Pernah kepikiran nggak, siapa sih orang di balik layar yang memastikan skin terbaru game favoritmu nggak bikin heboh di negara lain atau malah bikin rating usianya melonjak drastis? Di industri game yang hingar bingar, ada banyak peran penting yang sering luput dari perhatian, padahal krusial banget. Salah satunya adalah tugas yang diemban oleh individu seperti Nic McConnell di Riot Games, sebuah pekerjaan yang jauh lebih kompleks dan menarik daripada sekadar jabatan keren di kartu nama. Peran ini menjembatani antara kreativitas tanpa batas para developer dengan realitas regulasi dan budaya di seluruh penjuru dunia.
Perjalanan Nic McConnell menuju posisinya sekarang bukanlah jalur lurus yang mulus; lebih mirip petualangan di game RPG dengan banyak side quest tak terduga. Lulus kuliah jurusan broadcasting tepat saat ekonomi global sedang lesu di tahun 2008, rencana awalnya harus disimpan rapat-rapat. Demi menyambung hidup, ia terjun ke dunia firmware QA di Sony Interactive Entertainment (SIE), yang saat itu masih bernama SCEA. Ini menjadi pintu masuknya, meski sempat berkelana ke riset pasar dan bahkan adtech—sebuah industri yang kadang dianggap ‘gelap' oleh sebagian orang.
Namun, kecintaan Nic pada video game dan kekagumannya pada orang-orang yang menciptakannya tak pernah padam. Hasrat untuk lebih dekat dengan proses development game selalu membara di hatinya. Kesempatan pun datang silih berganti, membawanya dari satu peran ke peran lain yang semakin mendekatkannya pada inti industri. Ia sempat mengurus manajemen akun dan mitra di Skillz, lalu Niantic, nama besar di balik Pokémon GO yang fenomenal itu. Setiap langkah adalah upaya untuk mengikis jarak antara dirinya dan dunia kreasi game.
Akhirnya, sebuah kesempatan emas di Riot Games membukakan pintu baginya untuk benar-benar banting setir. Ia didapuk menjadi seorang manajer yang mendukung upaya rating usia global serta pertimbangan sensitivitas regional yang lebih umum. Ini bukan sekadar lompatan karier, melainkan sebuah transformasi total yang menyatukan pengalaman kerjanya dengan hasrat sejatinya terhadap game. Dari QA hingga manajemen mitra, semua pengalaman itu ternyata membentuk fondasi yang kokoh untuk peran barunya yang unik ini.
Di luar jam kerja, Nic punya hobi yang mungkin terdengar nyeleneh tapi seru: streaming mingguan membacakan buku manual video game jadul, yang ia beri nama Instruction Derby. Katanya sih, lebih seru dari yang dibayangkan. Kehidupan pribadinya di Bay Area juga tampak hangat, didukung oleh istri, anak-anak yang luar biasa, dan seekor anjing bernama Noodles yang doyan dipeluk. Oh, dan dia punya kabinet Neo Geo—meski berusaha keras agar itu tidak menjadi seluruh kepribadiannya, sulit rasanya kalau sudah mencicipi Neo Turf Masters, katanya.
Meski punya kabinet Neo Geo, jabatan resmi Nic di Riot Games sebenarnya terdengar cukup standar: Manager – Game Production. Namun, jangan terkecoh dengan formalitas judul tersebut. Tugas sebenarnya jauh melampaui apa yang tertulis di kartu nama, melibatkan irisan kompleks antara seni, teknologi, budaya global, dan regulasi. Ini adalah peran yang menuntut pemahaman mendalam tentang bagaimana konten game diterima dan diinterpretasikan oleh audiens yang beragam di seluruh dunia.
Pekerjaan Nic sehari-hari pada dasarnya terbagi menjadi dua 'ember' utama, begitu ia menggambarkannya. Analogi yang cukup membumi untuk tugas yang sebenarnya sangat kompleks dan berisiko tinggi. Ember pertama adalah tentang menjaga sebuah pipeline atau alur kerja internal. Ini bukan sembarang pipeline, melainkan sebuah sistem krusial yang memungkinkan aset game baru atau yang sedang dikembangkan—mulai dari artwork, skin, level, hingga emote—ditinjau oleh rekan-rekan Riot di berbagai negara.
Menjaga Konten Tetap Aman: Di Balik Layar Rating Usia Game
Proses peninjauan dalam 'ember' pertama ini memiliki dua fokus utama yang saling terkait: kekhawatiran terkait rating usia dan sensitivitas budaya. Misalnya, tim harus mempertimbangkan apakah skinline baru berisiko menaikkan rating game dari GRAC 12 menjadi GRAC 15 di Korea Selatan, sebuah perubahan yang bisa berdampak signifikan pada jangkauan pemain. Pertimbangan ini sangat vital karena setiap negara punya standar dan badan rating sendiri, seperti ESRB di Amerika Utara atau PEGI di Eropa. Setiap keputusan harus diperhitungkan dengan cermat.
