Pemimpin Daerah Bolos: Retreat Negara Rasa Drama Korea?
Bayangin deh, udah kayak serial drama perebutan kekuasaan, tapi ini beneran terjadi di Indonesia. Rapat kerja pemerintah daerah yang seharusnya jadi ajang mempererat tali persaudaraan malah jadi ajang bolos massal. Kok bisa sih? Ya, gara-gara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ngajakin boikot. Katanya sih, ada unsur politis di balik kasus korupsi yang menjerat salah satu petinggi partai.
Eh, tapi tunggu dulu. Ini bukan sekadar drama politik biasa. Ini tentang nasib 47 pemimpin daerah yang memilih absen di acara penting negara. Padahal, acaranya kok kayaknya penting banget, lho. Tujuannya, sih, katanya buat memperkuat tata kelola pemerintahan daerah dan percepatan pembangunan. Menteri Dalam Negeri aja sampai turun tangan buat ngeyakinin mereka buat datang.
Jangan Bolos, Nanti Gak Dapat "Sertifikat Kekompakan"!
Menteri Dalam Negeri, Bapak Tito Karnavian, dengan nada yang cukup santai tapi serius, berharap para pemimpin daerah yang absen bisa nyusul atau minimal ngirim perwakilan. Katanya, orientasi ini krusial banget. Ya, siapa tahu di acara itu mereka bisa dapat tips-tips ampuh buat ngurus daerahnya masing-masing. Lagipula, rugi banget kalau sampai ketinggalan.
Bapak Tito juga bilang, acara ini bukan cuma buat kepentingan pemerintah pusat, tapi juga buat kepentingan daerah itu sendiri. Dengan ikut retreat ini, para pemimpin daerah bisa dapat fondasi yang kuat sebelum menjabat selama lima tahun ke depan. Sayang banget kan kalau gak dimanfaatin?
Nah, yang paling menarik, retreat ini juga jadi ajang buat para pemimpin daerah buat membangun keakraban dan kerja sama yang efektif. Bapak Tito bahkan cerita, di hari pertama aja, mereka udah pada akrab. Ada yang dari Jawa, Sragen, Ambon, bahkan sampai sharing kamar. "Itulah yang kita harapkan. Rakyat yang memilih mereka, dan rakyat nanti yang akan menilai kinerjanya," kata Bapak Tito. Wah, kayaknya bakal seru nih.
"Tunda Dulu Urusan Negara, Kita Protes Dulu!"
PDI-P, pimpinan Ibu Megawati Soekarnoputri, ternyata jadi dalang di balik aksi boikot ini. Mereka nge-WA para gubernur, bupati, dan wali kota yang berafiliasi dengan partai buat gak datang ke retreat. Alasannya, sih, karena ada penangkapan Sekretaris Jenderal PDI-P atas kasus korupsi. Partai merasa kasus ini bermuatan politis. Wah, drama banget, ya?
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bapak Bima Arya, bilang ada enam pemimpin daerah yang gak bisa datang karena alasan kesehatan atau keluarga. Tapi, dia gak ngekonfirmasi apakah sisanya itu semua politisi PDI-P atau bukan. Tapi yang jelas, banyak banget yang gak hadir.
Beberapa tokoh penting yang absen antara lain Gubernur Jakarta, Bapak Pramono Anung; Gubernur Bali, Bapak I Wayan Koster; dan Wali Kota Semarang, Ibu Agustina Wuliajeng. Padahal, mereka ini pemimpin daerah yang punya peran penting, lho. Tapi, ada juga beberapa pejabat yang berafiliasi dengan PDI-P tapi tetep dateng, kayak Bupati Lebak Bapak Hasbi Jayabaya dan Gubernur Kalimantan Barat Ibu Ria Norsan.
Uang Negara Jangan Cuma Buat Makan Siang, Dong!
Juru bicara Bapak Hasbi Jayabaya bilang, acara ini kan dibiayai negara. Jadi, kalau gak dateng tanpa alasan yang jelas, ya sama aja kayak buang-buang uang. Sementara itu, Ibu Ria Norsan menjelaskan, meskipun dia didukung PDI-P, dia sebenarnya anggota Partai Golkar. Nah loh, siapa yang salah, nih?
Retreat ini tujuannya jelas, yaitu menyelaraskan tata kelola pemerintahan daerah dengan kebijakan nasional. Sampai hari pembukaan, ada 448 pemimpin daerah yang hadir, beberapa di antaranya bahkan butuh bantuan medis. Jadi, kayaknya ini acara penting banget, deh.
Tapi, ya gitu deh, politik memang selalu penuh kejutan. Kadang, kepentingan partai lebih penting daripada kepentingan negara. Atau mungkin, mereka cuma pengen nge-prank pemerintah? Entahlah.
Negara Butuh Pemimpin, Bukan Aktor Drama!
Insiden ini, mau gak mau, menimbulkan pertanyaan tentang komitmen para pemimpin daerah terhadap tugas dan tanggung jawab mereka. Apakah mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan daripada kepentingan masyarakat luas? Apakah mereka rela mengorbankan kesempatan untuk belajar dan berkolaborasi demi kepentingan politik sesaat?
Kita sebagai masyarakat, tentu punya hak untuk mempertanyakan hal ini. Kita berhak menuntut para pemimpin kita untuk bekerja keras, jujur, dan bertanggung jawab. Jangan sampai mereka cuma jadi aktor dalam drama politik yang gak ada ujungnya. Negara ini butuh pemimpin, bukan cuma aktor yang jago akting di depan kamera.
Semoga, di masa depan, kita bisa melihat lebih banyak pemimpin daerah yang benar-benar peduli dengan nasib rakyatnya. Bukan cuma mikirin kepentingan partai atau golongan. Karena pada akhirnya, merekalah yang akan menentukan arah dan masa depan daerahnya masing-masing.
Semoga kita juga bisa lebih cerdas dalam memilih pemimpin. Jangan sampai suara kita disalahgunakan oleh orang-orang yang cuma mikirin dirinya sendiri. Karena, masa depan negara ini ada di tangan kita semua.