Pernah nggak sih kamu merasa bingung, “Kenapa dia dulu berjuang mati-matian buat dapetin aku, tapi sekarang malah memperlakukan aku kayak nggak ada artinya?” Pertanyaan ini sering banget muncul, terutama dalam hubungan yang berubah dari awalnya penuh semangat menjadi toxic. Di awal, dia seperti pahlawan yang mengejar cintamu tanpa lelah. Tapi begitu kalian resmi bersama, perlahan sikapnya berubah drastis.
Coba deh, ingat-ingat masa-masa awal. Ingat saat pertama kali kamu menolaknya? Apa dia nyerah? Kemungkinan besar, nggak. Dia terus berusaha, dan kamu mungkin mulai berpikir, “Wah, dia pasti sayang banget sama aku, sampai segitunya berjuang.” Tapi benarkah itu tanda cinta yang sesungguhnya? Nah, di sini yang perlu kita bedah lebih dalam.
Ketika seseorang terus berjuang meskipun kamu sudah menolak berkali-kali, itu bukan soal bagaimana dia menghargai kamu, tapi soal egonya. Bukan kamu yang dia kejar sebenarnya, melainkan ego dan ambisinya sendiri. Saat kamu menolaknya, penolakan itu bukan diterima sebagai keputusanmu, tapi dilihat sebagai tantangan yang harus dia taklukkan. Ini bukan soal cinta atau kasih sayang yang tulus, tapi lebih kepada keinginannya untuk memenangkan sesuatu yang dia anggap berharga—dan hal itu bukan berarti kamu sebagai pribadi, tapi lebih ke hadiah yang harus dia dapatkan.
No, it is not about you. It is all about him. It’s all about what he wants. Not what you want.
Dalam hubungan yang sehat, ada satu prinsip penting: “Jika kamu benar-benar mencintai seseorang, kamu akan menghargai keputusannya.” Seseorang yang benar-benar peduli pada kamu akan mundur setelah penolakan pertama atau kedua. Bukan karena dia nggak cukup tertarik, tapi karena dia mengerti bahwa cinta itu nggak bisa dipaksakan. Hubungan yang sehat bukan tentang siapa yang paling gigih mengejar, tapi tentang dua hati yang bisa saling selaras. Di sisi lain, seseorang yang nggak terima ditolak akan terus memaksa kamu sampai kamu menyerah. Dan di situ sudah jelas terlihat bahwa kebahagiaanmu bukan prioritasnya—yang dia pedulikan adalah kemenangannya.
Kenapa Setelah Dia Mendapatkan Kamu, Dia Berubah?
Pertanyaan besar yang sering muncul setelah itu adalah, “Kenapa setelah dia berhasil mendapatkanku, dia berubah total?” Jawabannya cukup sederhana tapi mungkin mengejutkan: karena sejak awal, dia nggak pernah benar-benar peduli pada apa yang kamu butuhkan. Yang dia kejar selama ini bukan dirimu, tapi ide tentang kemenangan itu sendiri.
Menurut psikolog Dr. Lisa Firestone dalam tulisannya di PsychAlive, perilaku seperti ini sering terjadi dalam hubungan yang dilandasi fantasi akan cinta, bukan cinta yang sesungguhnya. Di awal, seseorang mungkin sangat terobsesi dengan “perburuan,” merasa senang dan bersemangat saat mendekati seseorang yang terlihat sulit didapatkan. Namun, ketika tantangan itu berakhir (alias, saat kamu menerima perasaanya), semangat itu juga ikut padam. Karena sejak awal, yang memotivasi dia bukan cinta yang tulus, tapi keinginan untuk menang.
Ketika akhirnya kamu setuju untuk bersama, dia merasa telah “memenangkan” apa yang dia inginkan. Dan begitu rasa “menang” itu didapat, dia nggak lagi merasa perlu untuk berusaha. Karena di mata dia, misinya sudah selesai. Inilah yang menyebabkan dia mulai mengabaikanmu, memperlakukanmu dengan buruk, atau bahkan berhenti memberikan perhatian seperti dulu. Karena sejak awal, tujuan dia adalah untuk memenuhi ego dan kebutuhannya sendiri, bukan membangun hubungan yang sehat atau saling mendukung.
