Dark Mode Light Mode

Kajian Inggris Soroti Reformasi Regulasi Kesetaraan Gender di ASEAN

Sebuah Langkah Maju di ASEAN: Antara Janji dan Realita Regulasi

Pada tanggal 6 Maret 2025, dunia disuguhi kabar baik. Inggris, bersama Centre for Strategy and Evaluation Services (CSES), meluncurkan studi penelitian ambisius bertajuk “Reformasi Regulasi untuk Bisnis dan Konsumen di Negara-negara ASEAN – Memahami Dampak Potensial pada Kesetaraan Gender dan Usaha Mikro, Kecil, & Menengah (UMKM).”

Studi ini, yang diluncurkan di bawah pilar Reformasi Regulasi dari Program Integrasi Ekonomi ASEAN-Inggris, bertujuan untuk mengungkap tantangan yang dihadapi dunia usaha serta mengidentifikasi peluang untuk pembuatan kebijakan yang lebih inklusif. Kita semua tahu, janji manis memang selalu menggoda. Tujuan utamanya adalah untuk mereformasi regulasi agar lebih mendukung pengusaha wanita dan UMKM di seluruh kawasan ASEAN.

Menurut data, ada lebih dari 70 juta UMKM di ASEAN. Ya, angka yang fantastis, mencerminkan potensi ekonomi yang luar biasa. Temuan penelitian pada dialog yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan menyoroti betapa rumit dan mahalnya kepatuhan terhadap regulasi —seperti lisensi, keamanan produk konsumen, kekayaan intelektual, dan standar industri—yang justru menghambat kemajuan UMKM. Bukankah ironis? Di mana UMKM mencakup 99% dari seluruh bisnis dan 85% dari lapangan pekerjaan, tetapi hanya menyumbang 18% dari ekspor.

UMKM dan Perempuan: Nasib yang Tertukar

Fakta yang menarik, atau mungkin menyedihkan, sebagian besar usaha mikro dipimpin oleh perempuan. Banyak dari mereka masih berkutat di sektor informal dan menghadapi hambatan tambahan, seperti akses terbatas ke keuangan, alat digital, dan informasi regulasi. Ini yang disebut perjuangan kelas, tapi versi UMKM.

Perwakilan Inggris, pembuat kebijakan ASEAN, organisasi pendukung UMKM, dan para pemimpin bisnis membahas solusi praktis untuk memastikan bahwa reformasi regulasi mendorong pertumbuhan sekaligus melindungi kepentingan bisnis. Studi ini menekankan perlunya kebijakan yang mempertimbangkan realitas UMKM agar mereka tidak tertinggal dalam reformasi ekonomi. Jadi, apakah ini hanya lip service?

Sarah Tiffin, Duta Besar Inggris untuk ASEAN, dengan berapi-api menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan sangat penting bagi masyarakat. Inklusi mereka dapat mendorong bisnis, inovasi, dan ketahanan ekonomi. Inggris menempatkan perempuan sebagai jantung dari kerja sama dengan ASEAN dan berkomitmen untuk mendukung ASEAN dalam mempercepat inklusivitas dalam bisnis, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pidato yang menginspirasi, tapi cukupkah?

Regulasi: Antara Kebaikan dan Beban

Studi ini memberikan wawasan penting tentang tantangan struktural yang dihadapi UMKM dan pengusaha wanita. Ini memberikan rekomendasi tentang cara mengatasinya. Dengan demikian, sebuah lingkungan regulasi yang kondusif untuk inovasi dan ketahanan ekonomi bisa terwujud. Ingat, perempuan secara tidak proporsional menjalankan bisnis mikro dan kecil di seluruh ASEAN, dan keberhasilan mereka sangat penting bagi masa depan ekonomi kawasan.

Sita Zimpel, Manajer Komisi GIZ ASEAN SME II, menambahkan bahwa sebagai pendorong utama ekonomi ASEAN, UMKM perlu memahami persyaratan regulasi tersebut untuk berdagang di dalam dan lintas batas secara sukses. GIZ berkomitmen untuk memperkuat UMKM dan pengusaha wanita di kawasan, termasuk dukungan untuk platform ASEAN Access. Ini seperti pepatah, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh,” namun skalanya lebih besar. Tujuannya adalah menghubungkan bisnis dengan jaringan dan peluang baru di ASEAN dan pasar luar negeri.

Inggris tetap berkomitmen untuk mendukung upaya ASEAN dalam reformasi regulasi. Tujuannya adalah untuk memastikan bisnis dari semua ukuran, terutama yang dipimpin oleh wanita, dapat berkembang dalam ekonomi digital yang semakin kompetitif. Rekomendasi studi akan membantu membentuk diskusi kebijakan di masa depan. Mungkin, hanya mungkin, membuka jalan bagi kerangka regulasi yang lebih inklusif dan efektif.

Saatnya untuk Aksi Nyata, Bukan Sekadar Kata

Kesimpulannya, meskipun ada banyak kata-kata indah dan janji manis, kita menunggu bukti nyata. Kita perlu melihat bagaimana reformasi regulasi ini benar-benar berdampak pada UMKM dan pengusaha wanita di ASEAN. Apakah mereka akan mendapatkan akses yang lebih baik ke modal, teknologi, dan informasi? Ataukah semua ini hanya akan menjadi wacana tanpa tindakan nyata?

Realita seringkali berbeda dengan harapan. Maka dari itu, kita perlu melihat bagaimana rekomendasi studi ini diimplementasikan. Cukup sudah dengan pidato-pidato heroik. Kita membutuhkan tindakan nyata yang berdampak langsung pada kehidupan para pelaku UMKM.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Game Baru, Akun Lama: Drama Wajib Link Akun yang Bikin Gamer Naik Darah

Next Post

Indonesian Final Fantasy: A Divisive Legacy 15 Years On