Ilustrasi: Ketika Gambar Mampu Bersuara dalam Perubahan Iklim
Sebagai generasi yang tumbuh dengan visual, kita seringkali merasa jenuh dengan laporan ilmiah yang rumit dan diskusi kebijakan yang terasa jauh dari realita. Kita haus akan cerita yang menyentuh, yang mampu menggerakkan hati dan pikiran. Untungnya, ada cara baru untuk memahami isu kompleks seperti perubahan iklim: ilustrasi kolaboratif.
Ilustrasi, lebih dari sekadar gambar, adalah senjata ampuh untuk mengkomunikasikan pengalaman nyata mereka yang paling terdampak perubahan iklim. Melalui perpaduan seni dan narasi, kita dapat membuka mata publik terhadap isu-isu lingkungan yang selama ini terasa abstrak.
Di tengah urgensi aksi iklim, pemanfaatan ilustrasi kolaboratif menjadi sangat transformative. Ini bukan hanya tentang membuat gambar yang bagus, tapi juga tentang menantang narasi dominan dan menciptakan cara yang lebih inklusif untuk memahami serta berpartisipasi dalam aksi iklim. Mari kita lihat bagaimana ilustrasi dapat mengubah cara kita menceritakan kisah ketidakadilan iklim, khususnya yang dialami oleh perempuan nelayan di Indonesia.
Kisah Perempuan Nelayan: Ilustrasi yang Mengungkap Realitas
Penelitian tentang perempuan nelayan di Indonesia, saya bekerja sama dengan Puspita Bahari, sebuah gerakan perempuan nelayan untuk mengkomunikasikan efek banjir rob dan pentingnya solidaritas feminis. Kami menghasilkan sebuah buku ilustrasi berjudul "Tidal Floods: Women, Fisheries, and Climate Crisis in Indonesia (2024)". Buku ini hadir dari pengalaman langsung 38 perempuan nelayan, mengeksplorasi persimpangan gender, perubahan lingkungan, aktivisme, dan masa depan wilayah pesisir Indonesia. Mari kita bedah lima cara ilustrasi kolaboratif dapat menceritakan kisah keadilan iklim yang dipimpin oleh perempuan.
1. Narasi Interseksional: Lebih dari Sekadar Satu Identitas
Perempuan nelayan di Indonesia menghadapi dampak banjir rob yang beragam, tergantung pada lokasi, mata pencaharian, usia, dan status disabilitas mereka. Di sepanjang garis pantai, mereka terlibat dalam menjual ikan, mengolah makanan laut, dan mencari ikan di laut, di samping pekerjaan rumah tangga. Ilustrasi dalam buku ini tidak menggambarkan perempuan sebagai identitas tunggal, melainkan menampilkan realitas mereka yang beragam.

Narasi interseksional menangkap bagaimana berbagai aspek identitas saling tumpang tindih untuk membentuk pengalaman orang secara kompleks. Isu-isu seperti kesulitan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, kesehatan reproduksi seksual, serta kesehatan fisik dan mental dapat digambarkan dengan lebih baik. Ilustrasi ini adalah bukti nyata bahwa perubahan iklim tidak mengenal batas, ia menghantam semua orang, namun tidak semua orang merasakan dampaknya dengan cara yang sama.
2. Peta Tubuh: Mengungkap Luka dan Harapan
Untuk memahami kompleksitas dampak iklim, kami bekerja dengan para perempuan nelayan untuk menggambar peta tubuh. Mereka berbagi pengalaman hidup dengan banjir rob sebagai bencana sehari-hari. Peta tubuh adalah proses kartografi intim yang melibatkan penelusuran tubuh dan penjelajahan visual pengalaman hidup seseorang. Metode ini melampaui narasi tekstual dan lisan. Ini membantu perempuan mengingat dan merekam memori tubuh yang mungkin tidak terucapkan.

Peta tubuh mereka, kemudian diterjemahkan menjadi visual yang kuat, memungkinkan kisah pribadi mereka dibagikan. Ini adalah bentuk pemberdayaan, memberikan mereka ruang untuk berbicara dan didengar.
3. Konteks Sejarah: Pergeseran Lanskap dan Kenangan
Beberapa ilustrasi menunjukkan bagaimana lanskap pesisir berubah dengan cepat dan bagaimana desa-desa tenggelam pada tingkat yang mengkhawatirkan. Konteks sejarah ini tidak hanya berasal dari narasi lisan perempuan tetapi juga dari album foto lama yang dibagikan oleh masyarakat. Ini adalah pengingat bahwa perubahan itu nyata.

Perubahan ini terekam dalam gambar, memberikan bukti visual tentang bagaimana kehidupan dan lingkungan telah berubah secara drastis. Ini adalah pengingat bahwa kita tidak bisa lagi menutup mata.
4. Gerakan dan Agen: Perempuan Bukan Korban
Buku ini juga menunjukkan bagaimana perempuan memiliki agensi. Ini dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, dari tindakan ketahanan kecil hingga solidaritas feminis yang lebih luas. Ketika mereka bekerja sama sebagai komunitas, perempuan dapat beradaptasi melalui aksi kolektif.

_Mereka bukan hanya korban, mereka adalah agen perubahan._ Mereka punya pengetahuan berharga dan kemampuan untuk melakukan aksi iklim yang berkelanjutan.
5. Refleksi dan Kepemilikan Kolektif: Mengajak Berpikir Kritis
Gambar-gambar dalam buku ini mendorong pembaca untuk merenungkan tanggapan yang lebih berfokus pada teknologi dan infrastruktur terhadap krisis iklim. Halaman-halaman terakhir menyertakan pertanyaan yang memicu pemikiran kritis tentang hubungan antara gender, keadilan iklim, dan aktivisme. Misalnya, "Apa yang kamu pikir akan terjadi jika kita tidak mengatasi krisis iklim?"

Buku ini adalah hasil kreasi bersama, bukan hanya pengambilan pengetahuan dari perempuan, terutama mereka yang berada di negara-negara Global South. Suara dan narasi perempuan nelayan menjadi inti dari proses penceritaan.
Ilustrasi kolaboratif adalah lebih dari sekadar seni; itu adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan realita yang seringkali tersembunyi. Melalui gambar, kita dapat membuka mata, menggerakkan hati, dan merangkul perubahan.