Kenapa Ini Sering Terjadi?
Menurut beberapa ahli psikologi, fenomena ini sering disebut dengan pursuer-distancer dynamic. Dr. Terri Orbuch, seorang profesor di Oakland University dan penulis 5 Simple Steps to Take Your Marriage from Good to Great, menjelaskan bahwa dalam hubungan seperti ini, satu pihak bertindak sebagai pursuer (pengejar) dan pihak lain sebagai distancer (penjauh). Semakin pihak yang dikejar mencoba menjauh, semakin gigih si pengejar mengejar. Tetapi, begitu pihak penjauh berhenti menolak dan mulai membuka diri, pursuer akan kehilangan minat, karena daya tariknya terletak pada tantangan itu sendiri.
Dalam kasus seperti ini, hubungan sejak awal dibangun di atas ketidakseimbangan, bukan keinginan tulus untuk membangun koneksi yang sehat. Si pengejar hanya merasa puas saat dia merasa menang. Tapi begitu dia menang, tantangan hilang, dan perhatiannya ikut menghilang.
Kesalahpahaman Tentang “Perjuangan” Dalam Hubungan
Banyak dari kita sering salah paham dalam hal ini. Kita pikir, “Wah, dia berjuang keras untuk aku, pasti sayang banget.” Tapi kita lupa bahwa hubungan yang sehat adalah tentang dua orang yang saling menghargai dan memahami, bukan tentang siapa yang paling keras berusaha. Ketika seseorang nggak menghormati penolakanmu, itu adalah tanda besar bahwa dia nggak benar-benar menghargai kamu sebagai individu.
Dr. Susan Krauss Whitbourne, seorang profesor psikologi di University of Massachusetts Amherst, menjelaskan dalam artikelnya di Psychology Today bahwa orang yang terus-menerus mengejar meski sudah ditolak sering kali melakukannya karena dorongan ego dan perasaan tidak aman. Mereka merasa, dengan memenangkan hati seseorang yang sulit didapatkan, mereka bisa memperbaiki atau meningkatkan rasa harga diri mereka sendiri. Namun, ini tidak ada hubungannya dengan cinta sejati atau penghargaan terhadap orang yang mereka kejar.
Refleksi Diri: Apakah Kamu Melakukan Hal yang Sama?
Sekarang coba balik sudut pandang sebentar. Pernah nggak kamu sendiri berpikir, “Aku sudah berusaha keras untuk dia, kenapa dia nggak menghargai usahaku?” Pertanyaannya adalah, apakah usahamu benar-benar untuk dia, atau hanya untuk memenuhi keinginanmu sendiri agar diterima? Kadang, tanpa disadari, kita terjebak dalam keinginan untuk mendapatkan seseorang bukan karena cinta, tapi karena ego. Dan ini bisa jadi sangat merusak, baik untuk diri sendiri maupun untuk hubungan itu sendiri.
Apa yang Bisa Dipelajari?
Pelajaran besar dari semua ini adalah bahwa hubungan itu bukan tentang seberapa keras kamu berjuang untuk mendapatkannya, tapi seberapa besar kamu bisa menghargai keinginan dan keputusan orang lain. Seseorang yang benar-benar mencintai kamu nggak akan memaksa. Dia akan menghormati pilihanmu, bahkan jika itu berarti harus mundur dari hidupmu.
Jadi, kalau kamu mendapati dirimu dalam situasi di mana seseorang berjuang mati-matian untukmu, tapi kemudian memperlakukanmu seperti tidak ada artinya, coba pertimbangkan ini: Mungkin sejak awal dia hanya mengejar egonya, bukan kamu sebagai pribadi.
Love is not a chase; it’s mutual respect.