Dark Mode Light Mode

Morbid Angel: Pembentukan Awal Sang Legenda Death Metal

Oke, mari kita jujur sejenak. Kalau bicara soal musik metal yang benar-benar berat, gelap, dan kadang bikin merinding disko, nggak mungkin kita nggak nyebut Death Metal. Genre ini muncul begitu saja dari sudut-sudut tergelap scene metal, terutama dari rawa-rawa Florida yang panas di pertengahan 1980-an. Dan di antara pionir-pionir awal yang meninggalkan jejak berdarah—secara kiasan, tentu saja—adalah Morbid Angel. Mereka bukan cuma main musik, mereka seperti memanggil entitas lain lewat riff gitar dan gebukan drum. Mari kita telusuri bagaimana suara yang mengubah wajah metal selamanya ini lahir.

Tahun 1983 adalah momen krusial bagi dunia metal. Ibaratnya, tahun itu metal mulai serius dan nggak main-main lagi soal kegelapan. Thrash Metal lahir dengan gebrakan album debut dari Metallica dan Slayer, menetapkan standar baru soal intensitas dan kecepatan yang langsung bikin banyak band baru gatal ingin melampauinya. Di Bay Area San Francisco, tanah kelahiran thrash, sekelompok remaja jerawatan bernama Possessed mulai iseng memakai istilah ‘Death Metal' buat nama demo mereka. Siapa sangka, istilah organik ini—beserta sound intens, menekan, dan penuh tema gore yang diwakilinya—perlahan menyebar ke kantong-kantong scene metal di Amerika.

Di Chicago, muncul Master, sementara Necrophagia lahir di Ohio. Namun, pusat gempa sesungguhnya ada di Florida yang cerah ceria—ironis, bukan? Di sana, beberapa calon pemimpin scene berkumpul di studio latihan yang panasnya minta ampun, siap menghancurkan semua batas norma kesopanan dan kecepatan musik yang ada. Mereka nggak datang untuk main-main; mereka datang untuk mendefinisikan ulang apa itu musik ekstrem. Florida menjadi semacam laboratorium rahasia untuk eksperimen suara metal paling brutal saat itu.

Di Orlando, seorang penggila film video nasty berusia 16 tahun, Chuck Schuldiner, membentuk Mantas (yang setahun kemudian berganti nama jadi Death). Rekaman latihan mereka yang masih kasar dan teredam ternyata punya dampak luar biasa besar di kemudian hari. Sementara itu, di Tampa, gitaris ajaib berusia 18 tahun, George Emmanuel III—yang kemudian lebih dikenal sebagai Trey Azagthoth—mulai nge-jam bareng satu-satunya teman metalhead penggila okultisme di sekolahnya, drummer Mike Browning. Mereka adalah embrio dari sesuatu yang besar dan menyeramkan.

Awalnya, duo Trey dan Mike menamai band mereka Ice, terinspirasi dari angin dingin dari jurang kehampaan—filosofis sekali untuk anak SMA. Pertunjukan pertama mereka? Ajang pencarian bakat sekolah, di mana mereka mengimprovisasi lagu cover dari Judas Priest dan Scorpions. Sungguh permulaan yang humble dan relatable, ya? Namun, fase ‘anak baik’ ini nggak bertahan lama. Mereka segera beralih membawakan lagu-lagu yang lebih gelap seperti Black Funeral dari Mercyful Fate, Baphomet dari Angel Witch, dan Black Magic milik Slayer.

Mike Browning menekankan bahwa ketertarikan mereka pada Necronomicon menjadi titik balik. "Kami mulai melakukan ritual untuk memanggil entitas-entitas ini, dan musik kami benar-benar berubah," jelasnya. Mereka merasa menjadi juru bicara bagi entitas tersebut, dan fokus mereka hanya membuat musik yang menyenangkan ‘para dewa’ itu. Musik bukan lagi sekadar hobi, tapi sebuah obsesi spiritual yang mendalam, seolah mereka diberi kemampuan bermain langsung dari ‘The Ancient Ones’. Intensitas ini yang membedakan mereka dari band lain.

