Dark Mode Light Mode
Richie Faulkner Judas Priest Ungkap Kerusakan Otak Permanen Akibat Stroke yang Dialaminya
Di Balik Foto ‘Awkward’ Bill Gates: Ucapan Tak Terduga di Ultah ke-50 Microsoft
Eminem Resmi Jadi Kakek

Di Balik Foto ‘Awkward’ Bill Gates: Ucapan Tak Terduga di Ultah ke-50 Microsoft

Percaya atau tidak, raksasa teknologi yang kini produknya mungkin ada di laptop atau bahkan smartphone kamu, berawal dari dua sahabat, sebuah majalah elektronik lawas, dan sedikit kenekatan yang berbuah manis. Bayangkan saja, Bill Gates sendiri baru-baru ini bernostalgia sambil sedikit cringe melihat foto-foto lamanya saat merintis perusahaan ini, membuktikan bahwa semua founder hebat pun pernah melewati fase awkward. Tapi jangan salah, di balik foto jadul dan gaya rambut tahun 70-an, ada percikan jenius yang mengubah dunia komputasi selamanya.

Kisah ini dimulai secara resmi pada 4 April 1975, tanggal keramat ketika Bill Gates dan Paul Allen mendirikan sebuah perusahaan kecil yang mereka namai Micro-Soft (iya, awalnya pakai tanda hubung!). Dua sahabat SMA ini, yang satu drop out dari Harvard dan satunya lagi sudah bekerja, punya visi besar: membawa komputasi ke setiap meja dan rumah. Sebuah ide yang terdengar gila pada masanya, ketika komputer masih seukuran lemari es dan hanya dimiliki institusi besar atau pemerintah.

Semua bermula dari sebuah artikel di majalah Popular Electronics edisi Januari 1975. Artikel itu membahas tentang Altair 8800, sebuah minicomputer revolusioner yang ditenagai chip kecil dari perusahaan yang saat itu belum banyak dikenal, Intel. Bagi Gates dan Allen, artikel ini bukan sekadar bacaan ringan pengisi waktu luang; ini adalah sinyal, sebuah kesempatan emas yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Mereka melihat potensi besar di balik kotak logam itu.

Saat itu, Gates masih berstatus mahasiswa baru di Harvard, sementara Allen sudah lebih dulu terjun ke dunia kerja. Namun, hasrat mereka terhadap komputer dan software menyatukan keduanya. Artikel tentang Altair 8800 itu bagaikan bahan bakar yang menyulut api ambisi mereka. Mereka sadar bahwa hardware canggih sekalipun tidak akan berguna tanpa software yang membuatnya bisa dioperasikan oleh pengguna awam.

Momen krusial datang ketika Gates dan Allen memutuskan untuk menghubungi langsung produsen Altair 8800, Micro Instrumentation and Telemetry Systems (MITS). Dengan penuh percaya diri (atau mungkin nekat?), mereka meyakinkan CEO MITS, Ed Roberts, bahwa mereka telah mengembangkan software yang bisa menjalankan Altair. Padahal, kenyataannya? Kode program itu bahkan belum mulai mereka tulis sama sekali! Classic fake it till you make it.

Strategi berani ini adalah pertaruhan besar. Bayangkan kamu menelepon perusahaan besar, menjanjikan produk yang sebenarnya belum ada wujudnya. Namun, inilah percikan awal yang melahirkan Microsoft. Mereka tahu, MITS membutuhkan software agar Altair 8800 laku di pasaran, dan mereka melihat celah untuk menjadi yang pertama menyediakannya. Keberanian inilah yang membedakan mereka.

Hanya lima tahun setelah momen nekat itu, tepatnya pada tahun 1980, Microsoft yang masih hijau berhasil mengamankan kontrak deal raksasa dengan IBM untuk menyediakan sistem operasi bagi personal computer (PC) pertama mereka. Kesepakatan ini menjadi tonggak sejarah yang melambungkan nama Microsoft dan menjadi fondasi dominasinya di industri software selama puluhan tahun kemudian. Dari janji ‘kosong' ke kontrak IBM, lompatan kuantum yang luar biasa.

Dari Majalah Jadul ke Raksasa Teknologi Dunia

Siapa sangka, inspirasi datang dari lembaran kertas majalah teknologi yang mungkin kini sudah menguning dimakan usia. Artikel tentang Altair 8800 di Popular Electronics menjadi katalisator. Gates dan Allen, yang saat itu masih sangat muda, melihat jauh ke depan, melampaui keterbatasan teknologi pada masanya. Mereka tidak hanya melihat sebuah mesin, tetapi sebuah platform yang membutuhkan ‘jiwa' berupa software.

Impian mereka adalah mendirikan apa yang mereka sebut sebagai "pabrik software" pertama di dunia. Sebuah konsep yang unik pada era di mana fokus utama industri masih pada pengembangan hardware. Mereka ingin mendedikasikan diri sepenuhnya pada penciptaan kode, algoritma, dan program yang akan membuat komputer lebih aksesibel dan berguna bagi masyarakat luas. Visi inilah yang menjadi DNA Microsoft.

Meskipun kode yang diketik Gates di mesin teletype mungkin terlihat primitif jika dibandingkan dengan kecanggihan sistem Artificial Intelligence (AI) seperti Copilot saat ini, kode tersebut adalah fondasi penting. Kode itulah yang menjadi bukti kemampuan mereka kepada MITS dan menjadi produk pertama Microsoft. Sebuah langkah kecil bagi Gates dan Allen, tapi lompatan raksasa bagi dunia komputasi personal. Kita semua berhutang pada kode ‘jadul' itu.

