Dark Mode Light Mode

Bobby Kotick Sebut Mantan Bos EA “CEO Terburuk dalam Industri Video Game”, Isyarat Perang

CEO Paling Buruk di Dunia: Siapa yang Pantas Menyandang Gelar Ini?

Pernahkah kamu berpikir, siapa sih CEO paling buruk di dunia? Pertanyaan ini mungkin muncul di benak kita saat mendengar berita tentang perusahaan besar yang tengah bermasalah. Nah, baru-baru ini, Bobby Kotick, mantan CEO Activision Blizzard, memberikan opini yang cukup menarik mengenai hal ini. Dalam sebuah podcast, dia mengungkapkan kekhawatiran perusahaan terhadap potensi naiknya Bing Gordon, penasihat Kleiner Perkins dan mantan CCO EA, ke posisi puncak di EA. Bahkan, Kotick merasa sangat khawatir sampai-sampai mereka "akan membayar Riccitiello untuk menjadi CEO selamanya."

Lalu, apa yang membuat Kotick berpendapat demikian? Ternyata, menurutnya, Riccitiello adalah CEO terburuk dalam industri video game. Tentu saja, mengingat siapa yang berbicara, penilaian ini bukanlah karena kualitas game EA yang menurun, atau munculnya microtransaction yang kala itu dianggap kontroversial. Lebih jauh lagi, penilaian ini juga bukan karena perlakuan buruk perusahaan terhadap karyawannya. Kotick menilai Riccitiello dari kinerja keuangan EA yang mengecewakan saat itu, yang menjadi salah satu alasan utama Riccitiello mundur.

Mungkin, tidak banyak dari kita yang akan membela Riccitiello, baik atas masa jabatannya di EA maupun sebagai CEO Unity Technologies, di mana dampak dari mindset yang mengutamakan keuntungan masih terasa hingga sekarang. Namun, menjadi ironis ketika mendengar Bobby Kotick mengkritiknya. Apalagi, mereka berdua memiliki banyak kesamaan, terutama dalam hal yang saya sebut sebagai "pemikiran B2B": dorongan tanpa henti untuk memaksimalkan keuntungan.

Mentalitas B2B vs. Pengguna: Siapa yang Lebih Penting?

Dalam dunia bisnis modern, ada kecenderungan yang kuat untuk fokus pada angka dan analisis. CEO cenderung lebih peduli pada grafik, laporan, dan masukan dari eksekutif tingkat atas, daripada mendengarkan keinginan pelanggan mereka sendiri. Mentalitas ini, yang kita sebut "B2B thinking", seolah-olah menganggap bahwa konsumen hanyalah angka dalam laporan keuangan. Dengan kata lain, keuntungan perusahaan lebih penting daripada kepuasan dan pengalaman pengguna.

Alhasil, kedua CEO tersebut akhirnya kehilangan jabatan mereka. Unity kini dalam kekacauan, dengan gelombang PHK yang terus berlanjut, dan mesinnya tertinggal dari Unreal Engine dalam hal profitabilitas bagi penggunanya. Sementara itu, Activision Blizzard telah menjadi bayangan dari dirinya sendiri, dengan rilis utama terbarunya yang tenggelam dalam ulasan negatif, memudar dalam ketidakrelevanan, atau bahkan keduanya. Hanya nama besar perusahaan dan dukungan Microsoft yang mencegahnya dari kebangkrutan total.

Bisakah CEO Mengubah Industri Game?

Tentu saja, peran seorang CEO dalam industri game sangatlah krusial. Mereka tidak hanya bertanggung jawab atas kinerja keuangan perusahaan, tetapi juga atas visi, strategi, dan budaya perusahaan. Seorang CEO yang baik akan mampu menciptakan lingkungan yang mendorong inovasi, kreativitas, dan kolaborasi, yang pada akhirnya akan menghasilkan game berkualitas tinggi dan memuaskan para pemain. Namun, ketika CEO terlalu fokus pada keuntungan jangka pendek dan mengabaikan aspek manusiawi dari bisnis, industri game akan menghadapi masalah yang serius.

Contoh konkretnya adalah kebijakan microtransaction yang diterapkan oleh beberapa perusahaan game. Meskipun dapat meningkatkan pendapatan perusahaan dalam jangka pendek, kebijakan ini seringkali merusak pengalaman bermain dan membuat pemain merasa seperti diperas. Akibatnya, pemain menjadi tidak loyal, dan citra perusahaan menjadi buruk. Ini hanya satu contoh bagaimana keputusan CEO dapat berdampak besar pada industri.

Bagaimana dengan Masa Depan?

Melihat semua ini, penting bagi kita untuk bertanya: siapa yang sebenarnya lebih buruk? Apakah CEO yang fokus pada keuntungan finansial namun mengabaikan kualitas produk dan kepuasan konsumen? Atau CEO yang membawa perubahan, meskipun perubahan itu tidak selalu diterima dengan baik? Pertanyaan ini mungkin sulit dijawab, tetapi satu hal yang pasti: industri game membutuhkan pemimpin yang memiliki visi jangka panjang, berani mengambil risiko, dan peduli terhadap semua pihak yang terlibat.

Kita berharap, di masa depan, para CEO perusahaan game akan lebih mempertimbangkan dampak dari keputusan mereka terhadap industri dan komunitas game secara keseluruhan. Semoga kita tidak lagi melihat para pemimpin yang hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga menciptakan pengalaman bermain yang positif dan berkesan bagi para pemain. Masa depan industri game ada di tangan mereka.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,02% (Y/Y) di Kuartal IV 2024: Momentum Pemulihan Berlanjut

Next Post

Jonas Brothers: Catatan untuk Penggemar Picu Spekulasi Perpecahan