Dark Mode Light Mode

Monolith Productions: Upaya Menciptakan Kehebatan dari Sudut Pandang Mereka

Runtuhnya Monolith Productions: Kisah Perusahaan Game yang Takkan Terlupakan

Beberapa waktu lalu, kabar mengejutkan datang dari dunia gaming, Warner Bros secara resmi menutup tiga studio pengembang game mereka, termasuk Monolith Productions. Berita ini bagaikan gempa susulan di tengah badai PHK dan penutupan studio yang sudah melanda industri. Tapi, kenapa penutupan Monolith terasa begitu berbeda? Kenapa banyak gamer yang merasa kehilangan?

Jejak Langkah Sang Legenda: Awal Mula Monolith

Monolith Productions, yang didirikan pada tahun 1994, memang bukan studio game biasa. Mereka dikenal karena memiliki visual flair yang khas, mekanisme permainan yang inovatif, dan kemampuan untuk memadukan berbagai tema budaya pop dalam game mereka. Yang paling seru, kita tidak pernah bisa menebak apa yang akan Monolith ciptakan selanjutnya.

Awalnya, Monolith berasal dari perusahaan edutainment bernama Edmark. Beberapa pendiri Monolith sebelumnya bekerja di sana. Salah satu pendirinya bahkan mengaku merasa bersemangat karena melihat ada orang memakai kaos Wolfenstein 3D saat wawancara. Mereka terinspirasi oleh kesuksesan Doom, yang mengubah persepsi tentang PC sebagai platform gaming.

Dari Kucing Bajak Laut ke Shooter: Perjalanan Awal

Proyek pertama Monolith ternyata lebih unik lagi, Claw, sebuah platformer bergaya Mario tentang kucing bajak laut. Tapi takdir berkata lain, Monolith kemudian mengakuisisi Q Studios yang sedang mengembangkan Blood, game first-person shooter (FPS) mirip Doom. Akhirnya, prioritas dialihkan ke Blood, keputusan yang berdampak besar.

Blood, rilis pada Maret 1997, menempatkan pemain sebagai Caleb, seorang pelayan iblis bernama Tchernobog yang dikhianati dan dibunuh oleh tuannya. Game ini punya gaya visual yang gritty, senjata unik seperti pistol suar dan boneka voodoo, serta mode tembak alternatif yang inovatif. Blood bahkan mampu bersaing dengan game teknologi canggih seperti Quake.

Monolith dan Ledakan Game FPS

Kesuksesan Blood memicu gelombang pengembangan game FPS di Monolith. Antara tahun 1998 dan 2003, mereka merilis tujuh game baru dalam genre tersebut. Termasuk Blood 2, Shogo: Mobile Armour Division yang terinspirasi anime dan menampilkan pertempuran di dalam mech raksasa, serta dua game tie-in berlisensi yaitu Aliens Versus Predator 2 dan Tron 2.0.

"Budaya studio kami lahir dari keyakinan kuat bahwa kami bisa mencapai apa pun yang kami inginkan," kata salah satu pendirinya, Toby Gladwell. "Kami berbicara tentang game, kami bermain game bersama, baik secara kompetitif maupun untuk dianalisis. Tidak ada batasan yang signifikan karena kami semua baru dalam membangun perusahaan – selain keinginan kuat untuk membangun game yang akan berdiri sejajar dengan raksasa pada saat itu."

The Operative: No One Lives Forever dan Kejayaan Monolith

Salah satu bintang paling bersinar dari Monolith adalah The Operative: No One Lives Forever atau yang biasa disebut NOLF. Game ini menampilkan Cate Archer, seorang agen rahasia dengan kostum kucing oranye yang ikonik. Petualangan ini membawa pemain ke Maroko, Jerman, hingga luar angkasa, dengan berbagai ide, senjata, dan gadget baru di setiap levelnya. NOLF bahkan menjadi salah satu game shooter yang menampilkan tokoh protagonis wanita, sesuatu yang cukup langka pada masanya.

