Dark Mode Light Mode

Astro Bot Buktikan Pembatalan Game Double-A Adalah Kesalahan Besar

Gak Usah Sok Kaget: "Double-A" Game Hilang? Emang Kemana?

Industri game itu kayak dunia fashion: tiap musim ada tren baru. Tapi, pernahkah kita mikir kemana perginya tren yang udah ngetren dulunya? Kayak sepatu platform, misalnya. Nah, pernyataan mantan CEO SIE Worldwide Studios, Shuhei Yoshida, soal menghilangnya pasar double-A game itu mirip-mirip. Bener sih, tapi kok rasanya ada yang ganjil? Seolah-olah pasar double-A ini ngilang tanpa jejak, kayak dibuang ke planet Namec.

Tapi, Yoshida sendiri udah kasih petunjuk kemana "korban" ini pergi. Dia bilang, makin gede game-game gede, indie game mulai masuk, dan… pasar double-A yang hilang. Simpelnya, pasar double-A ini kayak anak tengah. Terjepit di antara kakak-kakak yang blockbuster dan adik-adik yang indie. Mirip kayak film Hollywood: ada film budget gede yang tujuannya mendunia dan film budget kecil buat festival film atau ngisi jadwal rilis. Double-A game? Ya, agak tanggung.

Kenapa Pasar Double-A ‘Dibunuh' Pelan-Pelan?

Masalahnya ya sama: publisher lebih milih invest gede-gedean di game yang berpotensi dapet duit banyak banget atau game indie yang udah jadi dan tinggal diakuisisi. Ya kali, bikin game double-A yang modalnya lumayan tapi keuntungannya nggak seberapa. Mending duitnya buat proyek yang lebih menjanjikan, kan? Ujung-ujungnya, studio pengembang double-A kayak Tango Gameworks (pembuat Hi-Fi Rush) atau Japan Studio (pencipta Gravity Rush) kena getahnya.

Live Service vs Game Single-Player: Pilih Mana?

Pasti pernah denger kan, gimana "perang" antara live-service game (yang isinya microtransaction sama update terus-terusan) vs. game single-player yang udah selesai ceritanya. Nah, publisher tuh lebih tertarik sama yang bisa ngasilin duit terus-terusan. Bayangin, Fortnite atau The Last of Us Part 2, sama-sama sukses. Tapi, Fortnite bisa ngasilin duit setiap hari, sedangkan The Last of Us Part 2 jualnya sekali, habis itu ya udah. Mereka yang punya duit banyak bisa atur resiko lebih banyak, sementara tim indie yang kadang malah ngambil resiko.

Risiko Besar, Untung Besar: Mindset yang Ngancurin Double-A

Ujung-ujungnya, logika bisnisnya: risk big to earn big. Kenapa mau repot-repot bikin double-A kalau udah ada pilihan yang lebih menggiurkan? Tahun lalu bahkan memberikan kita beberapa studi kasus mengapa strategi itu adalah skema jangka yang tidak baik dan mengarah pada kegagalan. Bahkan game sekelas Concord saja, butuh waktu bertahun-tahun untuk selesai, menghabiskan banyak biaya, dan akhirnya gagal.

Astro Bot sebagai salah satu game Double A malah menuai sukses dan mendapat pujian. Investasi kecil dari Sony berbuah manis. Ini jadi bukti kalau double-A game itu penting, apalagi saat biaya produksi game triple-A terus meningkat.

Double-A Game: Penyelamat Industri Game?

So, what's the solution? Kita semua butuh game. Pasar double-A bisa jadi solusi. Dengan game yang lebih kecil, development time-nya lebih singkat, dan budget yang gak bikin jantung deg-degan. Daripada nunggu Elder Scrolls 6 atau GTA 6 yang entah kapan rilisnya, double-A game bisa jadi pengisi kekosongan. Toh inti dari industri game itu kan… ada game yang bisa dimainin, kan? Game yang menyenangkan, yang memberi warna.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Prabowo Digoyah Gelombang Ketidakpuasan: Ujian Kepemimpinan

Next Post

Game Baru: Returnal Rasa Anime, Akankah Seseru Aslinya?