Judicial Commission, lembaga yang tugasnya mengawasi perilaku hakim, tiba-tiba menerapkan kebijakan work from home (WFH) satu hari dalam seminggu. Alasannya? Penghematan anggaran. Kira-kira, apa yang lebih penting: mengawasi jalannya keadilan atau menghemat listrik? Hmm, menarik, bukan?
Beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo mencanangkan efisiensi anggaran di seluruh lembaga pemerintahan. Tujuannya jelas: uang yang tadinya buat bayar ini itu, sekarang bisa dialokasikan ke program andalan. Salah satunya, makan siang gratis. Sebuah ide yang mulia, tapi caranya? Nah, itu dia yang jadi pertanyaan.
Kebijakan WFH ini, konon, sebagai upaya mengurangi konsumsi listrik. Namun, apakah WFH benar-benar solusi jitu? Atau, jangan-jangan, ini cuma gimmick supaya terlihat peduli anggaran? Bukankah tugas utama Judicial Commission adalah menjaga integritas peradilan? Kalau anggaran dipotong, lalu bagaimana mereka bisa menjalankan tugasnya dengan baik?
Efisiensi ala Judicial Commission: Potong Gaji?
Anggaran Judicial Commission tahun ini sempat dipangkas, awalnya dari Rp 184 miliar jadi Rp 100 miliar, lalu kembali dipangkas lagi. Dampaknya? Kepala Judicial Commission sempat mengeluh, bahkan menyebut uang di kas mereka hanya cukup sampai Oktober. Kayaknya, gaji pegawai juga ikut kena revisi.
Untuk menutupi defisit anggaran, Judicial Commission mengambil langkah-langkah lain. Biaya listrik dan air dikurangi, kantor-kantor di daerah kena imbas, penggunaan kendaraan dinas dibatasi, bahkan ada pemangkasan biaya untuk pekerja. Miris, ya? Padahal, tugas mengawasi peradilan itu krusial banget.
Korupsi dan Anggaran: Sebuah Ironi?
Yang lebih menggelitik, kebijakan ini keluar di tengah isu-isu korupsi yang masih marak. Lembaga pengawas anggaran memangkas anggaran demi efisiensi. Di saat yang sama, ada program pemerintah yang membutuhkan dana besar. Apakah ini artinya, kita harus memilih antara efisiensi dan pengawasan?
Presiden memang punya hak untuk menginstruksikan efisiensi anggaran. Tapi, efisiensi yang kebablasan juga bisa berdampak buruk. Jangan sampai, demi memenuhi target efisiensi, kualitas pengawasan malah jadi korban. Korupsi dan buruknya perilaku hakim bisa semakin menjadi-jadi.
Makan Siang Gratis atau Peradilan yang Bersih?
Pertanyaannya sekarang, apakah program makan siang gratis lebih penting daripada peradilan yang bersih? Apakah kita rela mengorbankan pengawasan demi memenuhi program yang sifatnya populis? Tentu saja, makan siang gratis itu bagus, tapi jangan sampai kita lupa bahwa keadilan itu pondasi utama.
Pemotongan anggaran memang perlu. Tapi, harus ada prioritas. Jangan sampai, penghematan anggaran malah mengganggu fungsi-fungsi vital negara. Jangan sampai, demi pencitraan, kita mengorbankan hal yang lebih penting.
WFH: Solusi Tepat atau Ilusi?
WFH memang bisa jadi solusi penghematan, tapi apakah efektif? Apakah produktivitas pegawai tetap terjaga? Jangan sampai, WFH malah jadi alasan untuk berleha-leha di rumah. Judicial Commission harus memastikan kebijakan ini tidak berdampak buruk pada kinerja mereka.
Evaluasi bulanan harus dilakukan secara ketat. Kalau WFH ternyata malah bikin kinerja menurun, kebijakan ini harus dievaluasi ulang. Jangan sampai, penghematan anggaran malah menjadi bumerang yang merugikan.
Ingat, Gen Z dan milenial itu melek informasi. Kita pintar membedakan mana yang benar-benar peduli, mana yang cuma lips service.
Setiap keputusan punya konsekuensi. WFH, pemotongan anggaran, dan program makan siang gratis adalah contohnya. Kita harus cermat melihat dampak dari setiap kebijakan. Jangan sampai, kita terjebak dalam ilusi efisiensi, lalu melupakan hal yang paling mendasar: keadilan. Kita butuh peradilan yang bersih, bukan sekadar penghematan anggaran.