Tahun 2005 bisa dibilang sebagai tahun kejayaan Monolith, di mana mereka merilis tiga game sekaligus. Selain The Matrix Online, Monolith juga merilis F.E.A.R., game yang menggabungkan tema mata-mata NOLF, kekerasan ala Blood, dan pengaruh film horor Jepang, seperti Ringu. Ditambah lagi, ada dynamic slow-motion combat dan AI musuh yang canggih yang menjadikan F.E.A.R. salah satu game first-person shooter terbaik sepanjang masa

Condemned: Criminal Origins dan Gelapnya Alam Bawah Sadar

Namun, walaupun F.E.A.R. dianggap sebagai game terbaik Monolith, Condemned: Criminal Origins mungkin lebih mengerikan. Game ini adalah thriller detektif kelam yang terinspirasi oleh film seperti Se7en dan The Silence of the Lambs. Pemain harus menghadapi gelandangan gila yang menyerang dengan pipa baja dan papan kayu. Atmosfer kelam dan investigasi TKP yang mendalam membuat Condemned menjadi pengalaman gaming yang benar-benar mengesankan.

Monolith dan Era Warner Bros: Perubahan Haluan

Setelah 2005, Monolith diakuisisi oleh Warner Bros. Setelah merilis beberapa sekuel F.E.A.R. dan Condemned yang cukup baik, Monolith berubah menjadi pengembang game yang berlisensi dari Warner Bros. Mereka sempat merilis Gotham City Imposters, game multiplayer shooter unik tempat pemain bisa menjadi warga Gotham yang berpura-pura menjadi Batman atau Joker.

Middle-Earth: Shadow of Mordor dan Sistem Nemesis yang Inovatif

Pencapaian terbaik Monolith di era Warner Bros adalah Middle-Earth: Shadow of Mordor. Game open-world ini menampilkan sistem Nemesis AI yang revolusioner. Sistem ini mengubah tentara orc Sauron menjadi hierarki politik yang kompleks, dengan karakter yang mudah dikenali dan memiliki sejarah interaksi dengan pemain. Nemesis adalah konsep yang berpotensi mengubah genre game.

Paten dan Akhir Cerita

Sayangnya, Warner Bros mematenkan sistem Nemesis pada tahun 2021. Satu-satunya game yang menampilkan sistem ini setelahnya adalah Middle-Earth: Shadow of War. Monolith bahkan sedang mengerjakan game Wonder Woman yang juga akan menampilkan sistem Nemesis, namun proyek ini dibatalkan bersamaan dengan penutupan studio.

Warisan yang Hilang: Sebuah Refleksi

Saat studio game ditutup, seringkali sulit untuk mengukur apa yang hilang. Namun, bagi Monolith Productions, spirit atau dorongan untuk terus berinovasi adalah yang paling melekat dalam warisan mereka. Monolith menciptakan 23 game, satu game untuk setiap tahun keberadaan mereka. Oleh karena itu, penutupan Monolith tanpa merilis game baru selama hampir satu dekade menjadi sangat mengejutkan.

Kegagalan studio yang solid seperti Monolith dalam merilis game baru selama delapan tahun terakhir bahkan, seharusnya menimbulkan pertanyaan serius tentang praktik industri modern. Tuntutan agar setiap rilis lebih besar, lebih baik secara visual, menarik bagi audiens yang lebih luas, dan mampu melayani pemain selama bertahun-tahun, mengubah industri game menjadi permainan tanpa rugi. Permainan yang tidak boleh atau tidak mampu diselesaikan sebagian studio.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Lady Gaga, Mariah Carey, Taylor Swift Raih Penghargaan iHeartRadio Awards: Pengakuan Atas Kontribusi Gemilang

Next Post

Jam tangan freelancer Humap gambarkan rutinitas tanpa henti