Krisis Ikan Air Tawar: Ketika Nenek Moyangmu Marah pada Generasi Sekarang
Pernahkah kamu berpikir kalau ikan-ikan di sungai atau danau itu punya kehidupan sosial layaknya manusia? Mereka mungkin punya grup WhatsApp, gosip soal makanan favorit, atau bahkan drama percintaan sesama ikan. Tapi, bayangkan betapa kagetnya mereka kalau tahu habitatnya terusik, sumber makanan makin langka, dan pergaulan mereka terancam oleh ulah manusia modern.
Proyek IFish, sebuah inisiatif yang didukung oleh FAO bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta pendanaan dari Global Environment Facility (GEF) adalah jawaban atas mimpi buruk ikan-ikan air tawar. Proyek ini, yang berjalan dari 2017 sampai 2024, bertujuan untuk menyelamatkan ekosistem air tawar Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati. Ingat, ikan juga butuh keadilan.
IFish: Jurus Jitu Ala Anak IPA
IFish bukan cuma sekadar proyek, tapi sebuah revolusi di dunia perikanan. Mereka mengembangkan 15 kebijakan nasional dan regional yang mengatur lebih dari 11.800 kilometer persegi ekosistem penting di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Bayangkan, itu luasnya hampir seukuran pulau Jawa! Mereka juga menerapkan model manajemen berbasis komunitas di lima lokasi percontohan, fokus pada spesies bernilai tinggi seperti sidat, arwana, dan belida. Seperti anak IPA yang lagi ngebut bikin laporan penelitian, IFish mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan praktik lapangan untuk menghasilkan solusi nyata.
Proyek ini melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah daerah, akademisi, LSM, kelompok masyarakat, hingga sektor swasta. Lebih dari 10.500 anggota masyarakat lokal mendapat pelatihan dalam budidaya berkelanjutan, pemantauan keanekaragaman hayati, dan pengolahan pasca panen.
Ketika Kearifan Lokal dan Sains Berkolaborasi
Salah satu inovasi paling keren dari proyek IFish adalah pengakuan terhadap sistem pengelolaan perikanan tradisional Lubuk Larangan di Kabupaten Kampar, Riau. Sistem ini menetapkan zona larangan tangkap untuk melindungi stok ikan. Kearifan lokal bertemu dengan pendekatan ilmiah, menghasilkan formula ampuh untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan. Ini seperti menggabungkan kekuatan kakek-nenek dengan teknologi terkini.
IFish juga berkontribusi pada restorasi alam, seperti pelepasan 2,5% dari produksi sidat budidaya ke perairan umum. Selain itu, mereka membangun jalur ikan berkelanjutan pertama di Indonesia, melindungi spesies ikan yang bermigrasi dari ancaman kepunahan.
Pemberdayaan Perempuan dan Zero Waste: Gaya Hidup Masa Kini
Proyek ini juga mendorong pendekatan zero waste dalam perikanan, serta memberdayakan kelompok perempuan untuk mengolah ikan menjadi produk bernilai tambah. Hasilnya? Program nutrisi lokal yang membantu menurunkan angka stunting di Jawa Barat. Siapa bilang perempuan cuma jago masak nasi goreng?
Ini adalah bukti nyata bahwa pelestarian keanekaragaman hayati dan pertumbuhan ekonomi bisa berjalan beriringan. IFish bukan cuma proyek percontohan, tapi model untuk dunia. Mereka menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dan kolaborasi lintas sektor. Apa yang dimulai di Indonesia, diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi negara lain.
Menuju Masa Depan Perikanan yang Berkelanjutan
Dengan berakhirnya proyek IFish, FAO dan KKP berharap agar praktik terbaik dan kebijakan yang telah dikembangkan dapat direplikasi di seluruh wilayah Indonesia. Acara diseminasi proyek di Jakarta menjadi momentum bagi pemerintah, akademisi, LSM, dan sektor swasta untuk meningkatkan upaya konservasi. Perikanan air tawar bukan cuma tentang produksi, tetapi tentang menjaga keseimbangan ekosistem dan menopang mata pencaharian.
IFish telah membuktikan bahwa pendekatan berbasis sains, partisipasi masyarakat, dan kebijakan yang kuat adalah solusi efektif. Kita harus terus mendukung kebijakan yang mendukung perikanan air tawar yang berkelanjutan dan kompetitif. Ketika kearifan lokal dan sains berkolaborasi, bukan hanya ikan yang tersenyum. Generasi masa depan juga patut bersyukur.