Dark Mode Light Mode

Jimmy Page Ledakkan Kritik AI Pemerintah Inggris: Akankah Seni Manusia Tergantikan?

Led Zeppelin vs. Robot: Ketika AI Mencuri Jiwa Musik

Apakah kamu pernah merasa deja vu saat mendengarkan lagu baru? Mungkin nadanya familiar, atau ada bagian yang terasa seperti pernah kamu dengar sebelumnya. Nah, Jimmy Page, gitaris legendaris Led Zeppelin, punya pandangan menarik tentang hal ini. Ia baru saja menyuarakan pendapatnya mengenai dampak Artificial Intelligence (AI) terhadap dunia musik.

AI: Pencuri Kreasi atau Inovator?

Pemerintah Inggris sedang mempertimbangkan sebuah rancangan undang-undang yang memungkinkan AI menggunakan musik yang sudah ada sebagai bahan pembelajaran. Idenya, sih, biar AI bisa menciptakan karya baru. Tapi, ada sistem "opt-out" di mana seniman bisa memilih agar karyanya tidak digunakan. Sounds fair, right? Tunggu dulu.

Jimmy Page berpendapat sistem ini tidak efektif dan malah membuka pintu bagi AI untuk mengeksploitasi seniman tanpa kompensasi yang layak. Ingat, dulu waktu ia masih jadi musisi session, kalau ada yang mencontek riff gitarnya tanpa izin, itu namanya pencurian. Nah, hal yang sama seharusnya berlaku untuk AI.

Musik Tanpa Jiwa?

Page berpendapat bahwa karya seni yang dihasilkan oleh AI, meskipun canggih, terasa hampa karena kurangnya pengalaman hidup dan emosi manusia. Bayangkan lagu yang dibuat tanpa cinta, patah hati, atau semangat juang. Hanya akan ada nada-nada yang copy-paste tanpa jiwa.

AI hanya meniru, menyerap data, lalu menghasilkan tiruan. Ini bukan inovasi, tapi eksploitasi. Page mengajak semua orang untuk memperjuangkan kebijakan yang melindungi seniman. Jangan sampai karya mereka disedot ke dalam black hole AI tanpa izin.

"Opt-Out" atau "Out of Luck"?

Rancangan undang-undang pemerintah Inggris, dengan sistem "opt-out"-nya, dianggap sebagai akal-akalan. Page bilang, secara teknis, hampir mustahil bagi seniman untuk benar-benar "opt-out". Jadi, AI tetap bisa menggunakan karya mereka tanpa izin. Kenyataan yang pahit, ya?

Ini bukan regulasi, tapi malah memberikan kebebasan bagi AI untuk mengeksploitasi kreativitas. Kita butuh undang-undang yang jelas, yang mewajibkan AI meminta izin dan memberikan kompensasi yang adil. Bukan hanya janji manis.

Menyelamatkan Jiwa Musik

Musik itu bukan sekadar data. Musik itu adalah luapan emosi, pemberontakan terhadap logika, perpaduan waktu, tempat, dan jiwa. Kita tidak bisa membiarkan AI mengambil alih. Jika kita membiarkan mesin merampas hati dari kreasi manusia, kita bukan membuka era baru, tapi menandatangani surat kematian bagi orisinalitas.

Pertempuran Terakhir untuk Kreativitas?

Pemerintah Inggris sepertinya lebih memilih membiarkan AI berjalan tanpa aturan yang jelas, sementara Jimmy Page dan banyak seniman lainya berjuang untuk melindungi hak-hak mereka. Pertanyaannya, kita mau pilih yang mana? Membiarkan mesin menguasai panggung, atau berjuang untuk mempertahankan keajaiban tak tergantikan dari seni manusia?

Perjuangan ini bukan hanya tentang melindungi seniman, ini tentang menjaga warisan budaya kita. Jangan biarkan AI menjadi dalang dari hilangnya keaslian dalam musik. Pilihlah dengan bijak.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Onimusha VR: Pertarungan Tim Bayangan Mulai di Arkade Jepang 14 Maret, Isyarat Keseruan Bagi Pemain Indonesia

Next Post

Indonesia Buka Visa Khusus untuk Mahasiswa Palestina: Dampak dan Harapan