Prabowo Potong Anggaran, Honorer Kena Getahnya, Negara Untung, Rakyat Buntung?
Siapa yang sangka, kebijakan efisiensi anggaran ala pemerintahan baru malah bikin banyak orang gigit jari? Di satu sisi, pemerintah ngomongin penghematan, tapi di sisi lain, banyak pekerja honorer yang kontraknya diputus. Kok bisa begitu ya?
Kabar ini datang dari berbagai daerah. Presiden Prabowo Subianto katanya pengen negara ini lebih irit, sampai-sampai minta anggaran dipangkas hingga Rp306,69 triliun untuk tahun 2025. Instruksinya jelas, kementerian dan lembaga negara harus berhemat dan utamakan pelayanan publik. Tapi, realitanya? Jauh panggang dari api.
Di lapangan, banyak banget cerita sedih. Contohnya di Jember, Jawa Timur. Akibat anggaran yang ngepas, 16 penjaga palang kereta api honorer terpaksa dirumahkan. Alasannya klise: anggaran daerah nggak cukup buat memperpanjang kontrak mereka. Akhirnya, palang kereta ditinggal tanpa penjaga, untungnya ada relawan dan petugas dinas perhubungan yang turun tangan.
Efisiensi Anggaran: Selamat Tinggal Pekerja Honorer?
Menurut pengamat dari Jamsos Institute, kebijakan efisiensi ini bisa berdampak luas ke ekonomi. Potongan anggaran itu bisa bikin daya beli masyarakat menurun, karena banyak yang kehilangan pekerjaan. Sektor jasa, kayak perhotelan, juga bakal kena imbasnya, soalnya mereka bergantung sama kegiatan pemerintah.
Bayangkan, ribuan pekerja honorer di berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah terancam kehilangan pekerjaan. Kebanyakan dari mereka sudah berkeluarga. Jadi, pemecatan ini langsung berdampak pada kesejahteraan keluarga mereka. Nggak kebayang kan gimana pusingnya cari kerjaan baru di tengah kondisi ekonomi yang nggak pasti gini?
Dampak Buruk yang Tak Terduga
Potongan anggaran juga bisa menghambat program pemerintah yang sebenarnya berdampak positif bagi masyarakat. Contohnya, perbaikan infrastruktur, transportasi, dan pertanian. Dana buat sosialisasi dan bantuan ke petani dan UMKM jadi berkurang. Ujung-ujungnya, potensi kemerosotan ekonomi malah makin besar.
Jelas, ini bukan cuma soal angka-angka di atas kertas. Ini tentang nasib orang-orang yang selama ini mengabdi, yang sehari-harinya kerja keras buat negara. Mereka bukan cuma tenaga kerja, tapi juga tulang punggung keluarga. Apakah negara se-kejam itu sampai tega mengorbankan mereka demi efisiensi?
BPJS Ketenagakerjaan: Solusi atau Pemadam Kebakaran?
Sebagai langkah preventif, Jamsos Institute menyarankan agar BPJS Ketenagakerjaan lebih proaktif dalam menyediakan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Tapi, ya namanya juga solusi sementara. Nggak bisa mengobati luka hati dan dompet yang bolong akibat kehilangan pekerjaan.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sih bilang pemerintah bakal melakukan penelitian lebih lanjut. Tujuannya, memastikan pemotongan anggaran nggak berdampak negatif pada pekerja honorer. Pemerintah juga lagi cari solusi, supaya pengeluaran untuk pekerja, termasuk honorer, tetap aman tanpa mengorbankan layanan publik. Tapi, sampai kapan?
Jangan sampai, demi anggaran yang ramping, kita malah kehilangan banyak hal yang jauh lebih berharga. Mulai dari kepercayaan masyarakat, hingga kesejahteraan mereka yang selama ini bekerja keras buat negara. Ini bukan cuma soal angka di neraca keuangan, tapi juga soal nurani.