Kamu pernah dengar istilah digital sobriety? Itu bukan kode buat kamu berhenti jadi manusia modern, ya. Digital sobriety ini semacam detox digital, istilah keren untuk usaha supaya kita nggak terus-terusan jadi zombie layar. Pernah kan, cuma mau cek WhatsApp, tapi akhirnya malah habis waktu dua jam buat scroll medsos nggak jelas?
Tapi, apa digital sobriety ini sekadar tren supaya kita nggak terlalu FOMO alias Fear of Missing Out? Kalau dipikir-pikir, kita sering banget takut ketinggalan berita penting atau gosip terbaru. Mau detox dari gadget, eh malah takut ketinggalan insta story temen yang baru liburan ke Bali. Ironis, bukan?
Konsep digital sobriety ini sebenarnya nggak serumit itu. Intinya, kita diajak buat lebih bijak menggunakan teknologi. Bukan berarti harus puasa gadget total, tapi lebih ke arah mengontrol waktu layar. Misalnya, kamu bisa mulai dengan nggak bawa HP ke kamar mandi. Sounds easy? Well, coba dulu aja.
Satu sisi, digital sobriety kedengeran keren banget. Ada yang bilang, “Setelah detox, hidup gue lebih tenang, lebih mindful.” Tapi nggak sedikit juga yang bilang, “Duh, malah bikin gue makin ketinggalan update penting.” Nah, di sini FOMO berperan. Mau detox, tapi takut ketinggalan. Ribet, ya?
Jadi, apakah digital sobriety ini beneran solusi buat kita semua, atau cuma sekadar tren yang sebentar lagi basi? Ada orang yang sukses detox dan bisa tidur nyenyak tanpa notifikasi jam 2 pagi. Tapi ada juga yang gagal total, balik lagi ke kebiasaan lama dengan alasan, “Dunia digital itu nggak bisa gue tinggalin.”
Solusi buat ini? Keseimbangan. Jangan terlalu ekstrim sampai jadi anti teknologi, tapi juga jangan terlalu larut sampai lupa dunia nyata. Kamu bisa mulai dengan hal kecil, kayak matiin notifikasi pas lagi kerja atau tidur. Nggak perlu langsung full-off, cukup kontrol yang masuk akal.
Akhirnya, digital sobriety ini soal kesadaran diri. Mau detox? Silakan. Nggak mau? Nggak apa-apa. Yang penting, jangan sampai hidup kita cuma berputar di layar tanpa kita sadar apa yang ada di sekitar kita.