Selain rating usia, aspek sensitivitas budaya juga menjadi perhatian utama. Tim harus memastikan bahwa elemen dalam game, sekecil apa pun, tidak secara tidak sengaja menyinggung atau dianggap tidak sopan di budaya tertentu. Contohnya, sebuah gestur tangan dalam emote karakter mungkin terlihat biasa saja di satu negara, namun bisa jadi merupakan gestur kasar di Italia atau negara lain. Detail kecil seperti ini membutuhkan ketelitian dan pemahaman lintas budaya yang mendalam dari tim global.
Dalam menjalani tugas di 'ember' pertama ini, Nic banyak berdiskusi intensif mengenai berbagai aset visual dengan tim Age Ratings yang luar biasa. Ia juga aktif bertukar pikiran untuk penyempurnaan tool atau sistem yang digunakan bersama timnya yang hebat. Meskipun mengaku tidak terlalu technical, Nic sangat mengagumi proses pengembangan dan pemeliharaan tool tersebut, menunjukkan betapa kolaborasi antar-disiplin ilmu sangat penting dalam produksi game modern.
Strategi Global: Menavigasi Lanskap Rating dan Sensitivitas Dunia
‘Ember' kedua dalam pekerjaan Nic berfokus pada pemahaman bagaimana upaya rating usia bervariasi di seluruh dunia dan merancang strategi agar tetap relevan di tengah perubahan global yang cepat. Dunia tidak statis; regulasi berubah, norma sosial bergeser, dan peristiwa geopolitik dapat memengaruhi cara konten game diterima. Bagian pekerjaan ini menuntut Nic untuk terus belajar dan beradaptasi, menjadikannya sangat dinamis dan menantang, namun juga menarik.
Untuk menjalankan 'ember' kedua ini, Nic melakukan banyak percakapan mendalam dengan kolega dari berbagai penjuru dunia, dari Brazil hingga India. Ia belajar langsung tentang apa yang terjadi di negara mereka, bagaimana tren lokal berkembang, dan bagaimana pergeseran geopolitik dapat berdampak pada pekerjaan mereka terkait rating dan sensitivitas. Interaksi ini bukan sekadar rapat kerja, melainkan pertukaran budaya mini yang memperkaya pemahamannya tentang lanskap global yang kompleks. Kemampuan untuk memahami pasar global menjadi kunci sukses di sini.
Menariknya, ketika ditanya apa yang ingin ia ubah dari pekerjaannya atau industri game secara umum terkait rating usia, Nic justru merasa cukup puas. Ia menghargai kesempatan luar biasa untuk mendukung orang-orang di seluruh dunia, belajar dari mereka, dan membangun hubungan. Satu-satunya harapannya adalah agar lebih banyak orang mendapat kesempatan mencoba bekerja di bidang rating usia, yang menurutnya sering mendapat reputasi buruk karena dianggap sekadar tugas administratif tambahan bagi release manager yang sudah super sibuk.
Bukan Sekadar Angka: Makna Mendalam di Balik Rating Usia
Apa yang paling Nic sukai dari pekerjaannya? Jawabannya mungkin terdengar klise, tapi tulus: orang-orangnya. Mulai dari tim Age Ratings internal hingga rekan-rekannya di berbagai negara, ia merasa dikelilingi oleh kelompok yang sangat bijaksana dan baik hati. Percakapan mereka, karena topiknya yang sensitif, sering kali menjadi ajang pertukaran budaya yang berharga. Setiap interaksi memberinya energi dan perspektif baru, sesuatu yang jarang ia temui di pekerjaan sebelumnya.
Lebih dari itu, Nic merasa kesempatan untuk memusatkan pengalaman dan opini orang-orang di luar Amerika Serikat terasa sangat berharga, terutama di iklim global saat ini. Pekerjaan ini secara inheren mendorong perspektif global dan menghargai keragaman budaya, memastikan bahwa produk Riot Games dapat dinikmati secara bertanggung jawab oleh pemain di mana pun. Ini menunjukkan bahwa peran manajemen produksi game lebih dari sekadar mengurus jadwal dan resource.
Pada akhirnya, peran seperti yang diemban Nic McConnell adalah pengingat bahwa di balik gemerlapnya industri game, ada lapisan-lapisan kompleksitas yang memastikan pengalaman bermain kita tetap aman, relevan secara budaya, dan sesuai dengan regulasi. Ini bukan hanya tentang mematuhi aturan, tetapi tentang menghormati keragaman global, membangun jembatan antar budaya, dan menempatkan pemain sebagai pusat perhatian. Pekerjaan ini adalah bukti nyata bahwa elemen manusiawi—empati, komunikasi, dan pemahaman lintas budaya—tetap menjadi inti dari teknologi dan hiburan, bahkan di era digital yang serba cepat ini.