Dark Mode Light Mode

Arah Metallica Pasca Black Album, Load, Reload

Usia 62 tahun bagi sebagian musisi mungkin sinyal buat slow down, tapi tidak bagi Kirk Hammett. Gitaris ikonis Metallica ini justru merasa seperti sedang mendaki puncak gunung kariernya, bro! Alih-alih pasang rem, Hammett malah tancap gas dengan proyek baru, termasuk buku coffee-table keren yang memamerkan koleksi gitar vintage-nya yang masif. Ini bukan sekadar nostalgia, tapi bukti bahwa api kreativitasnya masih membara panas, menunjukkan bahwa umur hanyalah angka ketika passion berbicara lantang.

Kirk Hammett, nama yang tak terpisahkan dari raungan gitar melodi Metallica selama dekadean, terus membuktikan relevansinya di kancah musik metal dunia. Dedikasinya pada musik dan instrumennya, gitar, terlihat jelas bukan hanya dari permainannya di panggung, tetapi juga dari kecintaannya pada sejarah dan keunikan setiap gitar yang ia miliki. Perjalanan kariernya yang panjang bersama Metallica memberinya kesempatan untuk tak hanya mencipta musik legendaris, tapi juga mengumpulkan artefak musik yang tak ternilai harganya. Semangatnya ini seolah menular, menginspirasi banyak gitaris muda.

Baru-baru ini, Hammett merilis sebuah buku berjudul The Collection: Kirk Hammett, sebuah jendela visual menuju sebagian kecil dari dunia koleksi gitarnya yang luar biasa. Buku ini bukan sekadar katalog, melainkan sebuah perayaan instrumen-instrumen langka dan bersejarah yang pernah disentuh jari-jarinya. Bagi para pencinta gitar, buku ini seperti surga; membalik halamannya terasa seperti tur pribadi ke museum gitar milik salah satu gitaris metal paling berpengaruh. Ini adalah bukti nyata hasrat mendalamnya terhadap craftsmanship dan suara unik dari gitar-gitar tersebut.

Filosofi Hammett dalam mengoleksi ternyata sudah tertanam sejak kecil, dimulai dari komik dan majalah monster saat usia lima atau enam tahun. Prinsipnya sederhana namun efektif: selalu kejar yang paling langka, paling unik, dan paling sulit didapatkan. Strategi ini ia terapkan juga dalam dunia gitar. Baginya, mengejar barang langka seringkali membawanya ke petualangan riset dan investigasi mendalam, membuka pintu penemuan gitar-gitar unik lainnya yang bahkan tak pernah ia bayangkan keberadaannya. Perburuan ini menjadi sebuah siklus yang terus memperkaya koleksinya.

Ketika ditanya berapa jumlah gitar yang ia miliki, Hammett mengaku sudah lama berhenti menghitung karena angkanya membuatnya sedikit bummed out. Alasannya? Ia sadar tak mungkin bisa memainkan semuanya secara rutin. Ada rasa ‘bersalah’ mengetahui banyak gitar bagus hanya terdiam di dalam case setelah tur selesai, sebuah realita yang juga dialami James Hetfield. Karena itu, ia berusaha mengurangi jumlahnya, meski hasrat mengoleksi gitar unik tetap membara di dalam dirinya.

Dalam dunia koleksi, Hammett lebih menyukai transaksi barter ketimbang jual beli tunai. Menurutnya, barter membawa kebahagiaan bagi kedua belah pihak; semua orang mendapatkan gitar yang diinginkan dan pulang dengan senyum lebar. Transaksi tunai terkadang terasa hampa baginya. Meskipun memiliki ratusan gitar, ia punya koleksi inti sekitar 40-50 gitar favorit yang selalu berusaha ia mainkan, dan sebagian besar dari gitar-gitar spesial ini bisa dilihat dalam bukunya.

Greeny: Sang Legenda Les Paul di Tangan Hammett

Salah satu bintang utama dalam koleksi Hammett adalah ‘Greeny', gitar Les Paul 1959 legendaris yang dulunya milik Peter Green dari Fleetwood Mac. Gitar ini begitu istimewa hingga Hammett mengakui ia mengubah cara bermainnya saat memegang Greeny. Ia jadi lebih banyak memainkan whole notes dan quarter notes, membiarkan gitar itu "bernyanyi" karena suaranya yang luar biasa unik dan magis. Greeny punya kemampuan langka: membuat amplifier apapun terdengar lebih baik, sebuah kualitas yang jarang ditemukan pada gitar lain.

