Dark Mode Light Mode

Dampak Perencanaan Ekstensif Kejahatan di Balik Sea Barrier Indonesia

1. Tujuan dan Gaya Penulisan

Jakarta, 07 Juni 2024 – Pernah dengar “money talks, bullshit walks”? Nah, kayaknya pepatah itu lagi in banget nih di dunia properti, khususnya di kawasan pesisir Tangerang. Soalnya, ada drama menarik seputar pembangunan tanggul laut yang melibatkan pejabat, pengembang, dan tentu saja, kantong-kantong yang semakin tebal.

Mari kita mulai dengan sedikit flashback. Beberapa waktu lalu, sempat ramai pemberitaan tentang pembangunan tanggul laut sepanjang 30 kilometer yang membelah kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK). Proyek ini digadang-gadang sebagai proyek strategis nasional, dengan harapan bisa mendongkrak perekonomian dan membuka lapangan pekerjaan. Tapi, benarkah semua berjalan mulus sesuai rencana?

Ternyata, ada beberapa "kejadian" yang bikin mata kita melek. Mulai dari izin mendirikan bangunan (IMB) yang diduga bermasalah, sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang terlalu cepat keluar, hingga hak milik (HM) yang seolah-olah langsung jadi milik pribadi. Hmm, kok kayak ada yang nggak beres, ya?

2. Nada dan Bahasa

Jangan Remehkan Pejabat Desa!

Fokus investigasi awal justru tertuju pada pejabat-pejabat kecil. Mulai dari kepala desa hingga perangkat daerah di tingkat kecamatan. Seolah mereka adalah dalang dari semua masalah ini, sedangkan dalang sebenarnya masih asyik ngopi di balik layar. Apakah ini cuma pengalihan isu, atau memang ada skenario yang lebih besar?

Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri memang sedang menyelidiki dugaan pelanggaran pidana dalam kasus ini. Tapi, yang bikin geleng-geleng kepala adalah target penyelidikannya. Bukannya menyasar para pembuat kebijakan, mereka malah sibuk "mengurusi" pejabat-pejabat yang notabene hanya menjalankan perintah. Sungguh ironis!

Arsin, Kepala Desa Kohod, sudah mengakui kesalahannya karena mengeluarkan izin yang diduga fiktif. Tapi, apakah hanya dia yang bersalah? Tentu saja tidak! Ini ibarat menyalahkan anak buah yang salah jalan saat boss-nya asyik main catur.

HGB: Surat Sakti yang Bikin Kaya Mendadak?

Nah, ini dia nih yang paling menarik. Badan Pertanahan Nasional (BPN) menemukan adanya 263 sertifikat HGB yang telah diterbitkan di area tersebut. Wow! Kalian tahu, kan, HGB itu ibarat "surat sakti" yang bisa mengubah status tanah negara menjadi milik pribadi atau korporasi.

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), HGB untuk tanah negara harusnya diterbitkan berdasarkan keputusan menteri. Artinya, sebelum HGB keluar, harus ada persetujuan dari pejabat tertinggi di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Pertanyaannya, apakah semua proses ini sudah sesuai prosedur? Jangan-jangan, ada yang main mata?

Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/2021 juga menjelaskan bahwa hak atas tanah di wilayah maritim harusnya diterbitkan oleh kementerian yang membidangi urusan kelautan dan perikanan. Ini artinya, ada beberapa pihak yang punya peran penting dalam menerbitkan izin dan sertifikat di kawasan tersebut. Siapa saja mereka?

3. Struktur dan Panjang Artikel

Reklamasi: Mimpi Buruk yang Berulang?

Selain masalah HGB, ada juga indikasi pelanggaran lain, yaitu perubahan peruntukan ruang laut dalam Rencana Tata Ruang (RTR). Awalnya, kawasan ini seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan publik, seperti nelayan, dan masyarakat umum. Tapi entah kenapa, tiba-tiba berubah menjadi zona perumahan.

Perubahan ini mengundang tanya besar. Apakah ini bagian dari strategi untuk melegalkan proyek reklamasi, seperti yang terjadi di beberapa pulau di Teluk Jakarta? Jangan sampai kasusnya sama, ya!

Tanggung Jawab Siapa?

Dari semua "kejanggalan" ini, kita bisa melihat adanya rantai komando yang melibatkan banyak pihak. Mulai dari kepala daerah yang memberikan rekomendasi, pejabat eselon I yang memproses perizinan, hingga menteri yang memberikan persetujuan.

Jika kita mau mencari siapa yang paling bertanggung jawab, jawabannya jelas: semua yang terlibat dalam proses perizinan dan penerbitan sertifikat. Menteri ATR/Kepala BPN bertanggung jawab atas penerbitan HGB dan HM. Menteri Kelautan dan Perikanan juga memiliki peran penting dalam pengurusan izin terkait wilayah maritim.

Prabowo Subianto, sebagai presiden terpilih, sudah meminta agar kasus ini diusut tuntas. Tapi, apakah permintaan ini akan dipenuhi? Atau, kita hanya akan melihat beberapa "tumbal" yang dikorbankan demi melindungi para "aktor" utama?

4. Penekanan Teks

Jangan Jadikan Pejabat Kecil sebagai "Kambing Hitam"!

Yang jelas, kita tidak boleh membiarkan kasus ini berakhir dengan menjadikan pejabat-pejabat kecil sebagai "kambing hitam". Kasus ini harus diusut hingga tuntas, tanpa pandang bulu. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih menjadi momok yang menghantui Indonesia. Kasus tanggul laut di Tangerang ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum. Mampukah mereka mengungkap kebenaran, atau justru memilih untuk menutup mata dan melindungi para "penguasa"?

Semoga saja, kasus ini bisa menjadi momentum untuk menegakkan keadilan dan memberantas praktik-praktik korupsi yang merajalela. Sudah saatnya kita mengakhiri budaya "money talks, bullshit walks". Negara ini butuh keadilan, bukan kepura-puraan.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Arsitek Metal Bicara Duka, Iklim, dan Harapan: Mengatakan Tak Ada Masa Depan Justru Kontraproduktif

Next Post

Metal Bringer Meluncur 12 Maret: Siap Gemparkan Indonesia