Dark Mode Light Mode

Mac Miller: Balloonerism – RapReviews dalam Bahasa Indonesia: Sebuah Refleksi Diri yang Melayang

Mac Miller: Antara Eksperimen dan Deja Vu dalam "Balloonerism"

Siapa sangka, di tengah hiruk pikuk dunia musik yang terus berputar, kita masih bisa merasakan sisa-sisa keajaiban dari seorang Mac Miller? Album posthumous keduanya, "Balloonerism", kini hadir, membawa kita menyelami lebih dalam sisi eksperimental sang rapper yang mungkin, sedikit banyak, meninggalkan tanda tanya.

Album ini, yang konon sudah disimpan bertahun-tahun sebelum kepergian Mac, seolah menjadi extended play dari eksplorasi kreatif yang sudah ia mulai. Mac, yang dikenal dengan pertumbuhan artistiknya yang pesat, kembali menunjukkan keberaniannya dalam meramu musik.

Antara Suara Tamborin dan Organ Tua

"Balloonerism" memang menawarkan sesuatu yang berbeda. Coba saja dengarkan dua trek pembuka, "Tambourine Dream" dan "DJ's Chord Organ". Keduanya hadir dengan pendekatan yang tak lazim. Lagu pertama, persis seperti namanya, didominasi suara tamborin. Sementara yang kedua, memanfaatkan organ untuk mengiringi vokal SZA, penyanyi yang kala itu masih belum se-terkenal sekarang. Ini jelas bukan musik yang dibuat untuk sekadar lewat di playlist kamu.

Beberapa lagu lain, seperti "Funny Papers", menunjukkan sisi pribadi Mac yang lebih lembut. Alunan piano yang manis berpadu dengan riff bas yang jazzy, diiringi lirik yang penuh perasaan. Di akhir lagu, Mac bahkan menyanyikan, "Why does it matter, at all?" Pertanyaan yang mungkin masih kita gumulkan hingga sekarang.

Transisi dari "Funny Papers" ke instrumental penuh distorsi "Exelsior", lalu ke "Transformations", seolah membuktikan bahwa Mac tak takut gagal dalam mencoba hal baru. Kadang, kegagalan itu justru membuka pintu menuju hal yang lebih menarik.

Delusional Thomas: Sang Alter Ego yang Kembali Unjuk Gigi

Di "Transformations", alter ego psikopat Mac, Delusional Thomas, kembali mengambil alih. Kemunculan karakter ini memberikan kontras yang kuat dengan lagu-lagu sebelumnya. Buat kamu yang belum tahu, Delusional Thomas sudah muncul sejak album "Watching Movies With the Sound Off". Mungkin, ada sisi gelap yang selalu ingin Mac tunjukkan, tapi ia bungkus dengan balutan musik.

Namun, "Balloonerism" juga punya sedikit kelemahan. Album ini terlalu banyak mengambil elemen dari "Faces", mixtape Mac sebelumnya. Kita bisa mendengar flow dan gaya lirik yang mirip, bahkan nyaris sama persis.

Menyelami "Faces" dalam "Balloonerism"

Flow yang sama bisa ditemukan di lagu-lagu seperti "Stoned", "Friendly Hallucinations", dan "Shangri-La". Ketiganya punya kemiripan dengan lagu dari "Faces", seperti "Friends", "Angel Dust", dan "Happy Birthday". Sampai di sini, mungkin ada yang berpikir kalau "Balloonerism" hanyalah kelanjutan dari "Faces", atau cuma gaya khas Mac.

Tapi, anggapan itu sedikit keliru. Kalau mau jujur, flow yang sama ini juga hadir di album lain Mac. Coba saja dengarkan "Watching Movies With The Sound Off", "GO:OD AM", "The Divine Feminine", atau "Swimming". Di sana, kamu akan menemukan berbagai macam gaya rapping yang berbeda. Dari "Bird Call" hingga "Self-Care", Mac selalu bereksperimen. Jadi, terlalu prematur untuk menyebut gaya yang mirip di "Faces" dan "Balloonerism" sebagai ciri khasnya.

Meskipun "Balloonerism" adalah karya yang menarik, patut diapresiasi, dan kuat, tetap saja, ia punya batasan. Batasan yang mengingatkan kita akan pentingnya menikmati karya seni tanpa perlu membandingkannya.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Diskon Gila-gilaan di Amazon: Smartwatch, Tablet, Monitor Hingga 93% dari Apple, Samsung, JBL dan Lainnya!

Next Post

Alat Pembuat VAT Kustom Unity: Solusi Hemat Pajak