Harga susu udah kayak harga 1 gram emas Antam. Siapkah kalian punya anak? Buat yang masih ragu, mari kita bahas dulu salah satu solusi ekonomis yang sering luput dari perhatian: menyusui. Aktivitas yang terlihat sederhana ini ternyata punya nilai ekonomi dan sosial yang luar biasa, meski jarang diakui sebagai “pekerjaan.” Feminisme menyebutnya sebagai unpaid labor, atau pekerjaan tanpa bayaran yang menopang keluarga dan masyarakat. Tapi, apa sebenarnya maksud dari konsep ini?
Apa Itu Unpaid Labor?
Unpaid labor adalah pekerjaan yang dilakukan tanpa kompensasi finansial, tetapi memberikan manfaat besar bagi orang lain. Menyusui adalah salah satunya. Seorang ibu tidak hanya memberi makan anaknya, tetapi juga menghemat biaya yang biasanya dikeluarkan untuk susu formula. Kalau dihitung-hitung, harga susu formula premium bisa bikin dompet auto nangis.
Namun, meskipun berdampak besar, pekerjaan ini sering dianggap “biasa” karena tidak menghasilkan pendapatan langsung. Sistem ekonomi kapitalis cenderung memprioritaskan pekerjaan yang menghasilkan uang, sehingga aktivitas seperti menyusui terpinggirkan dari pengakuan formal.
Menyusui: Kerja atau Naluri?
Menyusui sering dilihat sebagai aktivitas biologis, bahkan dianggap “naluri ibu.” Tapi kalau kita mau jujur, ini adalah bentuk kerja reproduksi. Bayangkan saja: seorang ibu menyusui selama beberapa jam sehari, sering kali kurang tidur, bahkan terkadang merasa sakit. Semua itu dilakukan demi memastikan kebutuhan anaknya terpenuhi.
Secara fisik, menyusui menuntut banyak energi. Perubahan hormon juga memengaruhi emosi dan keseimbangan mental ibu. Tapi, meskipun begitu berat, aktivitas ini sering dianggap biasa saja karena tidak menghasilkan uang langsung. Feminisme hadir untuk mengingatkan bahwa pekerjaan seperti ini tidak boleh diabaikan nilainya.
Apa yang Salah dengan Sistem Kita?
Masalah utama adalah cara pandang masyarakat terhadap pekerjaan perempuan di rumah. Aktivitas seperti menyusui dianggap sebagai tanggung jawab alamiah, bukan pekerjaan yang membutuhkan pengakuan. Padahal, jika aktivitas ini dihargai secara ekonomi, nilainya bisa setara dengan pekerjaan profesional.
Ini bukan soal minta gaji untuk setiap ibu yang menyusui, tetapi soal pengakuan bahwa pekerjaan domestik dan reproduksi perempuan itu penting. Dukungan seperti cuti melahirkan yang memadai, akses ke fasilitas kesehatan, atau bahkan kampanye kesadaran tentang pentingnya peran ibu menyusui adalah langkah nyata yang bisa diambil.
Pentingnya Pengakuan
Mengakui pekerjaan seperti menyusui sebagai bagian dari unpaid labor bukan sekadar soal teori feminis. Ini juga soal keadilan. Ketika pekerjaan ini dihargai, perempuan tidak lagi merasa bahwa kontribusi mereka dalam keluarga dianggap remeh. Selain itu, pengakuan ini juga membuka jalan untuk kebijakan yang lebih baik, seperti subsidi untuk kebutuhan anak atau perlindungan sosial bagi ibu rumah tangga.
Feminisme mengajarkan kita untuk melihat lebih dalam: menyusui bukan sekadar aktivitas cinta kasih seorang ibu, tetapi juga pekerjaan yang menopang generasi mendatang. Dengan mengakui pekerjaan ini, kita berkontribusi pada masyarakat yang lebih setara dan manusiawi.
Bagaimana Kita Bisa Berperan?
Diskusi tentang menyusui sebagai unpaid labor adalah ajakan untuk menghargai pekerjaan perempuan yang sering tidak terlihat. Mulai dari menunjukkan apresiasi hingga mendukung kebijakan yang berpihak pada perempuan, semuanya bisa menjadi langkah kecil menuju perubahan besar.
Menyusui itu kerja, dan seperti kerja lainnya, ia layak dihormati dan didukung. Kalau kita bisa menghitung nilai emas per gram, kenapa kita tidak bisa menghitung nilai pekerjaan seorang ibu yang memberikan seluruh hidupnya untuk keluarganya?