiga generasi terakhir. Di Indonesia, negara dengan julukan "surga" bagi penangkap ikan hiu, penurunan populasi hiu thresher mencapai lebih dari 83% antara tahun 2002 dan 2014.
Hiu Thresher: Korban Keserakahan atau Kebutuhan?
Bayangkan, hiu yang seharusnya menjadi ikon laut justru menjadi incaran utama nelayan. Penangkapan mereka dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Hiu thresher yang kini masuk dalam daftar endangered atau terancam punah menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan juga masuk dalam Appendix II of the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) sejak 2016. Miris, bukan?
Untungnya, keprihatinan ini mendorong berbagai upaya konservasi. Salah satu yang menarik adalah penerapan alternative livelihoods atau mata pencaharian alternatif bagi nelayan lokal. Tujuannya? Mengurangi tekanan penangkapan hiu sekaligus memberikan sumber pendapatan yang berkelanjutan bagi masyarakat. Pendekatan ini telah diuji coba di Kepulauan Alor antara tahun 2018 dan 2023.
Ayam, Tuna, dan Woven Textiles: Bisakah Mereka Menyelamatkan Hiu?
Program di Alor ini menawarkan berbagai kegiatan alternatif bagi nelayan. Mulai dari beternak ayam, memancing tuna dan kerapu merah, hingga membuka kios untuk menjual barang-barang. Ide yang bagus, kan? Sebuah studi terbaru menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan. Sebagian besar nelayan mengalami peningkatan pendapatan yang signifikan, bahkan ada yang mencapai lebih dari 500%! Namun, ada juga beberapa nelayan yang justru mengalami penurunan pendapatan karena berbagai tantangan pribadi. Namanya juga hidup, pasti ada naik turunnya.
Selain intervensi ekonomi langsung, keterlibatan politik dan perubahan kebijakan juga memainkan peran penting. Pemerintah daerah Alor mengeluarkan keputusan untuk meningkatkan kapasitas nelayan dalam mengelola sumber daya kelautan secara berkelanjutan. Pemerintah juga membuat rencana aksi formal untuk konservasi hiu thresher pada tahun 2022. Ini didukung oleh kawasan lindung laut yang baru pada tahun 2023. Good job, pemerintah!
Para Juara Konservasi: Anak Muda Menggenggam Perubahan
Keterlibatan masyarakat juga menjadi kunci sukses inisiatif ini. Sebanyak 36 anak muda dilatih menjadi "juara" konservasi. Mereka menyebarkan informasi tentang pentingnya menjaga hiu thresher melalui kunjungan ke sekolah, siaran radio, dan kegiatan lainnya. Hasilnya? Hampir semua orang yang dijangkau melaporkan peningkatan pengetahuan tentang hiu, dan rasa bangga untuk menjaga hiu thresher pun meningkat. Keren! Namun, masih ada beberapa nelayan yang tetap menangkap hiu karena tekanan sosial budaya dan kebutuhan ekonomi.
Meskipun ada harapan, keberlanjutan jangka panjang dari upaya konservasi ini masih belum pasti. It's a long journey. Data dari catatan tangkapan hiu menunjukkan bahwa nelayan yang berpartisipasi dalam program menangkap lebih sedikit hiu thresher dibandingkan mereka yang tidak berpartisipasi. Namun, tekanan ekonomi dan faktor sosial politik bisa memicu penangkapan kembali di tahap akhir proyek. Manusiawi. Hal ini menekankan tantangan menjaga kepatuhan jangka panjang terhadap langkah-langkah konservasi, terutama ketika insentif ekonomi terkait dengan pemanfaatan sumber daya.
Pembelajaran dari Alor: Kunci Sukses untuk Konservasi
Salah satu pelajaran penting dari proyek ini adalah pentingnya menyesuaikan strategi konservasi dengan kebutuhan dan konteks lokal. Pendekatan "mata pencaharian alternatif" ini terbukti efektif karena melibatkan masukan dari masyarakat, memastikan bahwa intervensi tidak hanya layak secara ekonomi tetapi juga dapat diterima secara sosial. Untuk inisiatif serupa di tempat lain, mereka harus didukung oleh dukungan berkelanjutan, termasuk bantuan keuangan, pelatihan, dan tata kelola yang kuat. Proyek juga harus mengatasi konflik sosial yang mendasarinya dan memastikan ada sumber pendapatan yang andal untuk mencapai perubahan yang berkelanjutan.
Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dan Regional Fisheries Management Organizations (RFMO) memang berkontribusi dalam mengurangi penangkapan ikan yang berlebihan, namun sebagian besar fokusnya masih pada perikanan industri. Dengan lebih dari 90% armada penangkapan ikan di Indonesia terdiri dari nelayan skala kecil, Shidqi dan Ratna Sari percaya upaya konservasi selama ini belum cukup mengatasi akar permasalahan overfishing di komunitas ini.
Meskipun berbagai langkah telah dilakukan, tentu saja tantangan tetap ada. Tapi, pendekatan yang multi-faceted dan melibatkan masyarakat ini menunjukkan harapan besar. Semoga saja ini menjadi blueprint yang bisa diadaptasi dan dikembangkan di tempat lain. Jangan lupa, masa depan hiu thresher ada di tangan kita semua.