Dari Ice ke Morbid Angel: Evolusi Nama Band Legendaris

Perjalanan nama band ini cukup berliku. Trey sempat membekukan Ice (maaf, pun intended) saat pindah kota, lalu bergabung dengan band bernama Death Watch, membawa serta Mike. Lagu orisinal pertama Trey yang diingat Mike adalah Dying In The Dead Zone. Konon ada rekaman bootleg langka dari era Death Watch ini, menjadi artefak suci bagi para kolektor. Pada akhir 1983, Trey mencoba nama Heretic, tapi batal karena ada band lain dengan nama sama di LA. Akhirnya, ketika seorang teman nyeletuk bahwa musiknya terdengar "morbid", lampu ide pun menyala. Morbid Angel lahir.

Dengan nama baru yang mantap, Morbid Angel mulai membangun koneksi dengan band-band sealiran di Florida. "Trey yang mengurus surat-menyurat dan tape trading waktu itu," kata Mike. Mereka kenal dan sering main bareng band lokal seperti Executioner (kemudian menjadi Obituary), Nasty Savage, Mantas (Death), dan Ravage. Namun, Morbid Angel menonjol karena satu hal: mereka satu-satunya band okultisme yang serius, bukan sekadar citra. Mereka berada di ‘kelas' tersendiri, membangun reputasi sebagai band yang benar-benar menghayati tema lirik mereka.

Fenomena tape trading alias tukar-menukar kaset rekaman menjadi kunci penyebaran musik underground saat itu. Ini adalah era media sosial pra-internet bagi para metalhead. Ratusan anak muda dengan boombox dan amplop mengirim rekaman rumahan mereka ke seluruh dunia. Setiap band berusaha menciptakan musik yang lebih ekstrem dari yang lain, meluncurkan gerakan musik akar rumput yang dampaknya masih terasa hingga kini. Pertukaran kaset ini memungkinkan ide-ide baru menyebar cepat melintasi batas geografis.

Lebih Cepat, Lebih Berat, Lebih Gelap: DNA Death Metal

Bagaimana caranya membuat musik yang lebih gila dari thrash metal yang sudah super cepat? Monte Conner dari Roadrunner Records, yang namanya tercantum di demo Morbid Angel Thy Kingdom Come (1987), punya pandangan menarik. "Metal selalu tentang persaingan, kan?" ujarnya. "Bagaimana cara memainkannya lebih cepat, lebih berat, dan membuatnya lebih jahat… Anda punya speed/thrash metal yang membawa semuanya ke kecepatan baru. Bagaimana melampauinya? Tambahkan vokal death metal dan buat terdengar lebih berat dan lebih jahat lagi." Inilah esensi evolusi menuju Death Metal.

Morbid Angel dengan cepat membuktikan diri sebagai kekuatan dominan di scene Florida, meskipun sering gonta-ganti vokalis. Bassist pertama Dallas Ward dan gitaris kedua Richard Brunelle sempat mengisi vokal. Bahkan pacar Trey bernama ‘Evilynn', Charles dari Death Watch, hingga pria yang "jauh lebih tua" bernama Kenny Bamber pernah mencoba peruntungan. Kenny, yang katanya bisa bernyanyi seperti King Diamond, sempat mengisi demo dua lagu pada 1985 sebelum akhirnya didepak. Dinamika internal band ini di awal karir cukup unik, kalau tidak mau dibilang kacau.

Pada awal 1986, Mike Browning akhirnya mengambil alih tugas vokal, sambil tetap menggebuk drum dengan pola yang luar biasa kompleks dan ekstrem. "Kami tidak mau mencoba orang baru lagi, karena kami tahu apa yang kami inginkan," alasan Mike. Keputusan ini menghasilkan formasi yang ikonik, meskipun sangat menuntut secara fisik bagi Mike. Ada rekaman di YouTube yang menunjukkan lineup ini tampil di sebuah bar di Tampa pada 1986, menampilkan gaya bermain gitar Trey yang liar dan seperti kesurupan—sesuai dengan klaim promosi awal bahwa ia adalah "reinkarnasi iblis".

Abominations of Desolation: Debut yang Tertunda

Label pertama yang tertarik pada Morbid Angel adalah indie kecil bernama Goreque Records, milik David Vincent dari North Carolina. David membiayai dan memproduseri album yang seharusnya menjadi debut mereka, Abominations Of Desolation, merekam chemistry MÄ line-up Trey/Brunelle/Ortega/Browning. Namun, hasilnya dirasa kurang memuaskan. Monte Conner dari Roadrunner mengaku tidak terlalu terkesan saat itu dan baru tertarik merekrut Morbid Angel setelah mendengar Altars Of Madness. Trey sendiri merasa album itu belum memenuhi standar yang diinginkannya.