Proses mendapatkan Greeny pun terasa seperti takdir. Beberapa pemain gitar ternama lain, termasuk Joe Bonamassa dan bahkan James Hetfield, sempat punya kesempatan membelinya tapi melewatkannya. Rasanya seolah Greeny memang menunggu Hammett. Begitu gitar itu berada di tangannya, ia tahu tak akan melepaskannya lagi. Kecintaannya pada Greeny begitu dalam hingga gitar itu selalu berada di dekatnya, bahkan saat ia tidur. Truly a match made in guitar heaven!

Hubungannya dengan sesama kolektor gitar top seperti Joe Bonamassa pun menarik. Meski sama-sama pemburu gitar vintage kelas kakap, mereka cenderung berjalan di jalur masing-masing dan saling menghormati. Hammett bahkan berterima kasih pada Bonamassa yang memberitahunya tentang ketersediaan sebuah Les Paul Standard hitam 1959 langka yang sudah ia incar selama 10 tahun. Sikap saling mendukung seperti ini, menurut Hammett, cukup langka di dunia kolektor, berbeda dengan dunia kolektor poster film horor yang ia gambarkan lebih cutthroat.

Gudang Riff Abadi dan Proses Kreatif Spontan

Bicara soal kreativitas, Hammett adalah mesin penghasil riff yang tak kenal lelah. Ia mengungkapkan memiliki sekitar 767 ide riff baru yang tersimpan di ponselnya untuk album Metallica berikutnya! Mengelola "bank riff" sebanyak itu tentu bukan pekerjaan mudah, bahkan baginya sendiri. Untungnya, ada Rob Trujillo, basis Metallica, yang punya kesabaran ekstra untuk ‘menyisir' ratusan ide tersebut saat band membutuhkan materi baru. Proses ini menunjukkan betapa kolaboratifnya penulisan lagu di Metallica.

Pendekatan Hammett dalam menciptakan solo gitar juga berevolusi, terutama sejak Black Album. Solo ikonik seperti di "Enter Sandman" tercipta begitu cepat, seolah solo itu menulis dirinya sendiri. Namun, untuk lagu seperti "The Unforgiven" yang strukturnya unik (verse heavy, chorus ringan), ia harus mengandalkan spontanitas. Pengalaman ini mengajarkannya bahwa ide terbaik seringkali datang saat ia tidak terlalu banyak berpikir atau menganalisis, cukup membiarkan muse dan semesta mengirimkan nada-nada itu padanya. Ia menolak ‘bekerja keras' seperti mengerjakan aljabar dalam musik.

Menariknya, Kirk Hammett mengaku banyak mendengarkan band-band grunge awal seperti Soundgarden saat menulis riff "Enter Sandman". Keterbukaan pada sound Seattle ini menjelaskan mengapa Black Album (1991) bisa begitu pas dirilis bersamaan dengan ledakan grunge. Hammett adalah penggemar berat era grunge, menyukai Nirvana, Soundgarden, Alice in Chains, dan Mudhoney. Ia bahkan punya kenangan personal dengan Kurt Cobain, yang ternyata adalah fans Metallica dan pernah bertanya apakah mereka akan memainkan "Whiplash" di sebuah konser.

Popularitas gitar dan solo gitar memang mengalami pasang surut. Hammett ingat masa-masa ketika heavy metal dianggap ‘mati' di akhir 70-an, padahal saat itu sedang mekar-mekarnya di Eropa dan Inggris. Kemudian datang era synth-pop yang mendominasi radio. Kini, siklus serupa terjadi dengan dominasi samples dan produksi digital. Namun, Hammett yakin gitar akan selalu kembali, karena pada akhirnya orang akan merindukan suara organiknya lagi. Argumennya tentang solo gitar di dokumenter Some Kind of Monster tetap relevan: menghapus solo justru akan membuat musik terdengar ketinggalan zaman.

Proyek Solo Eksploratif: Musik adalah Sihir?

Di usianya yang ke-62, Hammett tidak hanya aktif bersama Metallica tapi juga sedang menggarap album solo penuh pertamanya, menyusul EP Portals sebelumnya. Proyek ini akan menjadi fusi berbagai gaya – ada sentuhan klasik, heavy metal, bahkan funk – namun bukan album jazz fusion murni. Berbeda dengan Portals yang instrumental, album baru ini akan menyertakan vokal karena materi lagunya memang ‘meminta' untuk dinyanyikan, meski ia belum tahu siapa yang akan mengisi vokal tersebut (hopefully bukan dirinya, katanya sambil bercanda).

