Dark Mode Light Mode
Aku berjuang melewati dunia gila ini
Mahasiswa Asia Tenggara Gelar Pekan Visibilitas: Perjuangan Identitas dan Pengakuan
7 Game Sega Genesis yang Wajib Kamu Mainkan

Mahasiswa Asia Tenggara Gelar Pekan Visibilitas: Perjuangan Identitas dan Pengakuan

Southeast Asian Visibility Week: Ketika Harvard Mengakui Keberagaman, Atau Hanya Sekadar ‘Trend'?

Pernahkah kamu merasa sedikit tertinggal saat teman-temanmu asik membahas festival budaya, sementara kamu baru tahu dari unggahan Instagram? Nah, itulah yang terjadi di Harvard baru-baru ini. Lebih dari seratus orang yang terkait dengan universitas elit ini, termasuk penduduk Cambridge, berkumpul untuk merayakan Southeast Asian Visibility Week. Sepertinya, dunia akademik juga mulai tersentuh oleh isu keberagaman.

Acara tiga hari yang berlangsung dari tanggal 3 hingga 5 Maret ini diselenggarakan bersama oleh beberapa organisasi mahasiswa Asia Tenggara. Pertanyaannya, apakah ini murni inisiatif mahasiswa, atau hanya bagian dari strategi branding kampus agar terlihat lebih up-to-date?

Mengapa Harus Ada Minggu ‘Visibilitas'?

Oke, mari kita bedah. Acara di hari Senin menampilkan berbagai pertunjukan, mulai dari sambutan dari direktur Harvard University Asia Center hingga penampilan band musik Kamboja. Ada juga permainan khas Asia Tenggara. Penampilan dari HUPF dan band Jasper Crystal Wizard & The Prisms? Kedengarannya seperti campuran yang cukup menarik, bukan?

Bahkan, ada seorang mahasiswa internasional dari Pakistan yang mengaku keluar dari zona nyamannya untuk menghadiri acara ini, dan ternyata dia terkesan. "Makanan luar biasa, tariannya luar biasa, suasananya bagus," katanya. Hmm, sepertinya pengalaman yang cukup menyenangkan bagi mereka yang membuka diri.

Film, Puisi, dan… Makanan Gratis?

Hari Selasa, para hadirin disuguhi pemutaran film Thailand dan beberapa film pendek. Lalu, hari Rabu ditutup dengan resepsi makanan dan pembacaan puisi. Puisi dibacakan dalam berbagai bahasa Asia Tenggara, lengkap dengan terjemahan bahasa Inggris. Sebuah upaya yang patut diapresiasi, meskipun mungkin ada yang bertanya, apakah ini hanya untuk konsumsi internal, atau ada dampak yang lebih luas?

Ada juga mahasiswa yang membacakan terjemahan puisinya sendiri. Seorang mahasiswa Malaysia juga mengungkapkan rasa senangnya bisa menikmati makanan dari kampung halamannya. Ia berharap acara ini bisa menjadi jembatan bagi orang-orang dari berbagai latar belakang untuk mengenal budaya Asia Tenggara. Semoga saja bukan cuma numpang makan gratis ya.

Dari Obrolan Warung Kopi Sampai Kampus Harvard

Semua ini bermula dari obrolan di kantin antara tiga mahasiswa yang merasa prihatin dengan kurangnya visibilitas Asia Tenggara di kampus. Mereka ingin menciptakan ruang yang lebih inklusif. Ide yang bagus sih, tapi apakah itu akan bertahan lama? Apalagi, Harvard University Asia Center memberikan dukungan dana untuk acara ini.

Direktur Associate Southeast Asia Programs di Asia Center, mengatakan mereka berharap acara ini bisa meningkatkan minat pada program-program Asia Tenggara di Harvard. Seolah ingin mengatakan, "Kami peduli, kok." Tapi, seberapa peduli sih sebenarnya?

Keberagaman: Tren atau Kebutuhan?

Memang menyenangkan melihat kampus sekelas Harvard mulai mengakui keberagaman. Namun, penting untuk mempertanyakan apakah ini hanya tren atau sebuah kebutuhan. Apakah acara-acara seperti ini hanya bertujuan untuk memenuhi kuota keberagaman, atau ada upaya nyata untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan?

Kita berharap, Southeast Asian Visibility Week bukan hanya sekadar acara tahunan yang meriah, tetapi juga menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman budaya. Tentu saja, sambil berharap makanannya tetap enak.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Aku berjuang melewati dunia gila ini

Next Post

7 Game Sega Genesis yang Wajib Kamu Mainkan