Dark Mode Light Mode

Harga Pangan Diprediksi Meroket Saat Ramadan Akibat Permintaan Tinggi dan Kendala Pasokan

Ramadhan, Harga Bahan Pokok, dan Drama yang Tak Kunjung Usai

Ramadhan datang lagi, bukan cuma waktunya ibadah dan silaturahmi, tapi juga saatnya kita semua menghadapi drama tahunan: harga bahan pokok yang melambung tinggi. Bukan kejutan lagi, sih. Hampir seperti jadwal rutin yang sudah terukir dalam kalender, setiap kali bulan puasa tiba, gosip di warung kopi berubah jadi keluhan harga minyak goreng dan cabai yang makin pedas di kantong.

Persoalannya bukan cuma soal harga yang naik, tapi juga soal dampaknya. Bagi sebagian besar dari kita, kenaikan harga berarti perhitungan ulang anggaran belanja dapur. Belum lagi kalau harus mikirin variasi menu sahur dan buka puasa yang tetap enak tapi juga ramah di dompet.

Minyak Goreng dan Daging: Bintang Utama Drama Harga

Menurut para ahli ekonomi, kenaikan harga ini memang udah jadi siklus yang sulit dihindari. Permintaan meningkat tajam karena semua orang berlomba-lomba menyiapkan hidangan spesial. Di sisi lain, pasokan bahan pokok, terutama minyak goreng dan daging, seringkali nggak bisa mengimbangi lonjakan permintaan.

Pemerintah memang punya batas harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng. Tapi, kenyataannya di lapangan, harga bisa aja lebih tinggi. Daging sapi juga sama, seolah-olah harga nggak punya rasa iba sama sekali. Padahal, kita semua tahu, kedua bahan ini adalah center stage dalam hidangan sehari-hari.

Cabai, Si Ratu Drama yang Tak Pernah Absen

Cabai, sang ratu drama, juga nggak mau ketinggalan. Cuaca yang nggak menentu seringkali jadi alasan klasik naiknya harga cabai. Hujan deras yang bikin tanaman busuk atau bunga yang nggak mekar sempurna, semuanya bisa jadi pemicu kenaikan harga.

Kenaikan harga 5-10% mungkin masih bisa ditolerir. Tapi, menjelang Lebaran, persaingan untuk mendapatkan cabai bisa sampai yang paling mahal. Harganya bisa mencapai Rp 70.000-Rp 80.000 per kilogram. Gimana mau masak yang pedas-pedas kalau harganya bikin meringis?

Telur, Si Penyelamat yang Tak Banyak Bicara

Untungnya, ada telur yang cukup stabil. Peternak biasanya sudah mengantisipasi peningkatan permintaan, sehingga stok telur tetap terjaga. Kenaikan harga Rp 1.000 atau Rp 2.000 per kilogram masih terbilang wajar. Setidaknya, telur bisa jadi alternatif sumber protein yang lebih terjangkau di tengah gejolak harga bahan pokok lainya. Telur emang penyelamat banget, deh!

Untuk mengatasi masalah harga bahan pokok di bulan Ramadhan, ada beberapa solusi yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah inovasi di sektor pertanian, seperti pengembangan pertanian dengan sistem rumah kaca. Hal itu bertujuan untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap produksi.

Yang pasti, butuh dukungan dari banyak pihak agar solusi ini bisa terwujud dan berkelanjutan. Jangan sampai, drama harga bahan pokok ini terus berulang setiap tahun. Mungkin, kita semua juga perlu lebih kreatif dalam mengelola anggaran dan mencari alternatif bahan makanan.

Maka dari itu, mari kita berharap, semoga harga bahan pokok nggak ikut-ikutan puasa. Sehingga, kita bisa fokus menjalankan ibadah dengan tenang dan penuh keberkahan. Dan, semoga pemerintah juga terus berupaya mencari solusi yang efektif dan berkelanjutan.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Blok M Akhir Pekan: Pusat Perbelanjaan Pelopor yang Tak Lekang Waktu - Gaya Hidup

Next Post

Pelacakan Jejak Karbon Dioksida di Indonesia Lebih Akurat dengan Pendekatan Reduksi Model dan Asimilasi Data