Dark Mode Light Mode

Demon Ganja – Ulasan Doom Scroll: Petaka di Layar

Ulasan Musik: "The Doom Scroll" dari Weed Demon – Antara Riff Memukau dan Trip yang Terlalu Panjang

Kabar baik buat kamu yang merasa Senin adalah hari paling berat dalam seminggu, karena Weed Demon hadir membawa "The Doom Scroll", album yang sepertinya didesain khusus untuk menemani after-work yang santai sambil menikmati secangkir teh hangat atau mungkin… hal lain yang lebih menggugah selera. Band asal Ohio ini, setelah berkiprah selama satu dekade, siap mengajak kita menyelami dunia stoner metal yang penuh distorsi, eksperimen, dan kadang-kadang, bikin kita bertanya-tanya, "Ini beneran musik, kan?".

Album ini, pada intinya, adalah perpaduan antara sludge ‘n' roll dan stoner doom. Gitar yang tebal dan berat, tempo yang (kebanyakan) lambat, serta riff yang bisa bikin kamu manggut-manggut tanpa sadar. Bayangkan perpaduan antara Black Sabbath, Mastodon, dan sedikit sentuhan Pink Floyd. Ada juga sisipan thrash yang bikin kaget, nuansa blues yang menenangkan, dan organ yang membawa kita ke dunia dungeon synth. Mungkin ini yang dimaksud dengan "perjalanan musikal yang tak terlupakan"?

Weed Demon memang jago dalam mengeksplorasi instrumen. Andy Center dan Brian Buckley, dua gitaris andalan mereka, dengan lincah berpindah dari satu gaya ke gaya lainnya. Nick Carter di balik drum pun tak mau kalah, menjaga tempo tetap santai, seolah ia tahu betul bahwa kita semua butuh waktu untuk recovery. Vokal? Nah, ini yang menarik. Ada Shy Kennedy yang suaranya terdengar seperti bernyanyi di dalam bantal (entah ini ide brilian atau… salah produksi?), sementara Jordan Holland punya growl death metal yang menguatkan karakter musik mereka.

Riff yang Bikin Nagih, tapi…

Meskipun begitu, ada sedikit "tapi" di sini. Riff-riff yang catchy dan asyik sebenarnya sangat kurang. Malah, kurangnya materi sampai-sampai terasa kurang untuk ukuran album penuh. Lima lagu dengan total durasi 31 menit memang terkesan ringkas, tetapi "The Doom Scroll" mungkin akan lebih memuaskan jika dijadikan EP dengan separuh durasi. Intro "Acid Dungeon" yang berdurasi hampir tiga menit terasa agak berlebihan, sementara "Dead Planet Blues" lebih cocok jika masuk ke EP country metal milik Lathe.

Dari lagu-lagu yang ada, tak satu pun yang durasinya kurang dari enam menit, dan sebenarnya semuanya bisa dipangkas sedikit. Weed Demon, dengan kata lain, menghabiskan terlalu banyak waktu untuk intro dan outro. "Roasting the Sacred Bones" misalnya, punya dua bagian pembuka yang berbeda. "Coma Dose", yang durasinya lebih dari sembilan menit, diakhiri dengan empat menit riff yang sumbang, hanya satu menit di antaranya yang berfungsi, seperti perjalanan yang salah arah menjadi terlalu berlebihan.

Terlalu Banyak Eksplorasi?

Jangan salah paham, Weed Demon punya potensi besar. Mereka punya gaya yang khas dan memikat, tetapi sepertinya kurang disiplin dalam memfokuskan dan mematangkan sound mereka. Ada banyak ide bagus di sini, tapi mereka hanya perlu lebih banyak waktu untuk "memasak" semuanya. Kita tunggu saja, produk selanjutnya dari mereka datang dengan harapan akan ada karya yang benar-benar memukau. Mari kita lihat apa aksi mereka selanjutnya.

Kesan pertama sih, kayaknya album ini memang dibuat khusus buat mereka yang suka musik dengan sentuhan psychedelic dan berat. Musik yang cocok untuk dinikmati sambil rebahan, namun juga tetap challenging buat didengarkan. Jangan kaget jika kamu menemukan dirimu terpaku pada speaker sambil manggut-manggut tak karuan.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Cara Kerja Tombol Fisik "Essential Key" di Seri Nothing Phone (3a): Implikasi Fitur

Next Post

Indonesia, Malaysia Bentuk Tim Khusus Tukar Tahanan: Implikasi Regional