Inspirasi unik datang dari ketertarikannya pada teks-teks Yunani kuno dan sosok Pythagoras, bapak teori musik. Hammett terpesona oleh sejarah instrumen seperti lyre dan cithara, serta peran musik dalam ritual dan sihir di zaman kuno. Baginya, musik adalah contoh nyata dari sihir di dunia ini; kemampuannya untuk menggerakkan emosi, mengubah suasana, dan mentransformasi pendengar adalah sesuatu yang magis. Filosofi ini meresap ke dalam musik solonya, seperti pada sebuah lagu instrumental berjudul "The Mysterion" yang terdengar seolah berusia 2000 tahun.

Proses kreatifnya belakangan ini terasa semakin intuitif, bahkan nyaris paranormal. Hammett merasa seperti antena atau wadah yang menerima musik dari ‘semesta' atau muse setiap hari. Ia hanya perlu duduk dengan gitar, menjernihkan pikiran, dan membiarkan jari-jarinya bergerak. Ia menolak mengambil kredit penuh atas karya-karyanya, merasa hanya meneruskan sesuatu yang sudah ada. Pengalaman spiritual ini membuatnya terus merenung tentang hakikat musik dan perannya sebagai musisi. Album solo ini rencananya akan dirilis tahun depan, di waktu yang tidak bentrok dengan jadwal Metallica.

Metallica: Masa Depan dan Warisan yang Terus Dibangun

Lalu kapan album Metallica berikutnya akan digarap? Hammett memperkirakan setidaknya butuh setahun lagi sebelum mereka kembali fokus pada "bank riff". Prioritas saat ini adalah menyelesaikan tur 72 Seasons, termasuk ke Asia dan Australia. Setelah itu, kemungkinan akan ada jeda singkat sebelum mereka kembali ke studio. Namun, ia menekankan bahwa di Metallica, apa saja bisa terjadi, seperti pandemi Covid yang sempat mengganggu siklus mereka namun akhirnya menghasilkan album 72 Seasons.

Mengenang era 90-an, Hammett tersenyum mengingat kontroversi album Load dan Reload. Perubahan penampilan (potongan rambut pendek!) dan sound yang lebih bluesy/rock kala itu menuai banyak kritik pedas dari sebagian fans. Namun, kini lagu-lagu dari era tersebut seperti "Fuel" atau "Until It Sleeps" justru disambut meriah di konser. Ia membandingkannya dengan apresiasinya yang tumbuh terhadap album Led Zeppelin III seiring waktu. Ini menunjukkan bahwa terkadang butuh waktu bagi pendengar untuk menerima dan memahami eksplorasi artistik sebuah band.

Hammett juga berbagi cerita tentang kolaborasi kontroversial dengan Lou Reed dalam album Lulu. Meski banyak dicaci, Hammett sangat menghargai pengalaman tersebut dan menganggap lirik Reed sebagai puisi. Ada momen emosional saat Reed memainkan lagu "Junior Dad" yang membuat Hammett dan Hetfield menangis. Ia juga mengenang larangan Reed terhadap wah-wah dan solo gitar, kecuali satu solo yang berhasil ia ‘selundupkan' setelah negosiasi via email. Semua ini adalah bagian dari perjalanan panjang Metallica yang tak selalu mulus tapi kaya warna.

Menutup obrolan, Kirk Hammett menegaskan bahwa ia dan Metallica belum berniat berhenti. Selama kesehatan fisik dan mental terjaga – ia rutin yoga, meditasi, dan olahraga – mereka akan terus maju. Energi dan semangatnya masih meluap, didorong oleh kecintaan abadi pada musik yang sudah mendarah daging sejak kecil. Ia merasa diberkati bisa terus berkarya dan berharap bisa terus menginspirasi generasi musisi berikutnya, menjalankan perannya sebagai penyalur ‘sihir' musik ke dunia, sambil terus mendaki puncak gunung kariernya yang seolah tak berujung.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Amazfit Perkenalkan Bip 6: Smartwatch Andalan untuk Setiap Momen Anda

Next Post

Ancaman Kembalinya Dwifungsi: DPR Perluas Peran TNI di Pemerintahan