Zaman sekarang, berita soal pemecatan karyawan sepertinya sudah jadi rutinitas mingguan. "Liquid Swords," studio game yang didukung NetEase, baru saja mengumumkan "pengurangan karyawan," yang mereka sebut "sangat disesalkan." Tapi, ya sudahlah, namanya juga bisnis. Mungkin mereka lagi latihan buat jadi pendekar pedang beneran, tapi bukan di dunia game.
Liquid Swords didirikan oleh Christofer Sundberg, salah satu pendiri Avalanche Studios. Mereka bilang, ini semua karena harus "menyesuaikan diri dengan kondisi bisnis saat ini." Ya, tahu sendirilah, ekonomi lagi nggak jelas, pasar game juga makin keras, kayak hubungan kamu sama mantan.
Studio asal Swedia ini berjanji akan memberikan "dukungan semaksimal mungkin" kepada karyawan yang terkena dampak. Tapi, jangan harap ada detail tentang dukungan itu, ya, namanya juga janji manis. Mereka juga nggak mau ngasih tahu berapa banyak orang yang kena getahnya. Rahasia perusahaan, gitu.
"Aku janji sama karyawan dan pemegang saham untuk sukses," kata Sundberg, dengan mata berkaca-kaca, "dan membangun studio yang mendefinisikan ulang pengembangan game dengan tim kecil yang ahli dan model kerja yang berkelanjutan." Tapi, ya, realitanya memang nggak semanis ekspektasi. "Kondisi pasar yang berubah mencegah kami dari berhasil tepat waktu," tambahnya.
Terlalu Banyak Pisau di Dunia Game?
Dalam enam minggu pertama tahun 2025, lebih dari 900 developer game sudah kehilangan pekerjaan. Ini lebih banyak dari jumlah mantan yang kamu punya, kan? Pemecatan dan penutupan terjadi di mana-mana: Freejam, Splash Damage, Piranha Games, Jar of Sparks, bahkan Ubisoft juga memangkas 185 pekerjaan. Untungnya, bukan kamu.
Apakah Visi Hanya Mimpi di Siang Bolong?
Sundberg bilang mereka masih berkomitmen pada visi "menyederhanakan proses pengembangan game." Tapi, kalau sudah begini, rasanya visi itu cuma jadi pajangan di dinding. Mereka juga bilang akan terus mengerjakan IP dan game pertama mereka dengan tim yang berdedikasi. Entah sampai kapan, ya, namanya juga hidup.
Dampak Buruk bagi Industri Game
Pemecatan massal ini jelas bukan kabar baik bagi industri game. Yang kasihan itu para developer game, mereka tuh, kayaknya, sudah terbiasa dengan pahitnya penolakan. Ini juga bikin banyak orang mikir, apa sih yang salah dengan industri ini? Apa karena game makin susah dibuat, atau memang terlalu banyak studio yang ambisius tapi nggak punya modal?
Bisakah Kamu Bertahan di Dunia Game?
Buat kamu yang bercita-cita kerja di industri game, berita ini mungkin bikin ciut nyali. Tapi, jangan langsung nyerah! Industri game tetap menarik, kok. Kayak gebetan kamu, penuh tantangan. Tapi, kamu harus siap menghadapi persaingan yang ketat, kerja keras, dan mungkin, ya, siap-siap aja kalau suatu saat kena PHK.
Efek Domino yang Gak Ada Akhirnya?
Yang bikin miris, pemecatan ini kayak efek domino. Satu studio kena, studio lain ikut goyang. Ini juga bisa bikin kepercayaan investor turun, kayak harga diri kamu waktu di-ghosting. Akhirnya, yang kena getahnya ya kita-kita juga, para gamer.
Nasib Para Gamer Gimana Sih?
Pemecatan ini bisa berdampak buruk pada kualitas game yang kita mainkan, lho. Kalau developer berkurang, kemungkinan game-game favoritmu batal rilis semakin besar. Mungkin juga pengembangan game jadi lebih lambat. Atau, mungkin, nanti kamu akan bosan karena game makin gitu-gitu aja.
Bisa Jadi Pelajaran Berharga
Tapi, di sisi lain, ini juga bisa jadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Perusahaan game harus lebih realistis dalam merencanakan bisnis mereka. Jangan terlalu banyak janji manis, nanti ujung-ujungnya malah bikin sakit hati. Developer juga harus terus meningkatkan kemampuan dan adaptasi dengan perubahan. Jangan cuma jago main game, jago juga cari kerja.
Semua ini, pada akhirnya, mengingatkan kita bahwa dunia game itu nggak seindah yang kita bayangkan. Ada banyak tantangan, persaingan, dan ketidakpastian. Kayak hidup, sih. Tapi, selama kamu punya semangat dan terus belajar, bukan nggak mungkin kamu bisa bertahan dan sukses.
Ya, semoga aja, deh.