Dark Mode Light Mode

Meta Resmi Akhiri Program DEI

Meta menghentikan program DEI dan merombak kebijakan keberagamannya. Langkah ini memicu perdebatan sengit, apakah ini inovasi atau kemunduran?

Meta, perusahaan di balik Facebook, Instagram, dan Threads, baru saja membuat keputusan yang bikin heboh. Mereka resmi mengakhiri program Diversity, Equity, and Inclusion (DEI)—program yang selama ini menjadi landasan dalam perekrutan, pelatihan, dan keputusan vendor mereka. Keputusan ini langsung memantik pro dan kontra, apalagi setelah alasan yang diberikan mengindikasikan perubahan strategi besar-besaran dalam budaya kerja Meta.

DEI: Dulu Penting, Sekarang ‘Usang’?

Dalam memo internal yang bocor, Janelle Gale, Wakil Presiden Sumber Daya Manusia Meta, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil karena “landskap hukum dan kebijakan terkait DEI di Amerika Serikat sedang berubah.” Secara spesifik, Gale menyoroti keputusan Mahkamah Agung baru-baru ini, yang dianggap akan mengubah cara pengadilan memandang inisiatif DEI.

Namun, alasan ini tidak lepas dari kontroversi. Banyak yang melihat langkah Meta sebagai upaya untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan politik Donald Trump, yang telah lama mengkritik DEI sebagai praktik yang bias dan diskriminatif. Sebelumnya, Trump berjanji untuk menghapus program-program semacam ini di perusahaan dan kampus jika kembali berkuasa.

Langkah-Langkah Kontroversial Meta

Dalam memo tersebut, Gale merinci lima perubahan besar yang akan diimplementasikan Meta:

  1. Penghapusan Tim DEI: Meta membubarkan tim khusus yang mengelola program DEI, menggantinya dengan pendekatan “praktik adil dan konsisten” yang diklaim tidak mendiskriminasi latar belakang siapa pun.
  2. Berakhirnya Target Representasi: Meta tidak lagi menetapkan target representasi untuk kelompok minoritas dan perempuan. Padahal, data 2022 menunjukkan bahwa perempuan hanya 37,1% dari karyawan global Meta, sementara 6,5% adalah Hispanik dan 4,9% adalah kulit hitam.
  3. Pemutusan Hubungan dengan Bisnis Milik Minoritas: Meta tidak lagi memprioritaskan bisnis milik kelompok minoritas sebagai mitra, dengan alasan ingin fokus pada usaha kecil dan menengah secara umum.
  4. Perubahan Strategi Perekrutan: Alih-alih mencari kandidat dengan latar belakang beragam, Meta akan mengadopsi pendekatan baru yang belum jelas seperti apa detailnya.
  5. Pergeseran Fokus Program Pelatihan: Program pelatihan DEI akan digantikan dengan pelatihan yang lebih netral secara politis dan tidak dianggap memihak kelompok tertentu.

Tudingan Politis: DEI Jadi Korban Trump-Era 2.0?

Banyak pihak melihat perubahan ini sebagai langkah Meta untuk merangkul politik Trump. Tidak hanya mematikan DEI, Meta juga baru saja membubarkan program pengecekan fakta (fact-checking) yang mereka terapkan sejak 2016. Mark Zuckerberg menyebut fact-checking terlalu “bias politis” dan merusak kepercayaan pengguna terhadap platform Meta.

Yang lebih mengejutkan, Meta juga dilaporkan melonggarkan aturan kebencian. Beberapa perubahan ini termasuk mengizinkan penggunaan penghinaan anti-trans, menyebut perempuan sebagai “milik,” dan menganggap homoseksualitas sebagai penyakit mental. Tidak heran, organisasi seperti GLAAD mengecam keras perubahan ini, menyebut Meta menciptakan “lanskap yang tidak aman” bagi komunitas LGBTQ+.

Apa yang Salah dengan DEI?

Meta menyebut bahwa istilah DEI kini “sarat muatan politis” dan dianggap beberapa pihak sebagai cara untuk memberikan perlakuan istimewa bagi kelompok tertentu. Meski terdengar masuk akal bagi sebagian orang, statistik menunjukkan bahwa banyak kelompok minoritas masih tertinggal di tempat kerja, termasuk di Meta sendiri.

Di sisi lain, ada kritik bahwa DEI kadang gagal mencapai tujuan sebenarnya. Beberapa studi menunjukkan bahwa program DEI yang buruk pelaksanaannya bisa menciptakan resistensi dari karyawan dan tidak benar-benar mengubah budaya perusahaan.

Dampak: Apa Artinya untuk Meta dan Industri Teknologi?

Keputusan Meta bisa menjadi sinyal perubahan besar di industri teknologi, terutama bagi perusahaan besar yang sering menjadi penentu tren. Dengan menghapus program DEI, Meta mungkin akan menarik perhatian pemerintahan Trump (jika terpilih kembali) sebagai sekutu potensial. Namun, langkah ini juga berisiko mengasingkan banyak karyawan, mitra bisnis, dan pengguna.

Di saat yang sama, Meta juga masih bergulat dengan tuntutan hukum terkait diskriminasi dan pembalasan terhadap karyawan perempuan. Dalam satu kasus, perusahaan bahkan mencoba memaksa gugatan ini ke arbitrase, sebuah langkah yang semakin menimbulkan kritik tentang komitmen Meta terhadap kesetaraan.

Masa Depan Meta: Inovasi atau Kemunduran?

Bagi Mark Zuckerberg, keputusan ini mungkin hanya bagian dari strategi besar untuk “mengembalikan kepercayaan” pada platformnya. Namun, tanpa DEI, Meta harus membuktikan bahwa pendekatan barunya benar-benar dapat menciptakan budaya yang inklusif tanpa membuat kelompok minoritas merasa tersingkirkan.

Langkah ini jelas akan menjadi ujian berat bagi Meta di mata publik. Apakah mereka benar-benar bergerak maju dengan inovasi, atau malah terjebak dalam nostalgia masa lalu yang penuh kontroversi?

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Automattic Pangkas Kontribusi, Konflik dengan WP Engine Memanas

Next Post

Dean Lewis Rilis 'With You': Lagu yang Hampir Jadi Milik Rihanna