TikTok, aplikasi video pendek yang paling populer di dunia, terus menjadi sorotan tajam terkait dugaan ancaman terhadap keamanan nasional Amerika Serikat. Tuduhan bahwa aplikasi ini digunakan untuk memata-matai pengguna memicu berbagai kontroversi, mulai dari ancaman larangan hingga investigasi mendalam oleh pemerintah AS. Namun, benarkah TikTok dan perusahaan induknya, ByteDance, terlibat dalam praktik semacam itu?
ByteDance: Berbasis di Tiongkok, Beroperasi Global
ByteDance, induk perusahaan TikTok, didirikan pada tahun 2012 di Beijing oleh Zhang Yiming. Perusahaan ini awalnya terkenal di Tiongkok berkat aplikasi berita berbasis AI bernama Toutiao. Popularitas ByteDance meroket secara global setelah mereka mengakuisisi Musical.ly pada 2017 dan meluncurkan TikTok, yang kini menjadi aplikasi video pendek terbesar di dunia.
Meskipun berbasis di Tiongkok, ByteDance memiliki struktur kepemilikan yang kompleks:
- Sekitar 60% sahamnya dimiliki oleh investor luar negeri, termasuk perusahaan AS seperti KKR dan Carlyle Group.
- 20% saham lainnya dikuasai oleh pendiri dan 20% oleh karyawan ByteDance.
TikTok sendiri beroperasi sebagai entitas global dengan kantor pusat di Los Angeles dan Singapura. Shou Zi Chew, CEO TikTok yang berasal dari Singapura, telah menegaskan bahwa data pengguna Amerika disimpan di server domestik dan di bawah pengawasan ketat Oracle.
Secara teknis, ByteDance adalah perusahaan teknologi multinasional, tetapi berbasis di Beijing dan tunduk pada hukum Tiongkok. Di sinilah letak masalahnya. Di bawah undang-undang Tiongkok, perusahaan diwajibkan bekerja sama dengan pemerintah jika diminta, termasuk menyerahkan data yang relevan untuk keamanan nasional. Inilah yang menimbulkan kecurigaan bahwa ByteDance bisa dimanfaatkan sebagai alat pengumpulan data.
Sidang Kongres AS: TikTok di Bawah Mikroskop
Pada Maret 2023, Shou Zi Chew menghadiri sidang Kongres AS untuk menjawab tuduhan bahwa TikTok mengancam privasi pengguna dan menjadi alat pengawasan oleh pemerintah Tiongkok. Dalam persidangan ini, beberapa fakta menarik muncul:
- CEO TikTok Membantah Keterlibatan Pemerintah Tiongkok
Chew menegaskan bahwa TikTok tidak memberikan akses data pengguna ke pemerintah Tiongkok dan tidak akan melakukannya di masa depan. - Operasi TikTok di Singapura
TikTok mengklaim bahwa server mereka untuk pengguna internasional, termasuk Amerika, berada di Singapura dan AS. Hal ini diatur untuk mengurangi kekhawatiran tentang data pengguna yang mengalir ke Tiongkok. - ByteDance dan Akses Data
Dalam persidangan, anggota Kongres mempertanyakan dugaan bahwa karyawan ByteDance di Tiongkok pernah mengakses data jurnalis Amerika. Kasus ini memperkuat kecurigaan bahwa ByteDance memiliki potensi untuk menyalahgunakan data pengguna.
Tuduhan Mata-Mata: Fakta atau Histeria?
TikTok terus membantah tuduhan bahwa aplikasinya adalah alat mata-mata. Namun, laporan dari FBI dan badan intelijen AS lainnya memberikan pandangan yang berbeda. Pada 2022, Direktur FBI Christopher Wray menyatakan bahwa TikTok bisa digunakan untuk memengaruhi opini publik dan sebagai alat pengumpulan data rahasia.
Selain itu, laporan bahwa karyawan ByteDance di Tiongkok mengakses data pengguna di AS semakin memperkeruh situasi. ByteDance mengakui adanya pelanggaran ini, tetapi menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak mencerminkan kebijakan resmi perusahaan.
Operasi TikTok di Singapura: Faktor Penting
TikTok menyoroti Singapura sebagai basis operasional utama mereka di Asia Pasifik, termasuk untuk pengelolaan data pengguna global. Langkah ini dirancang untuk membangun kepercayaan internasional dan mengurangi ketergantungan pada Tiongkok.
Namun, bagi pemerintah AS, lokasi server tidak cukup untuk menghilangkan risiko. Keterkaitan ByteDance dengan Beijing melalui hukum nasional tetap menjadi poin krusial.
Mengapa Isu Ini Jadi Penting?
- Keamanan Data Pengguna
Pemerintah AS khawatir data pengguna dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau intelijen oleh pemerintah Tiongkok. - Geopolitik dan Ekonomi
TikTok bukan hanya aplikasi, tetapi juga simbol persaingan teknologi antara Amerika dan Tiongkok. Larangan TikTok bisa dianggap sebagai langkah untuk membatasi dominasi teknologi Tiongkok. - Dampak pada Kreator dan Pengguna
Larangan TikTok dapat menghancurkan ekosistem kreator konten di AS, yang bergantung pada platform ini untuk pendapatan dan jangkauan audiens.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Pemerintah AS telah menetapkan tenggat waktu 19 Januari 2025 bagi ByteDance untuk menjual operasinya di AS atau menghadapi larangan total. Jika larangan ini berlaku, TikTok akan dihapus dari app store dan aksesnya diblokir di seluruh negeri.
Di sisi lain, TikTok berupaya membangun kepercayaan dengan langkah-langkah seperti memindahkan data pengguna ke server Oracle di AS dan mengadakan audit keamanan independen. Namun, apakah ini cukup untuk menyelamatkan TikTok dari nasib buruk?