Xbox: Antara Mimpi Besar dan Realita yang (Agak) Keras
Selamat datang di edisi spesial yang harusnya diisi oleh Nilay, tapi karena dia lagi cooling down dari berita-berita yang bikin kepala berasap, ya sudah, saya yang gantiin. Kali ini, kita enggak akan bahas politik atau "kiamat teknologi" yang membosankan itu. Kita bakal ngobrolin sesuatu yang lebih seru: industri video game, khususnya tentang perjuangan (agak) dramatis yang lagi dialami Microsoft dan divisi Xbox-nya.
Xbox, kalau kamu belum tahu, tahun ini merayakan ulang tahun ke-50 Microsoft. Untuk hampir setengah abad itu, Xbox sudah jadi pilar utama dalam bisnis perangkat keras dan lunak konsumen, termasuk menjadi salah satu dari "Big Three" di dunia konsol selama seperempat abad terakhir, berdampingan dengan PlayStation dari Sony dan Nintendo.
Namun, belakangan ini, suasana di "Negeri Xbox" agak kurang menyenangkan. Bahkan, bisa dibilang Xbox sudah kesulitan dalam beberapa waktu terakhir. Banyak masalah yang dihadapi, berakar dari masalah distribusi software: bagaimana caranya menghasilkan game yang sukses, ketika biaya pembuatannya semakin mahal, tuntutan akan game yang semakin besar, dan kualitas yang juga harus tinggi? Bagaimana cara mendanai proyek-proyek ambisius ini, dan bagaimana cara game yang sudah jadi itu sampai ke tangan konsumen? Apalagi, konsumen sekarang sudah mulai enggan membeli Xbox baru dan ogah-ogahan ngeluarin duit $70 (sekitar Rp1 jutaan) buat game baru.
Nintendo dan Sony: Superioritas yang Bikin Iri
Nintendo dan Sony, by the way, kayaknya sudah berhasil memecahkan teka-teki ini. Keduanya menikmati dominasi di pasar konsol sejak 2017, meskipun dengan cara yang berbeda. Tahun itu juga jadi momen debut Switch, yang langsung meledak, dan PS4 dari Sony sudah mengukuhkan PlayStation sebagai juara di era 2010-an. Tapi, 2017 juga menjadi momen debut Xbox Game Pass, layanan berlangganan yang digadang-gadang mirip Netflix-nya game.
Saat itu, CEO Microsoft Gaming, Phil Spencer, punya rencana besar. Setelah hampir 20 tahun berfokus hanya pada perangkat keras eksklusif, Microsoft akhirnya mengubah haluan. Mereka memanfaatkan keahlian di bidang cloud computing dan pundi-pundi uang dari software Windows untuk mencoba sesuatu yang baru. Mereka mencampurkan game berlangganan, cloud streaming, dan kesediaan untuk menempatkan software-nya di platform pesaing untuk keluar dari persaingan yang sepertinya sudah tak ada harapan lagi.
Game Pass: Apakah Ini Netflix?
Delapan tahun kemudian… well, ternyata enggak sesukses yang kita duga. Xbox masih di peringkat ketiga dalam "perlombaan" konsol. Beberapa perkiraan bahkan menyebutkan penjualan perangkat keras Xbox kurang dari setengah penjualan PS5 dari Sony. Padahal, Microsoft sudah jor-joran mengakuisisi studio game, yang menghabiskan hampir $100 miliar.
Sementara itu, Nintendo seperti berada di liga yang berbeda. Sejak konsol itu diluncurkan, mereka sudah menjual lebih dari 150 juta unit Switch. Switch 2 yang akan datang akhir tahun ini juga diharapkan menjadi smash hit.
Jadi, Game Pass memang sukses, tapi jelas belum mengubah dunia seperti yang dilakukan Netflix untuk Hollywood. Orang-orang masih lebih suka membeli game baru secara langsung, bahkan ada yang masih beli disc fisik di toko. Streaming game ke ponsel atau TV lewat cloud juga masih sangat niche.
Kegagalan Rencana Xbox: Salahnya di Mana?
Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa rencana besar Microsoft enggak berjalan sesuai harapan? Dan bisakah mereka tetap sukses kalau semua faktor yang tepat bersatu dalam beberapa tahun ke depan? Untuk membahas semua ini, saya mengajak Ash Parrish, reporter video game dari The Verge, untuk berbagi cerita tentang perjuangan Xbox dan Game Pass, serta ke mana arah industri game di masa depan.
Apa yang salah dengan model bisnis Xbox, dan apakah Game Pass sebenarnya menguntungkan?
Masa Depan Xbox: Antara Harapan dan Realita:
- Akuisisi Studio Game: Microsoft telah melakukan banyak akuisisi studio game, yang seharusnya bisa menghasilkan konten eksklusif yang berkualitas. Namun, apakah investasi sebesar itu sepadan? Apakah game eksklusif ini cukup kuat untuk menarik konsumen membeli Xbox, atau hanya sekadar menambah daftar game di Game Pass?
- Persaingan dengan Sony dan Nintendo: Sony dan Nintendo punya strategi masing-masing yang terbukti sukses. Keduanya punya basis penggemar loyal dan game eksklusif yang sangat kuat. Xbox harus menemukan cara untuk bersaing, entah dengan menawarkan pengalaman gaming yang lebih unik, atau dengan menjalin kerja sama dengan developer lain.
- Game Pass dan Masa Depan Distribusi Game: Game Pass bisa jadi masa depan, atau paling tidak, cara alternatif untuk menikmati game. Namun, apakah model berlangganan ini cukup berkelanjutan? Apakah developer akan tetap mau membuat game untuk Game Pass jika mereka merasa pendapatannya tidak maksimal?
Masa Depan Industri Game:
- Cloud Gaming: Teknologi cloud gaming menjanjikan, tapi masih belum booming. Keterbatasan infrastruktur internet dan masalah latency (keterlambatan) masih jadi tantangan. Apakah cloud gaming akan jadi besar, atau hanya akan tetap jadi opsi tambahan?
- Tren dan Inovasi: Industri game selalu berubah. Munculnya teknologi baru seperti VR (Virtual Reality) dan Metaverse akan membawa tren baru. Xbox harus tetap up-to-date dengan semua perubahan ini, dan terus berinovasi agar tetap relevan.
- Persaingan yang Semakin Ketat: Industri game semakin kompetitif, dengan semakin banyak pemain baru yang masuk. Tidak hanya perusahaan konsol, tetapi juga perusahaan teknologi. Perusahaan seperti Google atau Amazon juga tertarik untuk mengembangkan bisnis game.
Kita lihat saja apa yang akan terjadi. Xbox, dengan semua ambisinya, harus benar-benar memutar otak untuk bisa bersaing. Apakah Xbox punya "kartu as" yang belum dimainkan? Kita tunggu saja.