Kisah ‘7 Kesempatan Terlewatkan' Malaysia: Refleksi untuk Generasi Muda
Pernahkah kamu merasa ada momen-momen dalam hidupmu yang terasa seperti kesempatan emas yang terlewatkan begitu saja? Nah, ternyata, Malaysia juga punya daftar panjang tentang hal serupa. Kali ini, kita akan membahas sudut pandang baru tentang sejarah Malaysia, tepatnya mengenai "7 Kesempatan yang Terlewatkan" menurut pandangan seorang tokoh senior yang telah berkecimpung lama di dunia finansial. Siap-siap, karena artikel ini akan mengajak kamu berpikir ulang tentang masa lalu, masa kini, dan juga masa depan negara kita.
Membedah Sejarah: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Datuk Mohammed Hussein, seorang tokoh yang sudah menghabiskan waktu tiga dekade di dunia perbankan, baru saja merilis sebuah buku yang cukup menarik perhatian. Buku ini berjudul "How Malaysia Missed 7 Chances at Nation Building," yang mengulas momen-momen krusial dalam sejarah Malaysia. Buku ini mengajak kita untuk melihat kembali bagaimana keputusan-keputusan di masa lalu bisa sangat memengaruhi arah negara ini. Mungkin kita dulu berpikir semua sudah berjalan sesuai rencana, tapi ternyata ada banyak sekali ‘what if' yang menarik untuk direnungkan.
Salah satu poin utama yang diangkat dalam buku ini adalah soal kemerdekaan. Hussein mempertanyakan mengapa Malaya tidak langsung mendeklarasikan kemerdekaan pada 1945, setelah Jepang menyerah. Mengapa para pemimpin kita, pada saat itu, justru menunggu kedatangan kembali Inggris? Hmm, pertanyaan yang cukup membuat kita berpikir, ya?
Bayangkan saja, jika pada saat itu kita lebih berani mengambil keputusan, kita mungkin jadi bangsa yang punya semangat juang lebih tinggi. Mungkin juga, masyarakat Melayu akan dipandang lebih kuat dan tangguh. Tapi, ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Sekarang, mari kita lihat kesempatan-kesempatan lainnya yang juga luput dari genggaman.
Kegagalan yang Mengubah Segalanya
Kesempatan kedua yang disoroti adalah penolakan UMNO terhadap usulan Datuk Onn Jaafar untuk membuka keanggotaan bagi non-Melayu. Keputusan ini ternyata berdampak besar pada lanskap politik dan sosial Malaysia selama beberapa dekade. Pernahkah kamu membayangkan bagaimana jadinya kalau keputusan itu berbeda? Mungkin, kita tidak akan melihat partai-partai berbasis ras yang mendominasi percaturan politik.
Lalu, ada juga perdebatan tentang penyusunan Konstitusi Federal. Meskipun berhasil menghindari pertumpahan darah, Hussein berpendapat bahwa perundingan ini kurang berhasil dalam memastikan keseimbangan pengaruh politik dan ekonomi antar komunitas yang berbeda. Sepertinya, selalu ada saja hal yang kurang pas, ya?
Kita juga tidak boleh melupakan tragedi 13 Mei 1969. Hussein berpendapat bahwa Tun Abdul Razak, yang saat itu memimpin melalui Majelis Operasi Nasional (Mageran), bisa saja melakukan reformasi yang lebih signifikan jika Mageran tidak dibubarkan setelah dua tahun.
Mimpi-Mimpi yang Kandas
Tak ketinggalan, Hussein juga mengkritisi kebijakan Ekonomi Baru (NEP) yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bumiputera. Apakah kebijakan ini benar-benar berhasil mencapai tujuannya, atau justru lebih menguntungkan segelintir elite finansial? Pertanyaan ini tentu perlu kita diskusikan lebih lanjut.
Dan jangan lupakan Visi 2020 yang dicetuskan oleh Tun Dr. Mahathir Mohamad. Hussein menilai bahwa pemerintah dan para pembuat kebijakan saat itu gagal merumuskan kebijakan yang efektif untuk mengatasi berbagai tantangan yang sudah diantisipasi dalam visi tersebut. Mimpi memang indah, tapi mewujudkannya tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Terakhir, Hussein juga menyoroti kemenangan Barisan Nasional pada pemilu 2004 dan keberhasilan Pakatan Harapan (saat itu dipimpin oleh Mahathir) merebut Putrajaya pada 2018 sebagai kesempatan yang terlewatkan. Menurutnya, para politisi gagal memanfaatkan momentum perubahan politik besar ini untuk melakukan perubahan signifikan. Mungkin, terlalu banyak kepentingan yang harus dijaga, ya?
Belajar dari Sejarah, Meraih Masa Depan
Salah satu pesan kunci dari buku ini adalah pentingnya partisipasi ekonomi bumiputera yang berbasis kompetensi. Hussein menekankan bahwa kemitraan Melayu-non bumiputera itu baik, tapi harus ada partisipasi yang lebih substantif dari pihak Melayu agar mereka bisa membangun kompetensi dan menjadi lebih berkelanjutan.
Buku ini memang ditujukan untuk generasi muda, seperti milenial dan Gen Z. Tujuannya adalah untuk membuka mata mereka terhadap sejarah Malaysia dan mendorong mereka untuk lebih peduli terhadap masa depan negara. Karena, generasi muda adalah harapan bangsa, ‘kan?
Pada akhirnya, artikel ini mencoba mengajak kamu untuk berpikir kritis tentang sejarah, melihat berbagai sudut pandang, dan mengambil pelajaran untuk membangun masa depan yang lebih baik. Jadikan sejarah sebagai cermin untuk melihat diri sendiri, belajar dari kesalahan, dan jangan pernah berhenti bermimpi.