Dark Mode Light Mode

Memberdayakan Komunitas Kontemplatif di Indonesia

Bayangkan sejenak, tahun 1212, seorang gadis muda dari keluarga bangsawan Italia yang kaya raya, Chiara Offreduccio di Favarone, memutuskan untuk say goodbye pada kenyamanan dan kemewahan. Bukan karena bosan atau ikut tren minimalist living ala-ala, tapi karena panggilan hati yang begitu kuat untuk mengikuti Yesus Kristus dalam kemiskinan, kesucian, dan ketaatan total. Meninggalkan zona nyaman? Chiara melakukannya secara literal, level ekstrem, memilih jalan hidup yang sama sekali berbeda dari ekspektasi keluarganya dan lingkungannya.

Keputusan Chiara bukanlah tanpa inspirasi; ia "terpapar" idealisme radikal dari Santo Fransiskus dari Assisi. Bisa dibayangkan betapa kaget dan mungkin pusing tujuh keliling keluarganya saat mendapati putri mereka memilih jalan hidup yang tak terduga ini. Sebagai tanda kesungguhan dan keputusan yang tak dapat diubah lagi, Chiara memotong rambutnya – sebuah simbol penyerahan diri sepenuhnya pada kehidupan baru sebagai mempelai Kristus. Tindakan ini menegaskan bahwa baginya, tidak ada jalan untuk kembali ke kehidupan lamanya yang penuh previlese.

Pada masa itu, seorang wanita muda memasuki biara bukanlah hal yang asing, terutama bagi kalangan bangsawan. Namun, biasanya biara yang dipilih akan mencerminkan status sosial keluarganya, lengkap dengan fasilitas dan gaya hidup yang relatif nyaman. Pilihan Chiara untuk memeluk kemiskinan absolut, mengikuti teladan Fransiskus, dianggap sebagai sesuatu yang baru, mengejutkan, dan bahkan mungkin sedikit scandalous di mata masyarakat kelas atas kala itu. Ini bukan sekadar pindah rumah, tapi pindah universe kehidupan.

Namun, pilihan ekstrem Chiara ternyata tidak membuatnya sendirian. Tak lama kemudian, banyak wanita muda lain yang terinspirasi dan bergabung dengannya, membentuk sebuah komunitas baru. Chiara Offreduccio kemudian dikenal di seluruh dunia sebagai Santa Klara dari Assisi, pendiri Ordo Suster Klaris Miskin (Poor Clares). Mereka menjadi bukti bahwa panggilan hati bisa mengalahkan logika duniawi dan kenyamanan materiil.

Ciri khas yang paling menonjol dari Ordo Klaris Miskin adalah konsep kemiskinan mereka yang next level. Bukan hanya para suster secara individu yang melepaskan harta pribadi, tetapi komunitas biara itu sendiri secara keseluruhan tidak boleh memiliki apa pun secara berlebihan. Mereka hidup bergantung sepenuhnya pada penyelenggaraan Ilahi dan kerja keras tangan mereka sendiri. Ini adalah bentuk kemiskinan komunitas yang radikal, sebuah tantangan iman yang terus-menerus.

Warisan Santa Klara terus hidup hingga hari ini, menginspirasi para wanita di seluruh penjuru dunia untuk mengikuti jejaknya. Termasuk di Indonesia, negara kepulauan dengan populasi Muslim terbesar di dunia, di mana umat Kristen hanya sekitar 10 persen dan Katolik sekitar 3 persen dari total 272 juta jiwa. Meskipun minoritas, Gereja Katolik di Indonesia menunjukkan vitalitas yang luar biasa, salah satunya terlihat dari banyaknya panggilan religius yang tumbuh subur.

Di tengah konteks keberagaman ini, Biara Suster Klaris Miskin di Gunungsitoli, Pulau Nias (Keuskupan Sibolga mencakup Pulau Nias dan sebagian wilayah Tapanuli Tengah, bukan Pulau Weetebula), juga diberkati dengan banyak panggilan. Perkembangan ini begitu menggembirakan sehingga pada tahun 2017, mereka mampu mendirikan fondasi baru dengan mengirim 10 suster ke Sibolga, sebuah kota di pesisir Sumatera Utara. Proyek pendirian komunitas baru ini turut didukung oleh para donatur Aid to the Church in Need (ACN).

Jejak Ketaatan di Sibolga: Lahirnya Komunitas Baru

Pendirian komunitas baru di Sibolga ini bukanlah sekadar ekspansi geografis, melainkan perluasan ladang doa dan pelayanan dalam kesederhanaan. Sepuluh suster perintis membawa semangat Santa Klara ke tanah Sibolga, memulai kehidupan kontemplatif di tengah masyarakat yang mungkin belum terlalu familiar dengan corak hidup mereka. Ini adalah langkah iman yang besar, membutuhkan keberanian dan keyakinan penuh pada tuntunan Tuhan, mirip seperti langkah pertama Santa Klara berabad-abad lalu.

