Miki Berenyi: Dari Shoegaze ke "Tripla", Kehidupan Setelah Sukses yang Tak Terduga
Hai, anak muda! Pernah gak sih, kamu mikir kalau hidup itu nggak cuma tentang ngejar likes di Instagram atau dengerin lagu-lagu yang lagi viral di TikTok? Nah, kali ini kita mau ngobrolin sesuatu yang lebih deep lagi: tentang Miki Berenyi, mantan vokalis band shoegaze legendaris, Lush, yang sekarang nggak cuma sibuk main musik, tapi juga nulis buku, bikin album baru, dan yang paling penting, survive dari kerasnya dunia hiburan. Penasaran kan?
The Price of Fame: Ketika Sukses Hampir Membunuh
Pernah dengar istilah "sukses itu mahal"? Miki Berenyi, yang kini berusia 57 tahun, kayaknya tahu banget gimana rasanya. Di era 90-an, Lush, band yang ia gawangi, sempat jadi salah satu ikon musik indie yang digandrungi anak muda. Tapi, eits, kesuksesan itu ternyata nggak seindah kelihatannya. Miki pernah bilang, "Kita nggak dibangun untuk treadmill itu," mengacu pada tekanan industri musik yang gila-gilaan.
Chris Acland, Sosok Penting Bagi Lush
Salah satu poin penting yang kerap disinggung oleh Miki adalah sosok Chris Acland, drummer Lush. Kepergian Chris menjadi pukulan telak bagi Lush. Selain menjadi drummer, Chris juga menjadi penyeimbang dalam hubungan antara Miki dan Emma Anderson, gitaris Lush. Tanpa Chris, hubungan keduanya menjadi sulit. Sebuah pengingat bahwa persahabatan dan kebersamaan itu lebih berharga dari apapun.
Tripla, Album Terbaru yang Lebih Dalam
Setelah Lush bubar, Miki nggak lantas berhenti berkarya. Ia membentuk Miki Berenyi Trio dan merilis album berjudul "Tripla". Kenapa "Tripla"? Ternyata, bahasa Hongaria punya peran di sini. Miki yang separuh keturunan Hongaria memilih kata "tripla" karena terdengar ceria dan nggak pasaran. So sweet, ya? Album ini nggak cuma tentang cinta dan seks kayak lagu-lagu pop kebanyakan, tapi juga tentang isu sosial, politik, dan media sosial. Singkatnya, "Tripla" adalah refleksi dari pengalaman hidup Miki sebagai perempuan dewasa.
Fingers Crossed: Memoir yang Jujur
Mungkin kamu nggak nyangka kalau Miki juga punya sisi kelam. Dalam memoarnya, Fingers Crossed: How Music Saved Me from Success, ia nggak ragu mengungkap pengalaman pahitnya, termasuk pelecehan seksual yang pernah dialaminya. Nggak semua orang berani speak up soal ini, kan? Miki justru memilih untuk berbagi, nggak cuma buat dirinya sendiri, tapi juga buat orang lain yang mungkin punya pengalaman serupa. Respect!
Musik Press dan Peran Penting Robin Guthrie
Masa-masa kejayaan Lush juga nggak lepas dari peran pers musik. Miki mengakui bahwa pers musik di era 90-an punya peran penting dalam membangun dan mempromosikan band-band indie. Tak hanya itu, Lush juga beruntung pernah mendapat bantuan dari Robin Guthrie, produser dari Cocteau Twins. Guthrie dinilai mampu mengeluarkan sisi terbaik dari Lush.
Warna Rambut: Antara Identitas dan Kepraktisan
Bicara soal penampilan, siapa sangka kalau warna rambut merah menyala yang jadi ciri khas Miki ternyata cuma karena ia iseng mewarnai rambut sejak remaja? Nggak ada maksud tertentu, guys! Tapi, setelah punya anak, Miki nggak punya waktu lagi buat maintance rambut. Relatable, kan?
Shoegaze: Antara Candaan dan Genre Musik
Terakhir, ada istilah "shoegazing" yang jadi trademark musik Lush. Istilah ini sebenarnya muncul sebagai sindiran buat band-band indie yang suka main sambil nunduk ngelihat pedal efek. Lucunya, istilah ini justru jadi genre musik yang punya banyak penggemar. Revenge of the nerds, bro!
So, Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Dari perjalanan hidup Miki Berenyi, kita bisa belajar banyak hal. Bahwa sukses itu nggak selalu tentang popularitas, tapi juga tentang bagaimana kita bisa bertahan dan survive dari segala tantangan. Bahwa penting untuk tetap berkarya dan jujur pada diri sendiri. Dan yang paling penting, nggak ada salahnya buat ngebucin sama musik yang kita suka!
Tripla sudah rilis, dan tur Miki Berenyi Trio juga sudah dimulai. Jangan lupa dengerin, ya!