Harmoni di Pulau Dewata: Ketika Pecalang Bali Turut Jaga Keamanan Sholat
Apakah kamu pernah membayangkan bagaimana rasanya hidup di pulau yang mayoritas penduduknya memeluk agama yang berbeda denganmu, tetapi tetap bisa merasakan kehangatan toleransi yang luar biasa? Nah, itulah gambaran singkat tentang kehidupan di Bali. Sebuah pulau yang dikenal dengan keindahan alamnya, juga dikenal dengan keharmonisan antar umat beragama. Salah satu contoh nyatanya adalah ketika Pecalang, penjaga keamanan tradisional Bali, ikut serta menjaga keamanan masjid selama bulan Ramadan.
Bayangkan, di tengah hiruk pikuknya aktivitas pariwisata, di mana ribuan turis dari berbagai belahan dunia datang, di sanalah toleransi itu tumbuh subur. Sebuah pemandangan yang mungkin terasa asing di beberapa tempat lain, namun sangat lumrah di Bali. Ini bukan sekadar basa-basi, tapi sebuah bukti nyata bahwa perbedaan keyakinan bukanlah penghalang untuk saling membantu dan menghormati.
Pecalang: Bukan Sekadar Satpam, Tapi Simbol Toleransi
Pecalang, bagi sebagian orang mungkin hanya dianggap sebagai petugas keamanan tradisional. Tapi, bagi masyarakat Bali, mereka lebih dari itu. Mereka adalah penjaga adat, simbol kearifan lokal, dan agen penting dalam menjaga kerukunan sosial. Kehadiran Pecalang di masjid selama Ramadan adalah sebuah pesan yang sangat kuat. Ini adalah pernyataan bahwa keamanan dan kenyamanan beribadah adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya urusan satu golongan saja.
Dewa Rai, salah satu tokoh kunci dari Pecalang, dengan lugas mengatakan bahwa ia senang bisa membantu selama Ramadan. Pernyataan ini bukan hanya sekadar ucapan, tapi cerminan dari nilai-nilai yang mereka pegang teguh. "Di masyarakat yang majemuk ini, kita harus saling mendukung," begitulah kira-kira semangat yang selalu mereka bawa.
Kehadiran yang Diharapkan: Dukungan Tanpa Pamrih
Bagi pengurus masjid, kehadiran Pecalang adalah sesuatu yang sangat dinantikan. Mereka bukan hanya membantu menjaga keamanan, tapi juga turut serta menciptakan suasana yang kondusif untuk beribadah. Membantu menyeberangkan jamaah, mengatur parkir, dan menjaga ketertiban adalah beberapa contoh nyata dari peran mereka. Semua dilakukan dengan tulus, tanpa mengharapkan imbalan apapun. Mungkin inilah yang disebut dengan pengabdian sejati.
Muhammad Kosim, seorang pengurus masjid, mengakui bahwa kehadiran Pecalang sangat membantu, terutama karena jumlah jamaah yang meningkat drastis selama Ramadan. Ia juga menekankan bahwa kehadiran Pecalang adalah bentuk nyata dari toleransi beragama. Ini bukan hanya sekadar slogan, tapi sebuah praktik nyata yang bisa dilihat dan dirasakan.
Lebih Dari Sekadar Tugas: Sebuah Kehormatan
Bagi Pecalang, membantu menjaga keamanan masjid bukan hanya sekadar tugas. Ini adalah sebuah kehormatan. Mereka menganggapnya sebagai bagian dari tanggung jawab mereka sebagai warga negara, sekaligus sebagai wujud dari komitmen mereka terhadap nilai-nilai kebersamaan. Bayangkan betapa besar makna dari kalimat sederhana ini.
Mereka ada di sana bukan karena paksaan, tapi karena kesadaran. Kesadaran bahwa perbedaan adalah kekayaan, dan bahwa keharmonisan adalah kunci untuk menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera. Inilah pelajaran berharga yang bisa kita petik dari Bali.
Membangun Jembatan Antar Perbedaan
Di tengah berbagai isu yang seringkali memecah belah, kisah di Bali ini adalah oase yang menyejukkan. Ia mengingatkan kita bahwa perbedaan bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan, apalagi diperangi. Sebaliknya, perbedaan adalah sesuatu yang harus dirayakan.
Melalui contoh nyata seperti ini, kita belajar bahwa toleransi bukanlah sekadar kata-kata manis di bibir, melainkan tindakan nyata yang bisa kita lakukan setiap hari. Sebuah tindakan yang dimulai dari hal-hal kecil, seperti saling membantu, saling menghormati, dan saling mendukung.
Jadi, mari kita jadikan kisah di Bali ini sebagai inspirasi. Mari kita bangun jembatan antar perbedaan. Mari kita ciptakan dunia yang lebih damai dan harmonis, di mana setiap orang merasa aman dan nyaman untuk menjalankan keyakinannya masing-masing. Karena pada akhirnya, kita semua adalah manusia.
Pada akhirnya, kisah tentang Pecalang dan masjid di Bali ini bukan hanya tentang keamanan, tapi tentang kemanusiaan. Sebuah pengingat bahwa di balik segala perbedaan, kita semua memiliki satu kesamaan: keinginan untuk hidup damai dan bahagia.