Para suster di Sibolga menjalani kehidupan yang ketat dalam doa dan penitensi, mempersembahkan seluruh hidup mereka untuk mendoakan kebutuhan Gereja dan seluruh dunia. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu dalam keheningan biara, berdialog dengan Tuhan dan merenungkan misteri iman. Namun, kehidupan mereka jauh dari kata pasif; doa mereka adalah sebuah "pekerjaan" spiritual yang tak kenal lelah, menjadi penopang tak terlihat bagi banyak orang. Suster Maria Coleta Simamora berbagi, "Kami hidup dari hari ke hari dalam kesederhanaan yang luar biasa, namun penuh sukacita."

Hidupi Panggilan dengan Karya Tangan

Untuk menopang kehidupan sehari-hari dan kebutuhan biara, para suster Klaris Miskin di Sibolga mengamalkan prinsip ora et labora – berdoa dan bekerja. Mereka tidak bergantung pada sumbangan tetap, melainkan berusaha mandiri melalui karya tangan. Produk utama mereka meliputi pembuatan lilin liturgi, menjahit jubah atau pakaian liturgi lainnya, serta memproduksi hosti yang akan digunakan dalam perayaan Ekaristi di paroki-paroki sekitar. Pekerjaan ini bukan hanya sumber nafkah, tapi juga bagian dari Keterlibatan mereka dalam kehidupan Gereja lokal.

Sayangnya, semangat berkarya para suster ini seringkali terbentur oleh keterbatasan fasilitas. Peralatan yang mereka miliki saat ini sangat sederhana dan bisa dibilang cukup jadul. Kondisi ini membuat proses produksi menjadi lebih sulit, memakan waktu lebih lama, dan hasilnya mungkin belum seoptimal yang diharapkan. Bayangkan saja, membuat lilin dengan cetakan seadanya atau menjahit jubah kompleks dengan mesin jahit yang mungkin lebih cocok jadi pajangan museum ketimbang alat produksi.

Upgrade Perlengkapan: Bukan Sekadar Ingin, Tapi Kebutuhan

Melihat tantangan ini, para suster memberanikan diri mengajukan permohonan bantuan untuk meningkatkan kualitas peralatan kerja mereka. Kebutuhan spesifik mereka adalah pengadaan peralatan yang lebih baik untuk pembuatan lilin (seperti cetakan yang lebih presisi dan efisien) serta mesin jahit profesional untuk pembuatan jubah liturgi. Ini bukan soal kemewahan, tapi tentang efisiensi dan keberlanjutan karya mereka dalam mendukung kehidupan biara dan pelayanan kepada Gereja.

Dengan peralatan yang lebih memadai, para suster dapat bekerja lebih efektif, menghasilkan produk berkualitas lebih baik, dan pada akhirnya, lebih mampu menopang hidup komunitas mereka secara mandiri. Ini akan meringankan beban mereka dan memungkinkan mereka untuk lebih fokus pada panggilan utama mereka: doa dan kehidupan kontemplatif. ACN telah berjanji untuk membantu mewujudkan kebutuhan ini dengan dukungan dana sebesar $17,918 (sekitar Rp 287 juta).

Yuk, Jadi Bagian dari Kisah Inspiratif Ini!

Sekarang, bola ada di tangan kita. Bantuan untuk para suster Klaris Miskin di Sibolga ini adalah kesempatan bagi kita untuk berpartisipasi dalam misi mereka yang unik dan berharga. Setiap kontribusi, besar atau kecil, akan sangat berarti untuk mendukung kehidupan doa dan karya tangan para suster yang telah mendedikasikan hidup mereka sepenuhnya bagi Tuhan dan Gereja. Ini adalah investasi pada powerhouse doa di tengah dunia yang bising.

Jika Anda tergerak untuk membantu, Anda bisa menyalurkan dukungan melalui ACN dengan mencantumkan kode proyek 318-06-39. Bantuan Anda akan langsung digunakan untuk membeli mesin jahit profesional dan peralatan pembuatan lilin yang sangat mereka butuhkan. Mari bersama-sama kita ringankan kerja keras mereka, agar sukacita Injil semakin terpancar dari biara sederhana di Sibolga.

Pada akhirnya, kisah para Suster Klaris Miskin di Sibolga adalah pengingat bahwa pilihan radikal untuk mengikuti Tuhan dalam kesederhanaan, seperti yang dilakukan Santa Klara 800 tahun lalu, masih relevan dan powerful hingga kini. Dukungan kita bukan hanya soal uang atau peralatan, tapi tentang solidaritas iman dan pengakuan bahwa kehidupan doa kontemplatif mereka adalah harta karun yang tak ternilai bagi Gereja dan dunia. Menjadi bagian dari dukungan ini adalah cara kita ikut menenun jalinan kasih dan doa yang melintasi ruang dan waktu.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Claudia Brücken / Night Mirror – Album Baru Hadir Eksklusif di Blu-ray SDE

Next Post

Mario Kart World Akhirnya Cabut Fitur Kontroversial dari Mario Kart 8