Kini, perusahaan yang berbasis di Redmond, Washington ini telah berusia hampir setengah abad, sebuah perjalanan panjang yang penuh inovasi, persaingan ketat, dan transformasi. Dari hanya dua orang sahabat dengan sebuah ide gila, Microsoft tumbuh menjadi korporasi global dengan valuasi pasar mencapai sekitar $2.8 triliun di bawah kepemimpinan CEO Satya Nadella. Sebuah bukti bahwa visi dan eksekusi yang tepat bisa mengubah dunia.

BASIC: Bahasa Pemrograman Penyelamat (dan Sedikit Nekat)

Jadi, bagaimana Gates dan Allen bisa memenuhi janji mereka kepada MITS padahal belum punya kodenya? Jawabannya terletak pada BASIC (Beginner's All-purpose Symbolic Instruction Code), sebuah bahasa pemrograman yang dikembangkan di Dartmouth College pada tahun 1964. Mereka melihat BASIC sebagai pilihan ideal karena relatif mudah dipelajari dan diimplementasikan pada mesin dengan sumber daya terbatas seperti Altair.

Tantangan terbesarnya adalah mereka harus mengadaptasi BASIC untuk komputer Altair tanpa memiliki akses fisik ke prototipe mesinnya. Ini seperti mencoba membuat kunci tanpa pernah melihat lubang kuncinya. Mereka harus bekerja berdasarkan dokumentasi, diagram, dan imajinasi teknis mereka yang luar biasa. Sebuah tugas yang membutuhkan ketelitian, kecerdasan, dan mungkin sedikit keberuntungan.

Mereka bekerja siang malam, menggunakan komputer kampus dan sumber daya terbatas lainnya untuk menulis dan menguji interpreter BASIC mereka. Proses ini penuh dengan trial and error, debugging tanpa henti, dan tekanan waktu yang luar biasa. Namun, semangat entrepreneurship dan keyakinan pada visi mereka membuat mereka terus maju, baris demi baris kode. Coding under pressure level dewa, mungkin?

Foto Jadul Boleh Awkward, Kodenya Revolusioner

Baru-baru ini, Bill Gates melalui akun Instagramnya membagikan kenangan dan, ya, foto-foto awkward dari masa awal Microsoft, lengkap dengan caption jenaka, "Terima kasih untuk kenangannya—dan sesi foto yang awkward." Ia bahkan mengaku, "Sayangnya, aku tidak akan pernah merasa sekeren itu lagi karena inilah aku di masa-masa awal Microsoft." Sebuah pengingat bahwa di balik kesuksesan besar, ada masa-masa merintis yang unik dan kadang kocak.

Nostalgia ini juga tercermin dalam memoarnya yang dirilis Februari lalu, yang mengeksplorasi masa kecilnya sebagai anak yang sering disalahpahami dan punya sedikit teman. Perjalanan hidupnya menunjukkan bagaimana passion dan fokus pada teknologi bisa mengubah seorang introvert menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia. Selain itu, ia juga merayakan 25 tahun yayasan filantropi yang ia dirikan setelah mundur sebagai CEO Microsoft pada tahun 2000.

Meskipun Gates sering bernostalgia, warisan teknisnya terus berkembang. Microsoft, setelah sempat sedikit terseok pasca kepergian Gates dari kursi CEO, kini kembali berjaya di bawah kepemimpinan Satya Nadella. Fokus pada cloud computing (Azure) dan integrasi AI (seperti Copilot yang bahkan bisa ‘meledek' para pendirinya) menunjukkan kemampuan adaptasi Microsoft yang luar biasa di era baru teknologi. Perusahaan ini membuktikan bahwa mereka bukan hanya tentang Windows dan Office.

Warisan Gates: Dari Garasi ke Valuasi Triliunan Dolar

Perjalanan Microsoft dari ide di kepala dua sahabat hingga menjadi raksasa teknologi bernilai triliunan dolar adalah kisah inspiratif tentang inovasi, keberanian mengambil risiko, dan eksekusi yang tanpa henti. Mereka tidak hanya menjual software, tetapi menjual visi tentang bagaimana teknologi bisa memberdayakan setiap individu dan organisasi di planet ini untuk mencapai lebih banyak hal. Sebuah visi yang masih relevan hingga hari ini.

Kisah awal Microsoft mengajarkan kita bahwa ide besar seringkali lahir dari tempat tak terduga, bahkan dari sebuah artikel majalah. Keberanian untuk ‘menjual' ide sebelum produknya jadi, kemampuan teknis untuk mewujudkannya di bawah tekanan, dan visi jangka panjang untuk membangun sebuah ‘pabrik software‘ adalah pelajaran berharga bagi siapa saja yang ingin merintis sesuatu. Jangan remehkan kekuatan sebuah ide dan passion yang membara.

Jadi, ketika kamu menggunakan produk Microsoft berikutnya, ingatlah sejenak tentang dua anak muda dengan kacamata tebal dan gaya rambut tahun 70-an yang bermimpi mengubah dunia dari garasi (atau mungkin kamar asrama). Kisah mereka adalah bukti bahwa dengan kombinasi kecerdasan, sedikit kenekatan, dan kerja keras, hal yang tampaknya mustahil bisa menjadi kenyataan. Dan ya, foto awkward di awal perjalanan adalah bagian tak terpisahkan dari cerita sukses mana pun.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Richie Faulkner Judas Priest Ungkap Kerusakan Otak Permanen Akibat Stroke yang Dialaminya

Next Post

Eminem Resmi Jadi Kakek