Dark Mode Light Mode
Cola Boy Ungkap 7 Cara Mencintai: Kisah Autograf Take That & Budaya Indonesia
Pendiri Ready at Dawn Ungkap Ubisoft Meminta Protagonis Game Mereka Pria, Mengindikasikan Diskriminasi
Otak Pekerja Mulai Dialihdayakan ke AI: Implikasi Nyata

Pendiri Ready at Dawn Ungkap Ubisoft Meminta Protagonis Game Mereka Pria, Mengindikasikan Diskriminasi

Mengapa Industri Game Masih Sering Meremehkan Pemain Cewek?

Pernahkah kamu merasa jengah dengan narasi "pahlawan berotot menyelamatkan dunia"? Atau tokoh utama cewek yang selalu dijadiin gimmick doang? Nah, baru-baru ini terungkap kisah yang bikin kita geleng-geleng kepala tentang betapa toxic-nya industri game, bahkan di level tertinggi.

Ready at Dawn, studio game yang sekarang udah ditutup, ternyata punya pengalaman ngeselin dengan publisher raksasa kayak Ubisoft. Mereka dipaksa mengubah karakter cewek yang badass jadi cowok cuma karena alasan "biar laku". Duh…

Ketika Kreativitas Dibungkam Demi Cuan

Ready at Dawn, studio yang dibeli Meta di tahun 2020 dan akhirnya ditutup pada 2024, punya rekam jejak yang lumayan di dunia game. Mereka dikenal lewat game-game kayak Daxter, beberapa spin-off God of War, dan game VR yang sukses, Lone Echo dan Echo Arena. Tapi sebelum gabung Meta, mereka sering kerja sama dengan publisher lain, salah satunya PlayStation.

Dalam sebuah wawancara, salah satu pendiri Ready at Dawn, Andrea Pessino, buka-bukaan soal pengalaman kerja dengan publisher. Salah satu cerita yang bikin emosi adalah proyek yang mereka garap bareng Ubisoft. Bayangin, rapat bulanan di Paris, dihadiri CEO Ubisoft, tapi ujung-ujungnya ide kreatif mereka dibredel.

Pessino bercerita tentang bagaimana Ubisoft ngasih masukan tentang game yang sedang mereka kembangkan. Awalnya sih dipuji-puji, tapi pas masuk ke detail, mereka minta karakter utama cewek yang badass diubah jadi cowok. Alasannya? Karena karakter cowok dianggap lebih menjanjikan secara komersial.

"To which we had to hold in the puke," kata Pessino. Gimana nggak mual, coba?

Standar Ganda yang Bikin Muak

Ready at Dawn akhirnya memilih untuk membatalkan proyek tersebut. Mereka nggak mau kompromi dengan prinsip dan visi yang udah mereka bangun. Hal ini terjadi di sekitar tahun 2008-2010. Mirisnya, Bloomberg pernah melaporkan kalau Ubisoft memang sering melakukan intervensi serupa pada masa itu, menghindari karakter cewek sebagai protagonis utama demi penjualan.

Dan yang lebih menyakitkan lagi, tindakan ini bukan cuma terjadi sekali. *Ini kayak udah jadi standar.* Coba kamu pikirkan berapa banyak game yang potensinya terbunuh karena tekanan dari atas? Berapa banyak karakter perempuan yang akhirnya cuma jadi gimmick belaka?

Pessino bilang, "That's not gonna fly," mengisyaratkan penolakannya terhadap intervensi publisher yang jelas-jelas merugikan kreativitas dan representasi. Tapi, apakah sekarang situasinya jauh lebih baik?

Industri Game yang Masih Belum Berbenah

Masalahnya, kejadian kayak gini bukan cuma cerita masa lalu. Di banyak kesempatan, pemain cewek masih sering dipandang sebelah mata. Mereka sering dihujat, diremehkan, bahkan diancam cuma karena mereka cewek yang suka main game.

Padahal, pemain cewek punya kontribusi yang besar banget di industri game. Jumlah mereka terus meningkat, dan mereka punya selera yang beragam. Tapi, kenapa sih masih ada pihak yang berusaha membungkam suara dan kreativitas mereka?

Banyak orang beranggapan bahwa game itu harus memenuhi standar pasar yang sempit, yang biasanya didominasi oleh cowok. Mereka takut kalau game dengan karakter cewek sebagai tokoh utama nggak laku, padahal nggak pernah dicoba.

Saatnya Pemain Berbicara!

Kejadian yang dialami Ready at Dawn ini harusnya jadi alarm buat kita semua. Ini bukti nyata bahwa perubahan itu penting, bahkan krusial. Jangan biarkan industri game terus-terusan berjalan di jalur yang salah.

Sebagai pemain, kamu punya kekuatan. Kamu bisa memilih game yang kamu suka, mendukung studio yang menghargai kreativitas, dan menyuarakan pendapatmu di media sosial. Jangan ragu untuk mengecam tindakan diskriminatif dan mendukung representasi yang lebih baik.

Saatnya kita, sebagai pemain, mengambil alih kendali. Kita harus terus mengingatkan para developer dan publisher bahwa game yang bagus adalah game yang inklusif dan menghargai semua pemain. Bukan cuma nguntungin segelintir orang.

Masa Depan yang Lebih Baik

Mungkin butuh waktu, tapi gue percaya perubahan itu pasti terjadi. Generasi kita, yang lebih melek terhadap isu sosial dan keadilan, akan terus menuntut perubahan. Kita nggak akan lagi menerima standar ganda yang merugikan siapapun, termasuk para pemain cewek.

Semoga cerita Ready at Dawn ini jadi pengingat bahwa industri game masih punya PR besar. Dan mari kita semua, sebagai pemain, bahu-membahu memperjuangkan masa depan game yang lebih baik.

Perjuangan belum selesai, dan mari kita terus bersuara!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Cola Boy Ungkap 7 Cara Mencintai: Kisah Autograf Take That & Budaya Indonesia

Next Post

Otak Pekerja Mulai Dialihdayakan ke AI: Implikasi Nyata