Lisa BLACKPINK dan "Alter Ego": Antara Gemerlap Hollywood dan Kegagalan Persona
Pernahkah kamu merasa seperti sedang menyaksikan sebuah konser yang megah, namun di akhir acara, kamu malah bertanya-tanya, "Jadi, apa yang sebenarnya baru saja aku saksikan?" Itulah kira-kira perasaan yang muncul setelah mendengarkan Alter Ego, album solo debut dari Lisa, sang rapper dan penyanyi asal Thailand yang namanya telah mendunia. Di saat yang bersamaan, Lisa juga sedang bersinar di serial HBO, The White Lotus. Wah, sepertinya dunia memang sedang jatuh cinta pada sosok ini.
Alter Ego hadir bak peluru yang ditembakkan untuk menaklukkan dunia hiburan. Album ini mencoba merangkul semua elemen yang sedang tren: penampilan guest star yang menggiurkan, produksi yang mengkilap, dan konsep yang ambisius. Namun, apakah semua itu cukup untuk mengukir identitas Lisa sebagai seorang seniman solo yang sesungguhnya?
Panggung Dunia yang Terlalu Ramai
Album ini dibuka dengan Born Again yang menampilkan Raye dan Doja Cat. Musiknya mencoba memadukan nuansa disko tahun 80-an yang menggoda, mengingatkan kita pada kolaborasi antara The Weeknd dan Dua Lipa. Lalu, ada lagu bersama Megan Thee Stallion yang seolah-olah diciptakan untuk menjadi anthem bagi para bad bitch. Kolaborasi dengan Future pun sepertinya sudah siap untuk diputar dalam trailer film aksi mainstream. Tambahkan lagi lagu bersama penyanyi asal Spanyol, Rosalía, yang cocok untuk masuk playlist musica urbana di Spotify. Tentu saja, ada pula sample dari tahun 90-an dan kolaborasi dengan bintang Afrobeats yang sedang naik daun, Tyla. Wow, lengkap sudah!
Namun, di balik semua gemerlap ini, muncul pertanyaan: Apakah Lisa benar-benar memiliki sesuatu yang ingin ia sampaikan? Album ini terasa seperti proyek yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar. Lisa memang menyebutkan merek-merek terkenal dan memamerkan kekayaan, namun semua itu terasa hambar dan kurang menggigit.
Ketika Persona Tak Sejalan dengan Realita
Coba dengarkan lirik "When I walk by, I hear them say / That’s money / That’s motherfuckin’ money" dari lagu Rapunzel. Lirik ini mengingatkan kita pada tren musik hip-hop Amerika yang sudah usang. Lisa sering kali hanya menampilkan sisi dirinya yang suka pamer kekayaan atau memberikan ancaman. Entah kenapa, kesan yang muncul malah seperti anak kecil yang sedang mencoba meniru orang dewasa.
Bahkan ketika ia menyanyikan tentang mantan kekasihnya dalam Dream, terasa begitu aneh dan dipaksakan. Lagu ini seolah-olah menunjukkan pandangan yang kuno tentang genre musik: balada untuk emosi lembut, rap untuk agresivitas. Padahal, saat ini, penyanyi seperti Sabrina Carpenter menggunakan balada untuk menyampaikan pesan pedas.
Antara Ambisi dan Keterbatasan Kreativitas
Meskipun ia mengaku "walking, causin’ havoc" dalam lagu Fuck Up the World, beat dalam Alter Ego terasa terlalu aman. Lagu-lagu ini tidak memiliki kejutan atau keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Bahkan, Elastigirl dengan motif "la-la-la-la" terasa seperti versi daur ulang dari lagu Ddu-Du Ddu-Du milik Blackpink yang sudah menjadi hits. Tentu saja, Elastigirl terasa kurang bertenaga.
Alter Ego konon disebut mengeksplorasi lima persona berbeda dari Lisa: Vixi, Sunni, Roxi, Kiki, dan Speedi. Tapi, ide ini seperti kehilangan tenaga karena yang benar-benar menonjol di album ini justru para guest star. Penampilan Future yang garang dan Tyla dengan vokal lembutnya memberikan warna yang berbeda. Namun, kolaborasi dengan Rosalía dan Doja Cat terasa kurang maksimal karena produksi yang terlalu standar.
Bayang-Bayang Kesuksesan Blackpink dan Masa Depan
Sebagai anggota Blackpink, Lisa tentu sudah merasakan kesuksesan yang luar biasa. Album Alter Ego seharusnya menjadi momen bagi Lisa untuk menunjukkan jati dirinya sebagai seorang seniman solo. Namun, sayangnya, album ini terasa kurang menggigit. Alter Ego malah membuat Lisa terlihat sebagai sosok yang kurang menonjol, kalah bersinar oleh para guest star-nya dan terbebani oleh produksi yang terlalu ramai.
Mungkin, kehadiran Lisa di The White Lotus adalah pengalih perhatian yang tepat. Setidaknya, kita masih bisa menikmati peran Lisa sebagai seorang resepsionis di resor mewah itu. Kita lihat saja, apakah Lisa akan bisa menemukan jati dirinya di dunia musik. Semoga saja. Kita tunggu kejutan selanjutnya dari Lisa!