Dark Mode Light Mode

Panglima TNI Bantah Dwi Fungsi TNI di Pemerintahan Prabowo

Saat Jenderal Buka Suara: Benarkah Dwifungsi Sudah Tamat?

Di tengah hiruk pikuk politik yang tak pernah sepi, pernyataan terbaru dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak menjadi sorotan. Beliau dengan tegas membantah adanya dwifungsi ABRI—istilah yang mengingatkan kita pada masa lalu—dalam pemerintahan baru. Sebuah klaim yang, jujur saja, menggelitik rasa penasaran. Apakah ini benar-benar akhir dari cerita lama, atau hanya babak baru dalam buku yang sama?

Dwifungsi memang bukan istilah baru bagi kita yang tumbuh besar di era Orde Baru. Saat itu, militer punya peran ganda: menjaga keamanan negara sekaligus terlibat dalam urusan pemerintahan. Posisi-posisi strategis diisi oleh para perwira, mulai dari gubernur hingga bupati. Ingat kan, betapa familiarnya wajah-wajah berseragam di berbagai lini kehidupan?

Namun, seiring bergulirnya reformasi, angin perubahan bertiup kencang. Demokrasi langsung menjadi pilihan, dan dwifungsi dianggap tak lagi relevan. Jenderal Maruli pun menekankan hal ini. Menurutnya, zaman sekarang sudah berbeda, tidak ada lagi tempat bagi dwifungsi. Militer, katanya, fokus mendukung program pemerintah, bukan lagi bermain di ranah politik.

Lantas, bagaimana dengan penempatan personel militer di instansi sipil? Jenderal Maruli menjelaskan, semua ada prosedurnya. Calon terpilih harus memenuhi kualifikasi, melewati proses seleksi yang resmi. Kedengarannya sih meyakinkan, tapi… Ada satu nama yang cukup menarik perhatian: Mayjen Novi Helmy Prasetya, yang kini menjabat sebagai Direktur Utama Perum Bulog.

Novi Helmy dan Teka-Teki di Balik Kursi Bulog

Penunjukan Mayjen Novi di Bulog menjadi pertanyaan besar. Mengingat, Bulog punya peran krusial dalam menjaga stabilitas harga pangan, terutama beras. Jenderal Maruli membela penunjukan ini dengan menyebutkan pengalaman Novi di bidang pertanian. Katanya, Novi sudah lama berkecimpung di sektor ini, bahkan saat menjabat sebagai Asisten Teritorial (Aster).

Selama menjabat sebagai Aster, Novi kerap berinteraksi dengan para petani, memastikan hasil panen mereka terserap oleh Bulog. Kesan yang ingin dibangun sih, Novi ini memang orang yang tepat untuk urusan pangan. Tapi, apakah pengalaman di bidang pertanian saja cukup untuk memimpin sebuah BUMN sebesar Bulog?

Jenderal Maruli juga menegaskan, Novi telah resmi mengundurkan diri dari dinas aktif militer sebelum menjabat sebagai Dirut Bulog. Hal ini tentu saja untuk menghindari pelanggaran terhadap Undang-Undang TNI No. 34 Tahun 2004. Dengan kata lain, Novi sudah bukan lagi anggota TNI aktif. Hmm, ini sih trik klasik, ya kan?

Namun, ada satu hal yang menarik perhatian: Jenderal Maruli tidak menyebutkan secara spesifik kapan Novi Helmy resmi mengundurkan diri dari dinas militer. Pernyataan yang terkesan menggantung ini, entah kenapa, membuat kita sedikit tersenyum simpul.

Antara Janji dan Realita: Benarkah Militer ‘Cuma' Mendukung?

Meskipun ada penegasan dari KSAD, pertanyaan yang muncul adalah: Sejauh mana pernyataan ini sejalan dengan realita di lapangan? Apakah benar militer hanya fokus mendukung tanpa punya kepentingan politik? Apa iya, penempatan personel militer di instansi sipil hanya soal kualifikasi dan prosedur, tanpa ada faktor lain?

Situasi politik yang dinamis terkadang membuat kita sulit membedakan mana yang benar dan mana yang sebatas pencitraan. Meskipun demikian, kita semua berharap yang terbaik. Kita ingin melihat Indonesia yang lebih baik, di mana semua elemen bangsa bekerja sama membangun negeri.

Penunjukan Mayjen Novi hanya salah satu contoh dari dinamika ini. Ini bukan soal personal, lebih kepada bagaimana kita melihat peran militer dalam pemerintahan. Harusnya, penegasan KSAD sebagai jawaban, membuat kita lebih yakin.

Transformasi atau Sekadar Ganti Baju?

Wajar jika kita memiliki pandangan yang beragam tentang isu ini. Beberapa orang mungkin merasa khawatir dengan kemungkinan kembalinya pengaruh militer dalam pemerintahan. Yang lain mungkin melihat hal ini sebagai sesuatu yang wajar, selama dilakukan sesuai aturan dan prosedur yang berlaku.

Pertanyaannya, apakah yang terjadi saat ini adalah transformasi, atau hanya sekadar ganti baju? Apakah ini akhir dari dwifungsi, atau hanya penyesuaian strategi? Jawabannya, mungkin ada di tangan kita semua.

Kita, sebagai warga negara, punya hak untuk mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan. Kita punya hak untuk memberikan kritik dan saran, demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan transparan. Kita juga punya hak untuk tidak terlalu lugu. Mari kita nikmati dramanya.

Kita memang tidak bisa mengubah masa lalu. Tapi, kita bisa belajar darinya. Kita bisa membangun masa depan yang lebih baik, dengan memastikan bahwa nilai-nilai demokrasi tetap terjaga. Karena, pada akhirnya, masa depan Indonesia ada di tangan kita.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Manic Street Preachers: 'Critical Thinking' Soal Morrissey dan Richey Edwards

Next Post

Tekken 8 Raih Game Fighting Terbaik Dice Awards 2025, Pengulangan Prestasi dalam 23 Tahun