Metallica: Kisah Kontroversial di Balik Album-Album Legendaris (dan Lagu yang Dibenci Lars!)
Perdebatan soal album Metallica seringkali memicu percekcokan yang lebih sengit dibandingkan band metal lainnya. Meski album Master of Puppets atau Ride The Lightning kerap disebut sebagai mahakarya, selera setiap orang tetap berbeda. The Black Album memang sukses besar, tapi beberapa penggemar veteran masih menyimpan sedikit "dendam" pada arah hard rock yang mereka ambil. Namun, seperti pepatah, "beda selera itu biasa" — terutama di industri musik.
Kembali ke era kejayaan thrash metal dan album …And Justice For All, kita akan membahas sebuah "rahasia" dari dalam kubu Metallica. Sang drummer legendaris, Lars Ulrich, ternyata punya lagu Metallica favorit yang paling tidak ia sukai. Dan jangan salah, ini bukan lagu dari St. Anger (yang sering jadi bahan meme) atau proyek sampingan bersama Lou Reed – ini adalah lagu dari salah satu album klasik mereka!
Album …And Justice For All memang sering kali disebut sebagai album yang paling "membelah" pendapat para penggemar. Beberapa orang mengeluhkan ketiadaan bass, durasi lagu yang panjang, dan produksi yang… ya, "fokus pada drum". Namun, bagi sebagian lainnya, album ini adalah puncak dari thrash metal Metallica. Dan dalam artikel berikut, mari kita bedah secara mendalam.
Kita akan membahas tentang alasan di balik "cinta dan benci" ini, dan bagaimana pandangan Lars Ulrich mempengaruhi setlist konser mereka. Bukankah menarik untuk mengintip ke dalam pikiran salah satu mastermind di balik band metal paling berpengaruh sepanjang masa? Siapkan telinga kalian, karena kita akan menyelami lebih dalam!
…And Justice For All: Antara Pujian dan Kontroversi
Ketika membahas album …And Justice For All, respons yang beragam adalah hal yang umum. Beberapa mengeluhkan ketiadaan suara bass, durasi lagu yang panjang, dan mixing yang membuat drum terdengar sangat dominan. Sementara itu, sebagian lainnya menganggap album ini sebagai puncak kejayaan Metallica dalam ranah thrash metal. Perbedaan pendapat ini memang tak terelakkan dalam dunia musik.
Hal menarik dari Metallica adalah bagaimana mereka memilih lagu-lagu untuk konser. Setlist konser seringkali mencerminkan perasaan batin mereka terhadap sebuah album. Beberapa lagu dari …And Justice For All sudah menjadi menu wajib dalam setiap konser, seperti "One," "Blackened," dan "Harvester Of Sorrow." Sudah tak terhitung lagi berapa kali lagu-lagu tersebut membakar panggung.
Namun, ada satu lagu yang nasibnya berbeda. Album …And Justice For All memang telah dimainkan secara keseluruhan di atas panggung, bahkan termasuk "To Live Is To Die," yang pertama kali dibawakan lengkap di konser ulang tahun Metallica di Bay Area pada tahun 2011. Tapi, ada satu lagu yang tidak pernah dimainkan.
"Eye Of The Beholder": Lagu yang Dibenci Lars
Ya, lagu yang dimaksud adalah "Eye Of The Beholder." Metallica belum pernah membawakan lagu ini secara penuh sejak tur Justice, meskipun pernah dimainkan dalam medley di koleksi Live Sht: Binge And Purge.* Peluang untuk menyaksikannya di konser lagi bisa dibilang hampir nol. Alasannya? Karena salah satu pendiri band ini, Lars Ulrich, ternyata sangat membenci lagu tersebut!
Dalam sebuah wawancara revealing dengan Vulture pada tahun 2020, Lars Ulrich secara gamblang mengungkapkan ketidaksukaannya pada "Eye Of The Beholder." Ia menjelaskan bahwa lagu tersebut terasa "dipaksakan," seperti "memasukkan pasak persegi ke dalam lubang bundar." Apakah itu benar adanya? Mari kita bedah lebih lanjut!
Lars kemudian melanjutkan, "Ada semacam nuansa 4/4 di intro dan verse, dan kemudian menurut saya chorus lebih mirip tempo waltz. Itu benar-benar terdengar seperti dua dunia berbeda yang bergesekan satu sama lain. Bagi saya terdengar sangat canggung." Savage! Tapi jangan khawatir, sebagai seorang profesional, Lars juga mengakui (dengan nada rendah hati) bahwa mereka selalu berusaha yang terbaik di setiap momen, gitu.
Alasan Sang Drummer "Memusuhi" Lagu Ini
Lars menjelaskan lebih lanjut, bahwa Eye Of The Beholder memiliki elemen yang berbeda dan tak selaras. Ia menyebutkan adanya tempo yang berbeda antara bagian intro/ verse dan chorus, yang membuatnya terdengar seperti dua dunia musik yang bertabrakan. Mungkin ini yang membuatnya terasa "dipaksakan."
Lars juga mengakui bahwa ia tidak sering mendengarkan musik Metallica. Ketika musik Metallica diputar, ia cenderung menganalisis aspek teknis seperti mixing dan sonics. Ia juga seringkali merasa ada hal-hal yang bisa diperbaiki – contohnya, suara vokal yang terlalu keras atau bass yang terlalu "boomy." Intinya, ia tidak bisa seperti pendengar biasa yang hanya menikmati musik tanpa analisis berlebihan.
Lebih jauh lagi, Lars juga punya pandangan tentang bagaimana proses kreatif berjalan. Ia mengakui bahwa setiap musisi pasti melakukan yang terbaik pada saat itu, tetapi refleksinya di kemudian hari bisa jadi agak berbeda. Ada kemungkinan penyesalan atau pikiran, "ih, ini bisa lebih bagus."
Kesimpulan: "Eye Of The Beholder" di Masa Depan?
Singkat kata, terlepas dari seberapa besar Anda menyukai "Eye Of The Beholder," salah satu penciptanya, Lars Ulrich, tidak menyukainya. Sampai-sampai kecil kemungkinan Anda akan melihatnya dibawakan secara langsung di konser Metallica lagi. Kecuali, tentu saja, jika ada perubahan dramatis dalam selera musik Lars… atau kalau Metallica tiba-tiba putus asa.
Semoga artikel ini membuka wawasan kita tentang dinamika yang terjadi di balik layar band favorit kita. Musik memang penuh dengan berbagai pandangan dan selera. Ini yang membuat dunia menjadi lebih berwarna, kan? Mungkin lain kali kita akan membahas lagu Metallica lain yang juga punya cerita menarik di baliknya. Stay tuned!