Dark Mode Light Mode

Indonesia 2045: Menuju Emas atau Justru Lemas?

Indonesia 2045 dihadapkan pada tantangan bonus demografi dan investasi teknologi yang belum efisien. Apakah kita akan mencapai era emas, atau justru semakin lemas?

Banyak yang optimis bahwa pada tahun 2045, Indonesia akan mencapai masa keemasannya. Namun, dengan berbagai tantangan yang dihadapi saat ini, apakah optimisme tersebut realistis? Apakah kita benar-benar menuju Indonesia Emas, atau justru semakin dekat dengan Indonesia Lemas?

Sementara China melalui DeepSeek bisa membangun AI canggih dengan investasi yang relatif efisien, Indonesia justru menggelontorkan anggaran besar untuk proyek-proyek yang efektivitasnya masih dipertanyakan. Salah satunya adalah Coretax, sistem administrasi perpajakan terbaru yang digadang-gadang akan meningkatkan efisiensi. Namun, setelah peluncurannya, banyak pengguna mengeluhkan gangguan teknis, seperti kesulitan akses dan ketidakcocokan data.

Di sisi lain, DeepSeek membuktikan bahwa dengan strategi yang tepat, inovasi teknologi bisa dicapai dengan anggaran yang lebih efisien. Jika Indonesia terus mengulang pola investasi besar tanpa hasil yang maksimal, apakah kita siap menghadapi realitas ekonomi di masa depan?

Bonus Demografi: Peluang atau Ancaman?

Pada tahun 2045, 60 persen penduduk Indonesia berada dalam usia produktif. Secara teori, ini adalah kesempatan emas untuk meningkatkan ekonomi nasional. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, bonus demografi ini bisa berubah menjadi beban ekonomi.

Menurut standar global, PDB per kapita Indonesia di 2045 harus mencapai USD 23.000 per tahun agar bisa dikategorikan sebagai negara maju. Jika gagal mencapai angka ini, kita akan menghadapi generasi pensiunan yang tidak sejahtera, sistem jaminan sosial yang kewalahan, dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan.

Pertanyaannya, apakah strategi pembangunan Indonesia saat ini cukup untuk mencapai target tersebut?

DeepSeek vs. Coretax: Efisiensi vs. Pemborosan?

Keberhasilan DeepSeek bukan hanya karena modal yang kecil, tetapi karena strategi mereka yang efektif.

  • Biaya USD 6 juta yang banyak diberitakan sebenarnya hanya untuk biaya training AI selama dua bulan.
  • Mereka menggunakan GPU lama, biaya training lebih murah, dan berbasis open-source, tetapi hasilnya mampu menyaingi OpenAI.
  • DeepSeek tetap memiliki investasi besar dalam infrastruktur: 2048 GPU H800 dengan total biaya USD 100 juta hingga USD 150 juta (Rp1,6 triliun – Rp2,4 triliun).
  • Bahkan ada spekulasi bahwa mereka memiliki 50 ribu GPU yang tidak diumumkan karena adanya pembatasan ekspor dari AS. Jika benar, maka total investasinya bisa mencapai Rp40 triliun.

Sementara itu, Indonesia menghabiskan Rp1,3 triliun untuk Coretax, tetapi implementasinya masih bermasalah. Jika dibandingkan, investasi DeepSeek terasa jauh lebih efisien dan strategis.

Mengapa Indonesia Selalu Kalah?

Indonesia terus tertinggal dalam inovasi teknologi bukan karena kurangnya dana, tetapi karena beberapa faktor mendasar:

1. Investasi Besar Tanpa Riset yang Matang

DeepSeek berhasil karena strateginya berbasis riset yang kuat. Sementara di Indonesia, dana besar sering kali dikeluarkan sebelum ada perencanaan yang jelas.

2. Kurangnya SDM Berkualitas di Bidang Teknologi

Keberhasilan DeepSeek tidak hanya tentang modal, tetapi juga tentang kualitas para insinyurnya.
Banyak talenta teknologi Indonesia yang akhirnya memilih bekerja di luar negeri karena kurangnya dukungan dan fasilitas yang memadai di dalam negeri.

3. Gagal Memanfaatkan Teknologi Secara Efektif

DeepSeek membuktikan bahwa dengan strategi yang tepat, AI bisa dikembangkan dengan biaya yang lebih efisien.
Di Indonesia, pengadaan teknologi sering kali lebih menitikberatkan pada pengeluaran besar daripada pemanfaatan optimal.

4. Tidak Ada Jaminan ROI yang Jelas

Dunia industri AI memahami bahwa biaya pengembangan teknologi ini sangat besar dan hasilnya belum tentu langsung terlihat.
Namun, di Indonesia, banyak proyek besar yang diadakan tanpa kejelasan pengembalian investasi, sehingga berujung pada pemborosan anggaran.

Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?

Jika ingin benar-benar mencapai target Indonesia Emas 2045, perubahan fundamental harus dilakukan.

1. Fokus pada Pengembangan SDM Teknologi

  • Pendidikan dan pelatihan di bidang teknologi dan sains harus menjadi prioritas utama.
  • Pemerintah harus memberikan insentif kepada talenta AI dan teknologi agar tetap berkarya di dalam negeri.

2. Efisiensi Anggaran dan Transparansi Proyek Teknologi

  • Proyek teknologi harus memiliki rencana yang jelas dan transparan dalam penggunaan anggaran.
  • Pemerintah harus meniru model seperti DeepSeek, di mana strategi yang efisien lebih penting daripada sekadar menggelontorkan dana besar.

3. Membangun Ekosistem Teknologi Domestik yang Berkelanjutan

  • Startup AI lokal harus mendapatkan dukungan nyata, baik dalam bentuk pendanaan maupun akses ke sumber daya komputasi yang memadai.
  • Indonesia tidak bisa terus bergantung pada teknologi luar negeri jika ingin menjadi pemain utama dalam AI.

4. Mendorong Kolaborasi Swasta dan Pemerintah

  • Industri teknologi tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah.
  • Swasta harus diberikan lebih banyak insentif untuk berinvestasi dalam pengembangan AI dan infrastruktur digital.

2045: Indonesia Emas atau Indonesia Lemas?

Jika investasi masih dilakukan tanpa perencanaan matang dan proyek-proyek besar hanya menjadi ajang pemborosan, maka Indonesia 2045 tidak akan jadi emas, melainkan lemas.

Namun, jika strategi mulai diperbaiki, anggaran dikelola dengan transparan, dan pengembangan SDM menjadi prioritas utama, masih ada peluang bagi Indonesia untuk bersaing di panggung global.

Yang jelas, waktu kita tidak banyak.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Kenapa China Bisa Ngalahin AS dalam AI? Ternyata, Ini Ada Hubungannya dengan Kompetisi di Sekolah!

Next Post

Rupiah Rp8.000 per Dolar? Tenang, Itu Cuma Google yang Lagi Ngantuk