Trey menganggap album debut adalah penanda seumur hidup, dan Abominations "tidak cukup bagus". Lagu-lagu klasik seperti Chapel Of Ghouls, Angel Of Disease, dan Unholy Blasphemies memang kemudian menemukan bentuk terbaiknya di tiga album resmi pertama mereka, dengan kecepatan dan aransemen yang lebih matang. Tak lama setelah rekaman Abominations, Morbid Angel kembali retak. Bassist John Ortega dan salah satu pendiri, Mike Browning, keluar. Trey bilang mereka "payah", tapi Mike punya versi lain soal konflik personal dengan Trey. Album Abominations pun disimpan (shelved) dan baru dirilis resmi pada 1991.

Drama internal ini hampir saja mengakhiri perjalanan band. Namun, David Vincent turun tangan membantu Trey membangun kembali Morbid Angel. Ia merekomendasikan drummer Wayne Hartsell dan bassist Sterling Von Scarborough. Keduanya tidak bertahan lama, mengikuti ‘tradisi’ Morbid Angel soal bassist dan vokalis. Akhirnya, David Vincent sendiri yang mengambil alih posisi bassist sekaligus vokalis. Dengan postur mengintimidasi, skill bass mumpuni, dan growl yang berwibawa, Vincent memberikan Morbid Angel figur frontman karismatik yang mereka butuhkan untuk naik level.

Pete Sandoval & Altars of Madness: Formula Sempurna Ditemukan

Dengan formasi baru ini, band merekam demo Thy Kingdom Come pada 1987, serangan serius pertama mereka ke industri musik. Demo ini dikirim ke media dengan pernyataan misi yang provokatif: "Musiknya adalah siksaan, kekuatannya adalah kuasa, metodenya adalah kesempurnaan dan hasilnya adalah KEMATIAN! Inilah death metal sebagaimana mestinya. Morbid Angel hidup dan mati demi demam thrash!" Pernyataan ini menunjukkan kepercayaan diri dan visi artistik yang kuat dari band.

Kepingan terakhir puzzle ditemukan Trey ketika mendengar rekaman latihan band grindcore LA, Terrorizer. Terpukau oleh permainan drum super cepat Pete Sandoval, Trey langsung merekrutnya pada 1988. Pete diterbangkan ke Florida untuk mempelajari materi baru yang sangat menantang, bahkan harus beradaptasi menggunakan double bass drum untuk pertama kalinya. Kemampuan Pete membuat rekan-rekannya terpana. Setelah Pete menguasai tempo lagu, mereka iseng memutar lagu dari band yang memakai drum machine, mengatakan telah menemukan drummer yang lebih cepat darinya. Pete pun berlatih lebih giat hingga mampu menyamai kecepatan mesin tersebut. Dedikasi level dewa!

Line-up Azagthoth/Vincent/Brunelle/Sandoval inilah yang kemudian menjadi salah satu formasi band metal paling tajam dan legendaris sepanjang masa. Setelah enam tahun penuh gejolak, gonta-ganti personel, dan pengembangan musikalitas yang intens, album debut resmi mereka, Altars Of Madness, langsung meledak dan meraih status legendaris begitu dirilis. Fokus lirik pada okultisme—yang saat itu kurang trendi di tengah dominasi tema gore murahan, perang nuklir, dan isu sosial—justru terbukti sangat menarik bagi generasi baru metalhead ekstrem, sekaligus menakutkan bagi kelompok konservatif religius di Amerika.

Meskipun judul lagu seperti Blasphemy, Lord Of All Fevers & Plagues, dan Bleed For The Devil terdengar provokatif, Morbid Angel menolak tuduhan pemujaan setan. Trey menjelaskan filosofi band dalam sebuah wawancara: "Satu-satunya motif nyata band kami adalah agar orang melakukan apa yang mereka inginkan (do what thou wilt). Agar orang berpikir dan tidak ikut-ikutan orang lain. Buat keputusanmu sendiri dan jangan melakukan sesuatu hanya karena keren—lakukan karena kamu benar-benar menyukainya, bukan hanya ingin diterima… Jadilah tuan bagi dirimu sendiri." Sebuah pesan pemberdayaan diri yang dibalut kegelapan, menjadikan Morbid Angel lebih dari sekadar band metal biasa—mereka adalah fenomena.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Tilik Singkat QNAP QNA-T310G1S: Maksimalkan Thunderbolt 3 untuk Jaringan 10G

Next Post

Implikasi Tarif Trump: Indonesia Pilih Tidak Balas